Sudah dimaklumi, terkadang seorang yang bersemangat untuk mendapatkan takbiratul ihram bersama imam tidak bisa mendapatinya karena alasan dan uzur tertentu. Orang tersebut kadang terlambat dan tidak bisa menjadi makmum dari raka'at pertama. Inilah yang sering diistilahkan dengan istilah masbuq.
Masbuq dalam istilah para Ulama fikih adalah orang yang ketinggalan imam dalam sebagian raka'at shalat atau seluruhnya atau mendapati imam setelah satu raka'at atau lebih.
BAGAIMANA MASBUQ MELAKUKAN
SHALAT YANG TERTINGGAL?
Apabila masbuq mendapatkan shalat berjamaah maka dia mengikuti imam dalam semua perbuatan shalat, lalu menyempurnakan yang terlewatkan, berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
إِذَا سَمِعْتُمْ الْإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلَا تُسْرِعُوا فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
Apabila kalian telah mendengar iqamah, maka berjalanlah menuju shalat dan hendaklah kalian berjalan dengan tenang dan santai dan jangan terburu-buru. Yang kalian dapati maka shalatlah dan yang terlewatkan maka sempurnakanlah. (HR. Al-Bukhari, no. 636)
Dengan demikian, orang yang mendapatkan imam yang telah memulai shalatnya dan masih dalam shalat, maka hendaknya dia langsung mengikuti imam setelah dia melakukan takbiratul ihram, walaupun imam sedang berada ditasyahhud akhir. Ini berdasarkan keumuman hadits di atas.
Apabila imam salam, maka orang yang masbuq tidak ikut salam tapi ia harus berdiri untuk menyempurnakan rakaatnya yang terlewatkan dengan cara sebagai berikut:
-
Apabila ia mendapatkan imam dalam keadaan sedang ruku', berarti dia telah mendapatkan raka'at bersama imam. Inilah pendapat mayoritas Ulama seperti empat imam dan lainnya. Pendapat ini juga merupakan pendapat Ibnu Umar رضي الله عنهما, Ibnu Mas'ud رضي الله عنه , Zaid bin Tsabit رضي الله عنه dan yang lainnya. Dasarnya adalah hadits Abu Hurairah رضي الله عنه, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
-
Apabila ia mendapati imam dalam keadaan telah berdiri dari ruku' (i'tidal), berarti ia tertinggal raka'at tersebut, apalagi bila ia mendapati imam telah atau sedang sujud. Ini berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
-
Apabila ia tertinggal satu raka'at dari imam, maka ia menyempurnakannya setelah imam salam dan tidak menjahrkan bacaannya walaupun dalam shalat jahriyah, karena itu adalah akhir shalatnya. Hanya saja ada perbedaan pendapat tentang hukum membaca surat al-Qur’an setelah al-Fatihah berdasarkan perbedaan riwayat hadits Abu Qatadah رضي الله عنه:
-
Apabila tertinggal dari imam sebanyak dua raka'at, maka dia menunaikannya setelah imam salam. Apabila shalatnya empat raka'at maka dua raka'at tersisa dilakukan sesuai dengan tata cara shalat pada raka'at ketiga dan keempat tanpa mengeraskan bacaan. Apabila pada shalat tiga raka'at seperti shalat Magrib disunnahkan mengeraskan bacaan al-Fatihah dan surat di raka'at yang dilakukan setelah imam salam, karena itu dianggap raka'at yang kedua bagi masbuq tersebut dan duduk tahiyat awal. Kemudian shalat untuk raka'at ketiga seperti biasanya dan salam..
-
Apabila tertinggal dari imam sebanyak tiga raka'at dalam shalat yang empat raka'at, maka dia menunaikannya tiga raka'at tersisa setelah imam salam. Menjadikan raka'at setelah imam salam sebagai raka'at kedua yang biasa dilakukan karena itu dianggap raka'at yang kedua bagi masbuq tersebut dan duduk tahiyat awal. Apabila tertinggal tiga raka'at dalam shalat Magrib maka masbuq melaksanakan shalat magrib seperti biasanya dan salam.
-
Apabila tertinggal dari imam sebanyak empat raka'at, maka dia menunaikan shalat secara utuh setelah imam salam.
-
Apabila Masbuq mendapati imam dalam keadaan ruku' atau sujud maka ia bertakbir takbiratul ihram lalu bertakbir lagi setelahnya dengan takbir pindah untuk ruku' atau sujud bersama imam. Apabila mendapatkan imam sedang duduk tahiyat awal atau duduk diantara dua sujud maka tidak bertakbir kecuali takbiratul ihram saja kemudian duduk bersama imam tanpa takbir dan jangan menunggu imam berdiri pada raka'at berikutnya untuk berjamaah dalam shalat.
-
Ketika berdiri untuk menyempurnakan shalat setelah imam salam, maka makmum yang masbuq bertakbir apabila mendapatkan bersama imam dua raka'at terakhir dari shalat yang empat raka'at atau yang tiga raka'at seperti Maghrib. Hal ini karena duduknya bersama imam dalam tahiyat sesuai dengan keharusannya. Apabila mendapatkan bersama imam dalam satu raka'at saja, maka yang masbuq tersebut bangun tanpa bertakbir, karena duduk tahiyatnya bersama imam tidak seharusnya dan dilakukan hanya untuk mengikuti dan menyesuaikan imam. Apabila mendapatkan bersama imam kurang dari satu raka'at seperti mendapati imam sedang sujud atau tahiyat akhir maka ia bangun dengan bertakbir, karena itu seperti pembuka shalatnya.
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ الصَّلَاةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
Siapa yang mendapati ruku' shalat bersama imam, maka ia mendapati shalat. (HR. Muslim, no. 162). Hal ini dikuatkan dengan riwayat Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya no. 1595 dengan lafaz:
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ الصَّلَاةِ فَقَدْ أَدْرَكَهَا قَبْلَ أَنْ يُقِيْمَ الإِمَامُ صُلْبَهُ
Siapa yang mendapati ruku' shalat maka ia mendapati shalat sebelum imam meluruskan tulang punggungnya.
Juga berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم :
إِذَا جِئْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ وَنَحْنُ سُجُودٌ فَاسْجُدُوا وَلَا تَعُدُّوهَا شَيْئًا وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
Jika kalian datang untuk shalat sedangkan kami sedang sujud maka sujudlah dan jangan menganggapnya satu raka'at, siapa yang mendapati ruku' maka ia mendapati shalat. (HR. Abu Dawud, no. 896 dan dinilai sebagai hadits hasan oleh al-Albani)
Hadits AbuBakrah رضي الله عنه berikut memperjelas masalah ini:
أَنَّ أَبَا بَكْرَةَ حَدَّثَ أَنَّهُ دَخَلَ الْمَسْجِدَ وَنَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَاكِعٌ قَالَ فَرَكَعْتُ دُونَ الصَّفِّ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلَا تَعُدْ
Sungguh Abu Bakrah telah menceritakan bahwa dia mendapati Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam keadaan ruku' lalu ia berkata, "Lalu akupun ruku' sebelum sampai masuk ke shaf, kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Semoga Allah menambah semangatmu dan jangan mengulanginya''."
Dari dalil ini terpahami, kalau orang masbuq yang dapat ruku' beserta imam tidak dianggap (satu raka'at), maka tentu Nabi صلى الله عليه وسلم telah memerintahkannya untuk mengganti raka'at itu. Akan tetapi tidak ada riwayat yang menerangkan perintah tersebut. Ini menunjukkan bahwa siapa saja yang dapat ruku bersama imam, maka dia telah mendapatkan (satu) raka'at.
Pendapat ini dirajihkan oleh Syaikh bin Baz رحمه الله dalam Majmu' Fatawa beliau (13/160-162).
إِذَا جِئْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ وَنَحْنُ سُجُودٌ فَاسْجُدُوا وَلَا تَعُدُّوهَا شَيْئًا وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
Jika kalian datang untuk shalat sedangkan kami sedang sujud maka sujudlah dan janganlah kalian menganggapnya satu raka'at, siapa yang mendapati ruku' berarti ia mendapati shalat (HR. Abu Dawud, no. 896 dan hadits ini dinilai sebagai hadits hasan oleh syaikh al-Albani)
فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
Yang kalian dapati maka shalatlah dan yang terlewatkan maka sempurnakanlah (HR. Al-Bukhari, no. 636)
Pada riwayat Mu'awiyah bin Hisyam dari Syaiban dengan lafadz: فَقْضُوا (mengqadha'nya).
Mayoritas Ulama memandang bacaan surat setelah al-Fatihah yang terlewatkan dalam
raka'at pertama harus diqadha' atau dibaca setelah al-Fatihah. Oleh karena itu
asy-Syaukani رحمه الله menukil pernyataan al-hafizh Ibnu Hajar رحمه الله dalam
Fat-hul Bari ketika menjelaskan pendapat ini. Beliau رحمه الله menyatakan, "Mayoritas
Ulama telah mengamalkan kedua lafazh ini. Mereka menyatakan bahwa apa yang
didapatkan bersama imam adalah awal shalatnya, namun ia mengqadha' bacaan surat
yang terlewatkan bersama ummul Qur'an (al-Fatihah) dalam shalat yang empat
raka'at (ar-ruba'iyah) dan tidak disunnahkan untuk mengulangi bacaan secara
keras (al-jahr) pada dua raka'at tersisa. Dasar argumentasi ini adalah
pernyataan Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه:
مَا أَدْرَكْتَ مَعَ الإِمَامِ فَهُوَ أَوَّلُ صَلاَتِكَ، وَاقْضِ مَا سَبَقَكَ بِهِ مِنَ الْقُرْآن
Yang kamu dapatkan bersama imam maka itu awal shalatmu dan qadha'-lah yang terlewatkan dari al-Qur’an. (HR. Al-Baihaqi)
Sedangkan pendapat Ishaq رحمه الله dan al-Muzani رحمه الله adalah tidak membaca kecuali al-Fatihah saja. al-Hafiz Ibnu Hajar رحمه الله berkata: Ini sesuai Qiyas.
HUKUM BERMAKMUM DENGAN MASBOQ
Terkadang ada kaum Muslimin yang tertinggal shalat berjamaah bersama imam lalu dia bermakmum kepada makmum yang masbuq. Jika memperhatikan praktik dilapangan, kita dapati kejadian ada tiga bentuknya:
-
Seorang yang belum shalat menjadikan masbuq sebagai imamnya.
-
Sebagian masbuq bermakmum dengan masbuq yang lainnya.
-
Orang muqim menyempurnakan shalatnya dengan menjadikan makmum lainnya sebagaimana apabila imam yang musafir telah salam.
Para ahli fikih berbeda pendapat tentang hukum bermakmum kepada orang yang masbuq menjadi dua pendapat:
Pendapat Pertama; Tidak boleh bermakmum kepada orang yang masbuq dan shalatnya tidak sah. Inilah pendapat mazhab Hanafiyah dan Malikiyah . Malikiyah memberikan perincian, yaitu tidak sah, apabila makmum yang dijadikan imam itu masbuqnya mendapatkan satu raka'at atau lebih bersama imam. Apabila mendapatkan kurang dari satu raka'at, maka shalatnya sah.
Dasar pendapat ini adalah:
-
Sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
-
Sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
-
Karena dalam praktik menjadikan orang yang masbuq menjadi imam ini terkandung perpindahan dari imam ke imam yang lain dan perpindahan tersebut tanpa ada udzur. Juga tidak mungkin berpindah dari yang rendah (yaitu makmum) ke yang lebih tinggi (yaitu sebagai imam). Kedudukan imam lebih tinggi daripada kedudukan makmum.
-
Karena praktik menjadikan orang yang masbuq menjadi imam ini tidak dikenal dan tidak masyhur di zaman salaf. Para Sahabat رضي الله عنهم, apabila tertinggal shalatnya, tidak pernah sepakat untuk salah seorang diantara mereka maju menjadi imam. Seandainya ini termasuk praktik yang dibenarkan dan baik, tentu mereka telah melakukannya.
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ
Imam dijadikan untuk diikuti maka jangan kalian menyelisihinya (Muttafaqun 'alaihi)
Makmum mengikuti imam, bukan diikuti. Seandainya makmum menjadi imam atau
dijadikan imam, maka apa yang disebutkan dalam hadits di atas tidak terwujudkan.
Karena Nabi صلى الله عليه وسلم menjadikan satu shalat antara makmum dan imam,
sehingga makmum tidak bisa menjadi imam dan makmum sekaligus dalam satu waktu.
الْإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ
Imam bertanggungjawab dan muadzin dipercaya. (HR. Abu Dawud, no. 517 dan at-Tirmidzi, no. 207. Hadits ini dinilai sebagai hadits shahih oleh Syaikh al-Albani)
Makmum masbuq yang ketinggalan membaca surat al-Fatihah dan berdiri ketika mendapatkan ruku' bersama imam, ditanggung oleh imam. Apabila demikian keadaan masbuq lalu bagaimana dengan orang yang berimam kepada Masbuq?
Ini diluar permasalahan yang dibahas, karena masbuq ketika imam telah salam menyempurnakan shalatnya dengan mengerjakan apa yang menjadi kewajibannya sehingga ia berada dalam hukum orang yang shalat sendirian. Dasarnya adalah bila masbuq lupa setelah imam selesai salam maka imam tidak menanggungnya.
Pendapat Kedua; Boleh bermakmum kepada orang yang masbuq dan sah shalatnya. Inilah satu pendapat dalam madzhab asy-Syafi'iyah dan pendapat yang paling sah dalam madzhab hanabilah serta dirajihkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Dasar pendapat ini adalah:
-
Hadits Ibnu Abbas رضي الله عنه yang berbunyi:
-
Hadits Anas bin Malik رضي الله عنه yang berbunyi:
-
Hadits 'Aisyah رضي الله عنها tentang Rasulullah yang datang ke masjid saat sakit keras, sementara Abu Bakr رضي الله عنه sedang mengimami para Sahabat رضي الله عنهم. Hadits itu berbunyi:
-
Atsar Amru bin Maimun رحمه الله dalam kisah terbunuhnya Umar bin al-Khathab dalam kisah itu disebutkan:
-
Berdalil dengan keumuman dalil-dalil keutamaan shalat berjama'ah.
نِمْتُ عِنْدَ مَيْمُونَةَ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي فَقُمْتُ عَلَى يَسَارِهِ فَأَخَذَنِي فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ
Aku tidur dirumah Maimunah dan Nabi صلى الله عليه وسلم sedang berada bersamanya malam tersebut, lalu Beliau صلى الله عليه وسلم berwudhu kemudian bangun shalat. Kemudian aku berdiri disebelah kiri Beliau صلى الله عليه وسلم namun Beliau menarikku dan menjadikan ku di sebelah kanan Beliau صلى الله عليه وسلم. (Muttafaqun 'alaihi)
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي رَمَضَانَ فَجِئْتُ فَقُمْتُ إِلَى جَنْبِهِ وَجَاءَ رَجُلٌ آخَرُ فَقَامَ أَيْضًا حَتَّى كُنَّا رَهْطًا فَلَمَّا حَسَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّا خَلْفَهُ جَعَلَ يَتَجَوَّزُ فِي الصَّلَاةِ
Rasulullah صلى الله عليه وسلم shalat di Ramadhan, lalu aku datang dan berdiri disamping Beliau صلى الله عليه وسلم dan datang orang lain lalu berdiri juga hingga kami berombongan. Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم merasa bahwa kami dibelakangnya maka Beliau صلى الله عليه وسلم memperingan shalatnya. (HR. Muslim, 2/755 no. 1104)
Mereka menyatakan bahwa dua hadits ini berisi dalil tentang orang yang shalat sendirian itu sah bila berubah statusnya menjadi imam. Ini sama dengan orang yang masbuq ketika menyempurnakan kekurangan shalatnya. Ketika itu ia berada pada hukum orang yang shalat sendirian, sehingga kalau dijadikan imam, maka keimamannya sah.
فَلَمَّا دَخَلَ الْمَسْجِدَ سَمِعَ أَبُو بَكْرٍ حِسَّهُ ذَهَبَ يَتَأَخَّرُ فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُمْ مَكَانَكَ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى جَلَسَ عَنْ يَسَارِ أَبِي بَكْرٍ قَالَتْ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ جَالِسًا وَأَبُو بَكْرٍ قَائِمًا يَقْتَدِي أَبُو بَكْرٍ بِصَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَقْتَدِي النَّاسُ بِصَلَاةِ أَبِي بَكْرٍ
Ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم masuk masjid, Abu Bakr رضي الله عنه mendengar gerakannya lalu mundur, kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم memberi isyarat untuk tetap ditempatnya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم datang hingga duduk disebelah kiri Abu Bakr. Lalu RasuluUah صلى الله عليه وسلم menjadi imam dalam keadaan duduk sedangkan abu Bakr berdiri. Abu Bakar رضي الله عنه mengikuti shalat Nabi صلى الله عليه وسلم dan orang-orang mengikuti shalat Abu Bakar. (Muttafaqun 'alaihi).
Perpindahan dari imam kepada imam lain sudah ada dalam sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم seperti dalam kisah Abu Bakr رضي الله عنه bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم, ketika Abu Bakr berpindah dari posisi beliau sebagai imam berubah menjadi makmum dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjadi imam setelah Abu Bakr رضي الله عنه menjadi imam sebelumnya. Berdasarkan ini, berarti keimaman orang yang masbuq itu sah karena mirip dengan hal itu dan perpindahan status imam tidak merusak shalat.
وَتَنَوَلَ عُمَرُ يَدَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَدَّمَهُ
Umar رضي الله عنه menarik tangan Abdurrahman bin 'Auf رضي الله عنه dan menyuruhnya maju (HR. Al-Bukhari, no. 3700)
Abdurrahman bin Auf رضي الله عنه menyempurnakan shalat sebagai imam. Peristiwa ini terjadi dihadapan para Sahabat dan yang lainnya dan tidak ada seorangpun yang mengingkarinya, sehingga itu seperti sebuah ijma'.
Hadits ini berisi dalil tentang sahnya shalat dengan dua imam. Kadang makmum menjadi imam, sebagaimana dalam kisah Umar bin Khathab رضي الله عنه di atas.
PENDAPAT YANG RAJIH
Setelah melihat dalil-dalil yang mendasari pendapat-pendapat di atas, didapatkan dasar pendapat pertama adalah keterkaitan shalat masbuq dengan shalat imamnya dan makmum tidak bisa jadi imam. Padahal jelas bahwa makmum setelah imam selesai dihukumi sebagai orang yang shalat sendirian. Dengan demikian maka pendapat kedua yang membolehkan lebih kuat, sehingga ini dirajihkan Syaikh bin Baz رحمه الله dan Syaikh Muhammad bin Salih al-Utsaimin رحمه الله.
Namun perlu dilihat kembali dalil pendapat pertama yang cukup kuat yaitu perbuatan tersebut tidak pernah diceritakan dari kalangan para Sahabat رضي الله عنهم, padahal mereka adalah orang yang paling semangat dalam mengamalkan kebaikan dan menghadiri shalat berjamaah. Oleh karena itu Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله mengingatkan hal ini dalam pernyataan beliau, "Yang rajih itu sah, namun menyelisihi yang lebih utama. Maksudnya lebih dekat kepada bid'ah daripada ke sunnah; karena para Sahabat tidak pernah melakukannya.
Dahulu seorang ketinggalan shalatnya lalu bangun menyempurnakannya sendirian.
Kemudian (menjadikan orang yang masbuq menjadi imam-red) ini juga akan
menimbulkan rangkaian yang terus menerus, sehingga orang yang masuk shalat (terlambat,
dia akan shalat-red) bersama orang masbuq yang menyempurnakan shalatnya. Lalu
orang tersebut menyempurnakan kekurangannya, kemudian masuk orang lain lagi dan
shalat bersamanya dan begitu seterusnya. Kalau sudah demikian maka nampak ini
jadi sebuah kebid'ahan.
Wallahu a'lam.[]
1.Lihat Hasyiyah Ibnu Abidin, 1/400.
2.Lihat Majmu fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Syaikh bin Baz, 12/173.
3.Silakan merujuk Silsilah al-Ahadits as-Shahihah, 230.
4Nailul Author, 3/161.
5 Fathul Qadir, 1/227 dan al-Bahrur Ra`iq, 1/383.
6 Asy-Syarhu al-Kabir ad-Dardiri, 1/327 dan Mawahib al-Jalil 4/489.
7Tuhfatul Muhtaj al-Haitsami 8/361 dan Nihayatul Muhtaj 2/233.
8Al-Mubdi', 1/424 dan Majmu' al-Fatawa 23/382.
9.Lihat al-Mughni (1/779).
10.Majmu' Fatawa bin Baz 12/148.
11.asy-Syarhul Mumti' 2/317.
12. Liqa Al-Bab al-Maftuh 12/316.
Publication : 1437 H_2016 M
MASBUQ DALAM SHALAT
Oleh : Ustadz Kholid Syamhudi حفظه الله
Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 06 Tahun XX_1437 H/2016 M
Di Kutib dari ; e-Book www.ibnumajjah.com
author; Rachmat. Flimban

Posting Komentar