Keistimewaan Rasulullah Muhammad SAW Bag 1
Written By Rachmat.M.Flimban on 28 Mei 2022 | 5/28/2022 08:33:00 PM
Keistimewaan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (Bag. 1)
by dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya, yaitu: Menggunakan kodew Warna; swar " hitam, pemarah, kehitam-hitaman
Keistimewaan pertama, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi yang paling agung dan memiliki kedudukan paling tinggi di sisi Allah Ta’ala
Keistimewaan pertama, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi yang paling agung dan memiliki kedudukan paling tinggi di sisi Allah Ta’ala
Sesungguhnya Allah Ta’ala telah melebihkan atau mengistimewakan sebagian Rasul-Nya di atas sebagian Rasul yang lain. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِّنْهُم مَّن كَلَّمَ اللّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ
“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat.” (QS. Al-Baqarah: 253)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَى بَعْض
“Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain).” (QS. Al-Isra’: 55)
Allah Ta’ala telah menjadikan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai Nabi dan Rasul yang paling agung. Dalam hadis tentang syafaat, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,
أَنَا سَيِّدُ النَّاسِ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Aku adalah pemimpin seluruh manusia pada hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 4712 dan Muslim no. 194)
Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para Nabi, imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa, dan pemimpin para Rasul.” (Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah, hal. 38)
Al-Ajuri rahimahullah berkata, “Ketahuilah, semoga Allah merahmati kami dan kalian, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memuliakan Nabi-Nya Muhammad dengan kemuliaan yang tertinggi, menyifati beliau dengan p>sifat yang paling baik, menggambarkan beliau dengan karakter yang paling indah, dan mendudukkannya pada kedudukan yang tertinggi.” (Asy-Syari’ah, 3: 1386)
Ibnu Abil ‘Iz Al-Hanafi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu mengabarkan kepada kita bahwa beliau adalah pemimpin anak keturunan Adam hanyalah karena kita tidak mungkin mengetahui hal itu, kecuali melalui berita yang disampaikan oleh beliau sendiri. Hal ini karena tidak ada lagi Nabi sepeninggal beliau yang akan mengabarkan kepada kita agungnya kedudukan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam di sisi Allah. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada kita tentang keutamaan para Nabi sebelum beliau, shallallahu ‘alaihim ajma’in.” (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 164)
Baca Juga; Bagaimankah Al-Qur'an Turun kepada Nabi Muhammag?
Keistiwaan kedua, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia dan bangsa jin sekaligus
Sesungguhnya risalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam itu bersifat umum, ini termasuk salah satu keistimewaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Risalah yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam itu memiliki dua keumuman:
Pertama, umum ditinjau dari kepada siapa risalah tersebut ditujukan. Risalah beliau mencakup seluruh manusia dan jin, tidak ada satu pun pengecualian.
Kedua, umum ditinjau dari kandungan risalah yang dibawa, karena mencakup semua yang dibutuhkan oleh umatnya, baik dari sisi pokok (ushul) maupun cabang (furu’) dalam agama.Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’: 28)
Qatadah rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala mengutus Muhammad kepada bangsa Arab dan bangsa non-Arab. Yang paling mulia di antara mereka adalah yang paling taat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Tafsir Ath-Thabari, 20: 405
Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala mengatakan, ‘Tidaklah Kami mengutusmu wahai Muhammad hanya kepada orang-orang musyrik dari kaummu saja. Akan tetapi, Kami mengutusmu kepada umat manusia seluruhnya, baik bangsa Arab ataupun bangsa non-Arab, sebagai pembawa berita bagi siapa saja yang taat kepadamu, dan sebagai pemberi peringatan bagi siapa saja yang mendustakanmu. Akan tetapi, kebanyakan manusia tiada mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala mengutusmu kepada seluruh umat manusia.’” (Tafsir Ath-Thabari, 20: 405)
Allah Ta'ala berfirman
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعاً
Katakanlah, ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.’” (QS. Al-A’raf: 158)
Baca Juga; Ciri Khas Umat Muhammad pada Hari Kiamat: Ghurrah dan Tahjiil
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Seruan ini ditujukan kepada bangsa Arab maupun non-Arab, ‘Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua’, maksudnya seluruh manusia. Ini merupakan kemuliaan dan keagungan beliau shallallahu ‘laihi wasallam, bahwa beliau adalah penutup para Nabi, dan sesungguhnya beliau diutus kepada seluruh umat manusia.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3: 489)
Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah berkata menegaskan keistimewaan ini, “Dan beliau diutus kepada seluruh jin dan manusia dengan membawa kebenaran dan petunjuk, (dan dengan membawa) cahaya dan penerang.” (Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 39)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam itu diutus kepada ‘ats-tsaqolain’ (dua golongan, yaitu jin dan manusia, pent.) berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.” (Majmu’ Al-Fataawa, 11: 303)
Adapun para Nabi yang lain; risalah mereka hanya khusus di tujukan kepa kamumnya saja Sebagaimana firman Allah Ta'ala,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلاَّ بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ
و“Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya dia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.” (QS. Ibrahim: 4)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah sunnatullah yang berlaku bagi makhluk-Nya, bahwa sesungguhnya Allah tidaklah mengutus seorang Nabi kepada suatu kaum, kecuali dengan bahasa mereka. Maka setiap Na bi hanya khusus menyampaikan risalahnya kepada umatnya saja, tidak kepada selain mereka. Sedangkan Muhammad bin Abdillah memiliki keistimewaan bahwa risalahnya mencakup seluruh umat manusia.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4: 477)
Di antara dalil yang menguatkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
“Para nabi diutus khusus untuk kaumnya, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia.” (HR. Bukhari no. 335)
Juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini, baik Yahudi dan Nasrani, mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim no. 153)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga diutus kepada golongan jin. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَراً مِّنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِم مُّنذِرِين
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur’an, maka ketika mereka menghadiri pembacaannya, mereka berkata, ‘Diamlah kamu (untuk mendengarkannya).’ Ketika pembacaan telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.”
قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَاباً أُنزِلَ مِن بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Mereka berkata, “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.”
يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
“Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih.”
وَمَن لَّا يُجِبْ دَاعِيَ اللَّهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِي الْأَرْضِ وَلَيْسَ لَهُ مِن دُونِهِ أَولِيَاء أُوْلَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah, maka dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahqaf: 29-32)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kaum muslimin bersepakat bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus kepada jin dan manusia. Sesungguhnya wajib atas bangsa jin untuk taat kepada beliau, sebagaimana umat manusia juga wajib taat kepada beliau.” (Thariqul Hijratain, hal. 417)
Baca Juga: Membenci dan Mengolok-olok Syariat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ketika menjelaskan surah Al-Ahqaf ayat 31, Syekh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Pemahaman langsung (baca: manthuq) dari ayat ini adalah bahwa siapa saja yang menerima seruan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan beriman kepadanya dan beriman kepada ajaran kebenaran yang beliau bawa, maka Allah akan mengampuni dosanya dan melepaskannya dari azab yang pedih. Adapun pemahaman kebalikan (baca: mafhum mukhalafah) dari ayat ini bahwa siapa saja dari bangsa jin yang tidak menerima seruan beliau, tidak beriman kepadanya, maka Allah tidak mengampuninya dan tidak melepaskannya dari azab yang pedih, bahkan Allah akan menazabnya dan memasukkannya ke dalam neraka. Pemahaman ini dijelaskan dengan gamblang di ayat yang lain,
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأَمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan, sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS. Huud: 119)
وَلَكِنْ حَقَّ الْقَوْلُ مِنِّي لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Akan tetapi, telah tetaplah perkataan dari-Ku, ‘Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.’” (QS. As-Sajdah: 13) (Adhwaul Bayaan, 7: 226)
Risalah dari Yaman, Mungkin Ini Lebih Baik
Written By Rachmat.M.Flimban on 13 November 2018 | 11/13/2018 08:32:00 PM
Kisah Dari Yaman, Mungkin Ini Lebih Baik Oleh Ustadz Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai Pertengahan awal bulan Agustus 2007. Satu rombongan kecil,hanya satu mobil,bergerak menjauh meninggalkan sebuah hotel di Shan’a,ibukota Yaman. Tujuan mereka adalah bandara internasional Yaman.Sebab,ada empat orang yang akan terbang menuju Indonesia,kampung halaman masing-masing. Setibanya di bandara,setelah urus sana urus sini,ternyata rombongan kecil tersebut tidak memperoleh ijin untuk masuk bandara.Karena,satu dan lain halnya,tentunya. Sungguh kecewa berpadu dengan kesedihan. Ingin rasanya hari itu juga terbang dan tiba di Indonesia namun pesawat yang akan kami naiki justru telah terbang menembus awan-awan tipis di Shan’a. Seorang kawan dari Yaman yang turut menemani, kemudian berusaha meneduhkan hati,”Bersabarlah.Mungkin,ini lebih baik!” |
Lalu sang kawan pun menceritakan sebuah kisah nyata tentang saudaranya. Kejadiannya sama persis dengan kejadian “pahit” yang baru saja kamu alami ; rencana penerbangan yang gagal. Namun,beberapa waktu selanjutnya tersiar berita jika pesawat yang akan saudaranya naiki mengalami kecelakaan. Allahu Akbar! Cerita sang kawan dari Yaman tadi lalu seolah menjadi pegangan hidup kala muncul goncangan-goncangan dalam langkah kehidupan. Mungkin,ini lebih baik! Pembaca,rahimakallahu… Inilah kehidupan dunia! Terkadang kenyataan tak seindah angan-angan. Ada sebuah keinginan indah –menurut kita- yang diharap-harap untuk terwujud namun keinginan tersebut juga tak kunjung tiba. Ada juga sesuatu yang coba kita hindari karena buruk –masih menurut kita- malah terjadi. Memang,terkadang kenyataan tak seindah angan-angan. Masihkah Anda mengingat apa yang terjadi dalam peristiwa Hudaibiyah? Kala umat Islam yang dipimpin langsung oleh Rasulullah mengadakan perjanjian bersejarah bersama kaum musyrikin Quraisy? Ada beberapa butir perjanjian –dzahirnya demikian- sangat merugikan kaum muslimin. Sampai-sampai Umar bin Khatab menemui Rasulullah dan menyatakan,”Bukankah Anda adalah nabi Allah? Bukankah kita di atas kebenaran sementara mereka di atas kebatilan? Bukankah yang mati dari kita masuk surga sementara yang mati dari mereka masuk neraka?” Rasulullah dengan tegas menjawab, يَا ابْنَ الْخَطَّابِ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ وَلَنْ يُضَيِّعَنِي اللَّهُ أَبَدًا ”Wahai putra Al Khatab,sesungguhnya aku adalah utusan Allah.Dan Allah tidak akan mungkin mensia-siakan aku”[1] Dan,subhanallah… Perjanjian Hudaibiyah ternyata menjadi sebuah pendahuluan untuk menatap sebuah kemenangan besar. Perjanjian Hudaibiyah adalah titik kilas balik dari karunia Allah untuk kemudian disempurnakan dengan jatuhnya kota Mekkah ke pangkuan kaum muslimin. Melalui perjanjian Hudaibiyah,kaum muslimin dapat menyampaikan dakwah dan memperdengarkan Al Qur’an kepada orang-orang kafir. Lalu banyaklah yang kemudian tertarik lalu masuk Islam. Pembaca,hafidzakallahu… Justru yang terpenting adalah keyakinan kita,sebagai hamba, jika segala sesuatunya hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Adapun kita sangatlah terbatas kemampuan dan pengetahuannya.Sudut pandang kita dalam menilai sangatlah sempit. Terkadang –dengan sudut pandang kita yang sempit- menilai sesuatu sangat baik dan indah untuk kita.Padahal belum tentu,bukan? Kadang pula masih dengan sudut pandang sempit kita- menghukumi sesuatu sebagai hal yang buruk dan merugikan.Padahal belum tentu! Sebab,baik dan buruk atau indah dan pahit hanya Allah yang menentukan. Inilah salah satu pelajaran penting dari kisah penciptaan Adam sebagai khalifah di atas muka bumi. Saat itu Allah menyampaikan kepada para malaikat akan kehendak Nya ; mengangkat seorang khalifah di atas muka bumi. Para malaikat,dengan segala penghormatan dan pengagungan,menyatakan ; “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau” Allah menjawab dengan firman Nya: إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. 2:30) Pembaca, baarakallahu fiik… Seharusnya,ayat di atas selalu teringat di saat kita berharap untuk meraih impian atau berharap terhindar dari kepahitan. Ingatlah selalu! Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang tidak kita ketahui. Yakinlah selalu! Segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Cepat atau lambat hikmah dan rahasia itu akan tersingkap.Sekalipun tidak di dunia fana,tentu di akhirat sana. Siapa yang tak ingin harta? Tiap-tiap jiwa yang mampu bernafas tentu sangat tertarik dengan harta. Usaha demi usaha lalu dilanjutkan lagi dengan usaha,ternyata harta belum juga diraih. Hidup dalam kefakiran dan kekurangan. Siapa yang tak ingin kaya? Siapa pula yang ingin hidup menderita? Berbaiklah prasangka dengan kefakiran Anda! Mungkin,itu lebih baik! Hiburlah hati dengan mendengar sabda Nabi, اِثْنَتَانِ يَكْرَهُهُمَا ابْنُ آدَمَ المَوْتُ وَالمَوْتُ خَيْرٌ مِنَ الفِتْنَةِ وَيَكْرَهُ قِلَّةَ المَالِ وَقِلَّةُ المَالِ أَقَلُّ لِلْحِسَابِ “Ada dua hal yang tidak disuka manusia.Kematian,padahal kematian lebih baik daripada ujian akan agama.Kurang harta,padahal sedikit harta akan lebih mempermudah dalam hisab”[2] Hiburlah hati dengan mendengar firman Allah, وَلَوْ بَسَطَ اللهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي اْلأَرْضِ وَلَكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّايَشَآءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran.Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat (QS. 42:27) Ya…mungkin,ini lebih baik! Belum tentu jika kita berharta,kita akan mampu menggunakannya di jalan Allah. Barangkali jika berharta,kita justru lupa dan lalai dari Nya. Pembaca,rahimakallahu… Demikianlah sikap dan karakter seorang muslim! Menyerahkan dan pasrah dengan sepenuh hati dengan keputusan Allah.Kita hanya berencana dan Allah yang mengatur. Kita ingin ini ingin itu,berharap ini juga berharap itu .Sangat banyak keinginan kita. Kita pun tidak ingin begini tidak ingin begitu,tidak mau ke sana tidak mau ke sini.Banyak hal yang tidak kita inginkan. Namun,camkanlah dengan kuat ayat Allah berikut ini, وَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرُُ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. 2:216) Syaikh As Sa’di menerangkan ayat ini, “Ayat-ayat ini berlaku secara umum. Perbuatan-perbuatan kebaikan,yang tidak disuka oleh jiwa karena dirasa berat,sesungguhnya adalah kebaikan,tanpa ada keraguan sedikit pun. Demikian pula,amalan-amalan buruk,walau disenangi oleh jiwa karena ada bayangan semu akan ketenangan dan kelezatan,sesungguhnya adalah kejahatan,tanpa ada sedikit pun keraguan.” Adapun urusan dunia tidak selamanya demikian. Terkadang, seorang hamba mukmin jika ia menginginkan sesuatu lalu Allah menghadirkan sebuah sebab yang menghalangi dirinya untuk meraih apa yang ia harapkan,justru hal itu lebih baik untuknya. Semestinya,ia malah bersyukur dan meyakini bahwa keputusan yang terjadi adalah lebih baik. Sebab,hamba mukmin sangat meyakini jika Allah lebih mengasihi dirinya dibandingkan ia terhadap dirinya sendiri.Ia pun yakin jika Allah Maha Tahu dan Maha Mampu untuk memberikan yang terbaik untuknya”[3] Pembaca,hafidzakallahu… Jelasnya,tugas hamba adalah berusaha dan berikhtiar. Tidak lupa ia hiasi dengan doa dan permohonan kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Kemudian,apapun keputusan dari Nya,setiap hamba harus berprasangka baik. Mungkin,ini lebih baik! Rasulullah bersabda, احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ “Semangatlah! Untuk meraih hal-hal bermanfaat bagi dirimu.Mohonlah pertolongan selalu kepada Allah.Jangan merasa lemah![4] Mudah-mudahan kita selalu berada di dalam lingkaran ridha dan sabar atas ketentuan-ketentuan Allah Ta’ala.Sedih dan kecewa lumrah saja jika muncul karena harapan yang “belum” terwujud.Namun,sedih dan kecewa itu hanyalah sementara.Tidak akan berkepanjangan. Sebab kita yakin ; mungkin,ini lebih baik! Wallahu a’lam Catatan Kaki; [1] Bukhari (10/210) Muslim (2/141) dari sahabat Sahl bin Hunaif [2] Hadits Mahmud bin Labid riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani [3] Tafsir As Sa’di [4] Hadits Abu Hurairah riwayat Muslim Dinukil dari; "Salafy.or.id" |
Kisah, Mengenal Ikhwalnul Muslimin
Written By Rachmat.M.Flimban on 15 Juli 2017 | 7/15/2017 08:23:00 PM
Mutiara Kisah, Dajjal Malapetaka Akhir Zaman
Written By Rachmat.M.Flimban on 19 Mei 2017 | 5/19/2017 01:25:00 PM
Dajjal Malapetaka Akhir Zaman Mutiara Kisah By, Ustadz Ubu Faiz al-Atsari خفظه الله Kisah ini merupakan sebagian gambaran kehidupan akhir zaman, yang bersumber dari Rosululloh صلى الله عليه وسلم, sehingga tidak diragukan lagi kebenarannya dan pasti akan terjadi, maka mengimaninya adalah suatu kewajiban mutlak bagi setiap mukmin yang bersaksi bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah hamba dan utusan Alloh سبحانه و تعالى. Orang-orang yang cerdik dan pandai, akan selalu mengambil pelajaran dari semua hal ini. Kisah ini mengandung beberapa faidah berharga, di antaranya: 1. Kisah ini menunjukkan keutamaan kota Damaskus yang mana Nabiyulloh Isa عليه السلام akan turun di tempat tersebut. Berkata al-Imam Nawawi رحمه الله: "Dan menara putih itu sekarang sudah ada yaitu di sebelah timur kota Damaskus." (Lihat Tuhfatul Ahwadzi 6/414) 2. Dajjal adalah salah satu dari makhluk ciptaan Alloh عزّوجلّ yang akan muncul di akhir zaman sebagai pertanda dekatnya kiamat. Adapun sebagian sifat Dajjal, telah disebutkan Nabi صلى الله عليه وسلم dalam sebuah hadits: أَنَّهُ سُئِلَ عَنِ الدَّجَّالِ فَقَالَ: أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ ، أَلاَ وَإِنَّ أَعْوَرُ عَيْنُهُ الْيُمْنَى، كَأَنَّهَا عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ Bahwasannya beliau صلى الله عليه وسلم ditanya tentang Dajjal, maka beliau صلى الله عليه وسلم menjawab: "Ketahuilah bahwa Robb kalian tidaklah juling, dan ketahuilah bahwa Dajjal juling matanya yang sebelah kanan, seolah-olah biji matanya seperti anggur yang menonjol." (HR. at- Tirmidzi 2342) 3. Menunjukkan keutamaan Surat al-Kahfi, yang dapat menjadi benteng dari fitnah Dajjal berdasarkan Nash dari Nabi صلى الله عليه وسلم. Berkata at-Tiibi رحمه الله: "Membaca permulaan surat al-Kahfi merupakan jaminan keamanan dari fitnah Dajjal." (Lihat Tuhfatul Ahwadzi 6/419) 4. Kiamat tidak akan tegak kecuali pada sejelek-jelek manusia, yaitu tatkala semua manusia yang memiliki keimanan telah di wafatkan oleh Alloh سبحانه و تعالى dengan dihembuskannya angin yang sangat lembut, sehingga hanya tersisa orang-orang Musyrik Kafir yang sangat buruk keadaannya, hingga dikisahkan bahwa mereka berani terang-terangan mengumpuli istri-istri mereka di tempat umum layaknya khimar tanpa rasa malu sedikitpun. Na'udzu billah. Hal ini secara jelas disebutkan dalam hadits Abu Mas'ud رضي الله عنه beliau mengatakan: لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ عَلَى شِرَارِ النَّاسِ “Tidaklah akan tegak hari kiamat kecuali atas sejelek-jelek manusia.” (HR. Muslim 2949) Dan dalam hadits Anas رضي الله عنه, Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لاَ يُقَالَ فِى الأَرْضِ اللَّهُ اللَّهُ “Tidaklah akan tegak hari kiamat, sampai sudah tidak diucapkan lagi kalimat Alloh, Alloh di muka bumi ini.” (HR. Muslim 148 dan at-Tirmidzi 2207) 5. Kebenaran dan orang-orang yang membawanya akan senantiasa ada sampai Alloh mewafatkan mereka semua kelak di akhir zaman, dengan dihembuskannya angin yang sangat lembut yang dengannya Alloh عزّوجلّ mewafatkan semua manusia yang masih memiliki keimanan di dada-dada mereka. Dalam sebuah hadits, Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى ظَاهِرِيْنَ عَلَى اْلحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ وَلاَ مَنْ خَذَلَـهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ عَلَى كَذَلِكَ “Akan senantiasa ada suatu kaum dari umatku yang menang di atas kebenaran, tidak ada yang me- madhorotkan mereka orang yang menyelisihi mereka, tidak pula ada yang merendahkan mereka sampai datang perkara Alloh sedang mereka tetap di atasnya" (HR. Bukhori- Muslim) 6. Kisah di atas menunjukkan kasih sayang dan kelembutan Rosululloh صلى الله عليه وسلم kepada kaum muslimin, dimana beliau selalu berwasiat dan memberikan peringatan kepada umatnya, agar tetap kokoh di atas aqidah yang benar sekalipun fitnah yang begitu besar tengah melanda dan menyerang keimanan mereka. Seandainya fitnah itu datang ketika Rosululloh صلى الله عليه وسلم berada di tengah-tengah mereka, maka beliaulah yang akan menghadapinya, Namun beliau adalah manusia seperti yang lain, yang akan mengalami kematian. Karena itulah, setiap orang wajib menjaga dirinya sendiri, dan Alloh akan menjadi penolong bagi setiap muslim. 7. Apabila penduduk bumi mau beriman dan kembali kepada ajaran al-Qur'an yang sesungguhnya, maka dengan izin Alloh bumi tempat tinggal kita akan mengeluarkan keberkahannya dan akan dibukakan pula keberkahan dari langit, karena segala sesuatu yang ada di dunia ini disediakan untuk hamba Alloh dalam rangka beribadah kepada-Nya semata. Alloh سبحانه و تعالى berfirman: وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi (QS al-A'rof [7]: 96) Inilah beberapa faidah yang terdapat dalam kisah ini. Kita berlindung kepada Alloh dari buruknya fitnah Dajjal dan semoga Alloh memantapkan kita di jalan yang lurus ini. Wallohul a'lam wa Huwal Muwaffiq.[] |