Penjelsan Hadits Doa Rasulullah Bagi Para Pemimpin
Written By Rachmat.M.Flimban on 28 November 2020 | 11/28/2020 09:40:00 PM
MANHAJ
Penjelasan Hadits Doa Rasulullah Bagi Para Pemimpin
Terdapat sebuah hadits yang di dalamnya Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam mendoakan keburukan dan kebaikan bagi para pemimpin, yaitu hadits dari 'Aisyah radhiallahu'anha, Nabi Shallahu'alaihi Wasallam bersabda,
اللَّهُمَّ، مَن وَلِيَ مِن أَمْرِ أُمَّتي شيئًا فَشَقَّ عليهم، فَاشْقُقْ عليه، وَمَن وَلِيَ مِن أَمْرِ أُمَّتي شيئًا فَرَفَقَ بهِمْ، فَارْفُقْ بهِ
Pertama, para ulama, seperti Syaikh Shalih Al Fauzan, Syaikh Abdul Azizi bin Baz, Syaikh Muhammad bib Shalih Al Utsaimin, Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili, dan para ulama sunnah lainnya, ketika menjelaskan hadits ini, penjelasan mereka tidak lepas dari;
- Hadits ini adalah ancaman bagi para pemimpin yang zalim kepada rakyatnya.
- Hadits ini adalah motivasi bagi para pemimpin untuk menyayangi rakyatnya,
- Hadits ini menunjukan al jaza' min jinsil 'amal, balasan sesuai dengan perbuatan.
- Hadits ini menunjukkan sayangnya Rasulullah kepada Umatnya.
Intinya, hadits ini adalah salah satu dari dalil wa'id (ancaman) bagi para pemimpin (secara umum) yang tidak menjalankan amanah dengan baik. Dan dalil-dalil ancaman bagi pemimpin itu banyak sekali.
Tidak hanya hadits ini.
Diriwayatkan dalam Shahih Ibnu Khuzaimah (3/192) juga pada kitab Musnad Imam Ahmad (2/246,254),
"Dari Abu Hurairah; Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam naik mimbar lalu lalu bersabda; Amin, Amin, Amin'.
Para sahabat bertanya;
'Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ', maka kukatakan, 'Amin', kemudian Jibril berkata lagi,'
(Dihasankan oleh Al Haitsami dalam Majma' Az Zawaid (8/142), Juga oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Al Qaulul Badi' (212), juga oleh Al Albani di Shahih At Targhib (1679.)
- Orang yang tidak mendapat ampunan di bulan Ramadhan.
- Anak yang tidak berbakti kepada orang tua.
- Orang yang tidak bershalawat ketika disebut nama Nabi.
- Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mencela perbuatan secara umum, bukan individu secara mu’ayyan (spesifik). Perlu kehati-hatian menerapakan hukum yang umum kepada individu secara spesifik.
- Andaikan ada yang melakukan perbuatan-perbuatan tersebut, bukan berarti boleh kita cela di depan umum. Namun kita nasehati secara pribadi dengan cara yang baik.
Jihad dan Kepahlawanan dalam Islam
Written By Rachmat.M.Flimban on 11 Januari 2019 | 1/11/2019 08:51:00 PM
Jihad dan Kepahlawanan dalam Islam (Tafsir QS. At-Taubah [9]: 86-89) |
وَإِذَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ أَنْ آمِنُوا بِاللَّهِ وَجَاهِدُوا مَعَ رَسُولِهِ اسْتَأْذَنَكَ أُولُو الطَّوْلِ مِنْهُمْ وَقَالُوا ذَرْنَا نَكُنْ مَعَ الْقَاعِدِينَ . رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ . لَكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَأُولَئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ . أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ “Dan apabila diturunkan suatu surah (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): ‘Berimanlah kalian kepada Allah dan berjihadlah bersama Rasul-Nya’, niscaya orang-orang yang memiliki kemampuan di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: ‘Biarkanlah Kami berada bersama orang-orang yang duduk’ [86]. Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang, dan hati mereka telah dikunci mati, maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad) [87]. Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka, dan mereka Itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung [88]. Allah telah menyediakan bagi mereka syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar [89]. (QS. At-Taubah [9]: 86-89) Surah At-Taubah merupakan surah yang banyak bercerita tentang peperangan dan keadaan orang-orang yang terlibat di dalamnya, termasuk empat ayat yang disebutkan di atas. Imam ath-Thabari (w. 310 H) berkomentar tentang ayat ke 86, “Allah ta’ala berfirman, dan apabila diturunkan kepadamu wahai Muhammad satu surah dalam Al-Qur’an yang menyeru orang-orang munafiq, aaminuu billaah, yaitu benarkanlah Allah, dan wa jaahiduu ma’a rasuulih, yakni perangilah orang-orang musyrik bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang-orang yang memiliki kekayaan dan harta di antara mereka meminta izin kepadamu untuk tidak ikut berperang dan tetap tinggal bersama keluarga mereka. Mereka berkata kepadamu, tinggalkanlah kami, kami duduk-duduk saja di rumah bersama orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan orang-orang yang tidak memiliki kemampuan melakukan safar bersamamu.”[1] Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, berdasarkan riwayat ath-Thabari, menyatakan bahwa uulu ath-thawl bermakna orang-orang yang kaya. Ibn Ishaq menyebutkan di antara mereka adalah ‘Abdullah ibn Ubay dan al-Jadd ibn Qays.[2] Ayat ke 87, menurut Imam Ibn Katsir (w. 774 H), merupakan pengingkaran dan celaan Allah ta’ala kepada orang-orang yang mundur dari peperangan, dari kalangan munafiqin. Orang-orang munafiq tersebut rela berada dalam kehinaan dan berdiam diri di rumah-rumah mereka bersama kaum wanita[3]. Di masa peperangan, orang-orang munafiq ini merupakan orang-orang yang paling pengecut, sedangkan di masa aman, mereka adalah orang yang paling banyak omongannya, sebagaimana firman Allah ta’ala dalam surah Al-Ahzab [33] ayat 19: فَإِذَا جَاءَ الْخَوْفُ رَأَيْتَهُمْ يَنْظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَالَّذِي يُغْشَى عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ فَإِذَا ذَهَبَ الْخَوْفُ سَلَقُوكُمْ بِأَلْسِنَةٍ حِدَادٍ Artinya: “Maka apabila datang ketakutan (karena perang), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencacimu dengan lidah yang tajam.” Hati mereka dikunci oleh Allah ta’ala karena penolakan mereka dari kewajiban jihad dan keluar untuk perang di jalan Allah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga mereka tidak mengetahui apa yang baik bagi mereka dan apa yang buruk.[4] Setelah mencela orang-orang munafiq yang enggan untuk berjihad, Allah ta’ala kemudian memuji orang-orang yang beriman yang berjihad bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan harta dan jiwa mereka pada ayat ke 88 dan 89. Imam ath-Thabari menyatakan bahwa walaupun orang-orang munafiq tidak ikut berperang, namun orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya tetap berjihad bersama Rasul, mereka menginfaqkan hartanya untuk keperluan jihad dan mengikuti peperangan dengan segenap jiwa raga mereka.[5] Menurut Imam al-Baidhawi (w. 685 H), makna al-khairat yang akan didapatkan oleh orang-orang yang beriman yang ikut berjihad bersama Rasul adalah keuntungan di dunia dan di akhirat. Di dunia mereka mendapatkan kemenangan dan ghanimah, sedangkan di akhirat mereka akan mendapatkan surga dan kemuliaan. Dan ayat ke 89 merupakan gambaran tentang kebaikan di negeri akhirat yang akan mereka dapatkan.[6] Syaikh Wahbah az-Zuhaili, mufassir kontemporer, menyatakan bahwa empat ayat ini merupakan gambaran keadaan orang-orang munafiq dan orang-orang beriman saat menerima perintah jihad. Para gembong munafiqin yang memiliki kemampuan untuk berjihad dengan harta dan jiwa mereka memilih tidak ikut berjihad bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka merelakan diri mereka berada dalam kehinaan dan kerendahan dengan tinggal diam bersama orang-orang yang lemah yang tidak ikut berjihad. Hati mereka terkunci mati, sehingga mereka tidak mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang memberikan maslahat dan mana yang mudharat. Sebaliknya, orang-orang beriman saat menerima perintah jihad, mereka bersungguh-sungguh mengorbankan harta dan jiwa mereka untuk meraih ridha Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dan balasan bagi mereka ini adalah keuntungan di dunia dan di akhirat, mendapatkan surga dan terbebas dari siksaan di akhirat. *** Tanggal 10 November diperingati oleh bangsa Indonesia sebagai hari pahlawan. Peringatan ini mengambil momentum perjuangan Bung Tomo dan pasukannya melawan penjajah Belanda yang datang lagi ke Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia. Dan fakta menarik yang jarang diungkapkan adalah ternyata perjuangan Bung Tomo dan pasukannya terinspirasi dari seruan jihad yang dilantangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari, seorang ulama mukhlis pejuang Islam, yang juga pendiri Nahdlatul ‘Ulama (NU).[7] Seruan jihad inilah yang mengobarkan semangat Bung Tomo dan pasukannya, dan semangat jihad seperti itu juga lah yang mengobarkan perlawanan para pahlawan muslim nusantara dari zaman ke zaman terhadap penjajah kafir Belanda. Mereka tidak rela negeri mereka dikuasai dan ditaklukkan oleh penjajah kafir, sumber daya alam mereka dikeruk habis dan aqidah mereka digadaikan.[8] Mereka lebih rela mati mulia sebagai syuhada daripada hidup terhina. Dalam Islam hal ini merupakan hal yang wajar dan niscaya. Jihad[9] dengan makna perang dalam Islam merupakan salah satu kewajiban yang paling agung dan amal yang paling utama[10]. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَال وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ Artinya: “Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216) انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالاً وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيل اللَّهِ Artinya: “Berangkatlah kalian baik dalam keadaan merasa ringan ataupun berat, dan berjihadlah kalian dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah.” (QS. At-Taubah [9]: 41) إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ Artinya: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin jiwa dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” Dalam sebuah hadits disebutkan: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ: أَيُّ العَمَلِ أَفْضَلُ؟ فَقَالَ: إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ. قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ. قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: حَجٌّ مَبْرُورٌ Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya: ‘Amal apakah yang paling utama?’, Rasul menjawab, ‘Iman kepada Allah dan Rasul-Nya’, beliau ditanya lagi, ‘kemudian apa?’, Rasul menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’, beliau ditanya lagi, ‘kemudian apa?’, Rasul menjawab, ‘haji yang mabrur’.”[11] Bahkan, dalam QS. At-Taubah ayat 86-87 Allah mencela orang-orang munafiq yang tidak mau ikut berjihad –ketika ada seruan jihad– padahal mereka mampu melakukannya. *** Sejarah panjang kegemilangan Islam selalu diisi oleh cerita kepahlawanan dari para penguasa adil yang menerapkan hukum-hukum Allah, para ulama dan ilmuwan yang mewakafkan ilmunya untuk kebaikan umat Islam, dan para mujahidin yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah ta’ala. Dari kalangan penguasa, kita misalnya mengenal sosok Umar ibn al-Khaththab, Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz, Harun ar-Rasyid, Sulaiman al-Qanuni dan Abdul Hamid II. Dari kalangan ulama dan ilmuwan kita mengenal Ibn ‘Abbas, asy-Syafi’i, Ibn Firnas dan al-Khawarizmi. Dan dari kalangan mujahidin kita mengenal sosok Khalid ibn al-Walid, Thariq ibn Ziyad, Shalahuddin al-Ayyubi dan Muhammad al-Fatih. Sosok-sosok seperti mereka inilah yang terus lahir dari tubuh umat Islam sebagai bukti nyata keagungan Islam. Aktivitas jihad telah dilakukan sejak awal mula masa Islam, sejak masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terus berlangsung sampai masa kemunduran umat Islam, dan benar-benar ditinggalkan sejak runtuhnya Khilafah Islamiyah yang berpusat di Turki dan bercokolnya penguasa-penguasa zalim yang tidak mau menerapkan hukum-hukum Allah di negeri-negeri muslim. Sejak saat itu, jihad ditinggalkan[12] dan umat Islam terus dihinakan oleh musuh-musuh mereka. Bagaimanapun, kewajiban jihad tidak akan bisa terlaksana secara sempurna tanpa adanya Khilafah. Kebutuhan umat Islam akan jihad meniscayakan kebutuhan umat Islam akan tegaknya kembali Khilafah, yang akan menerapkan hukum-hukum Allah dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Momentum hari pahlawan ini, sebagai refleksi perjuangan umat Islam di masa lalu, harus kita maknai dengan tepat. Jika para pahlawan muslim nusantara dulu berjihad untuk mengusir penjajah kafir Belanda, saat ini kita perlu berjuang sungguh-sungguh untuk mewujudkan kembali kepemimpinan Islam yang satu, yaitu Khilafah Islamiyah, yang akan terus menyerukan dakwah dan jihad sampai cahaya Islam menerangi seluruh penjuru bumi. Wallahul musta’an. Catatan Kaki; [1] Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, Juz 14 (t.tp: Muassasah ar-Risalah, 2000), hlm. 411-412. [2] Ibid., hlm. 412. [3] Kaum wanita tidak diwajibkan berjihad, berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah ada jihad bagi kaum wanita, Nabi menjawab, ‘Jihad tanpa perang, yaitu haji dan umrah.’ Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Majah dan dishahihkan oleh Ibn Khuzaimah. Untuk lebih jelasnya, silakan merujuk pada kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah pembahasan tentang Jihad. [4] Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Juz 4 (Riyadh: Daar Thayyibah, 1999), hlm. 196-197. [5] Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, Juz 14 (t.tp: Muassasah ar-Risalah, 2000), hlm. 414. [6] Al-Baidhawi, Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil, Juz 3 (Beirut: Daar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi, 1418 H), hlm. 93. [7] Baca: http://nujember.or.id/resolusi-jihad-nu-fakta-sejarah-yang-disingkirkan/ dan http://www.voa-islam.com/news/citizens-jurnalism/2010/08/17/9278/resolusi-jihad-kaum-santri-dalam-kemerdekaan-ri/ [8] Baca: http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=256%3Asejarah-nasional-indonesia-adalah-sejarah-islam&catid=13%3Atiar-anwar-bachtiar&Itemid=17, http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=148:meluruskan-pelajaran-sejarah-indonesia&catid=21:sejarah&Itemid=19, dan http://hizbut-tahrir.or.id/2011/06/05/penerapan-syariah-di-bumi-nusantara/ [9] Jihad, walaupun diwajibkan dalam Islam, tetap memiliki ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi, tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Silakan baca pembahasan tentang jihad dan hal-hal yang berkaitan dengannya dalam kitab asy-Syakhshiyah al-Islamiyah (2/146-270) karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani; al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (6/411-475) karya Syaikh Wahbah az-Zuhaili; al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah (16/124-164). [10] Hal ini misalnya diungkapkan oleh Syaikh Wahbah az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu(6/414) pembahasan Fadhl al-Jihad wa Manzilatuhu fi al-Islam. [11] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 1 (t.tp: Dar Thauq an-Najah, 1422 H), hlm. 14, hadits no. 26. Hadits yang semisal ini juga banyak diriwayatkan oleh imam-imam ahli Hadits yang lain. [12] Dalam skala kecil, jihad masih terus dilakukan oleh kaum muslim di daerah konflik semisal Palestina. Jihad yang benar-benar ditinggalkan adalah jihad di bawah komando khalifah dengan para tentara yang terlatih, dengan persenjataan lengkap. Jihad semacam inilah yang akan benar-benar membuat takut musuh-musuh Islam. Dinukil dari Sumber : abufurqan.com Artikel Terkait; " " |
Faedah Surat Yasin: Kebinasaan bagi yang Mendustakan Hari Kiamat
Written By Rachmat.M.Flimban on 05 April 2018 | 4/05/2018 07:22:00 AM
Aqidah, Tafsir Al Qur'an
Faedah Surat Yasin: Kebinasaan bagi yang Mendustakan Hari Kiamat
Oleh; Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Kebinasaan bagi yang mendustakan hari kiamat.
Tafsir Surah Yasin
Ayat 31-33
أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنَ الْقُرُونِ أَنَّهُمْ إِلَيْهِمْ لا يَرْجِعُونَ (٣١)وَإِنْ كُلٌّ لَمَّا جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ (٣٢)وَآيَةٌ لَهُمُ الأرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ (٣٣)
“Tidakkah mereka mengetahui berapa banyaknya umat-umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, bahwasanya orang-orang (yang telah Kami binasakan) itu tiada kembali kepada mereka. Dan setiap mereka semuanya akan dikumpulkan lagi kepada Kami. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan.” (QS. Yasin: 31-33)
Penjelasan Ayat
Sesungguhnya Allah menjelaskan kepada orang-orang yang mendustakan bahwa orang-orang sebelum mereka turut binasa dan mereka yang telah binasa itu tidaklah kembali ke dunia dan tak akan pernah kembali. Seharusnya kisah orang sebelum mereka dijadikan pelajaran. Padahal semuanya akan dikumpulkan menghadap Allah setelah matinya. Allah akan mengadili mereka dengan saat adil, tanpa dizalimi sedikit pun. Dalam ayat disebutkan,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (QS. An-Nisa’: 40)
Adanya tanda hari berbangkit dan hari pembalasan atas amal, Allah buktikan dengan menunjukkan adanya tanah yang mati lantas turunlah hujan untuk menyuburkannya. Tanah itu jadi subur setelah matinya. Lantas dari tanah yang subur tersebut tumbuhlah tanaman, hingga dimanfaatkan oleh hewan ternak.
Pelajaran dari Ayat
- Orang yang mendustakan para Rasul dan hari kiamat, pasti akan binasa.
- Wajib bagi setiap orang mengambil pelajaran dari orang-orang sebelumnya.
- Tidak ada yang dibangkitkan sebelum hari kiamat datang dan tidak ada yang mati atau binasa kembali lagi ke dunia.
- Hari berbangkit benar adanya.
- Allah mampu untuk mengumpulkan seluruh makhluk pada satu tempat.
- Wajib mempersiapkan diri untuk menghadapi hari kiamat.
- Allah mampu untuk menghidupkan tanah setelah matinya.
- Boleh menjadikan dalil dengan sesuatu yang bisa disaksikan saat ini untuk perkara ghaib yang akan terjadi pada hari kiamat.
- Boleh menyifati benda mati dengan dihidupkan dan dimatikan.
- Digunakan kata ganti “Kami” untuk menerangkan kebesaran Allah dalam menghidupkan dan membangkitkan makhluk pada hari kiamat.
- Adanya tanaman dan buah-buahan adalah nikmat yang patut disyukuri.
- Hamba sangat butuh kepada Allah termasuk juga dalam hal rezeki berupa makanan.
Renungan Hadits
Dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman,
يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا
“Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.” (HR. Muslim, no. 2577)
Beberapa Hal yang Jadi Bukti Adanya Hari Berbangkit (Hari Kiamat)
- Diciptakannya langit dan bumi. Karena menciptakan langit dan bumi lebih berat dibanding manusia.
- Allah dapat menghidupkan tanah setelah matinya seperti dibahas dalam surah Yasin kali ini. Juga dalam ayat,
- Hari berbangkit dapat dibuktikan dengan diciptakannya manusia, maka membangkitkan manusia setelah matinya lebih mudah bagi Allah. Allah Ta’ala berfirman,
- Hari berbangkit dapat dibuktikan dengan hidupnya orang yang mati (sementara) dari tidurnya. Allah berfirman,
Allah Ta’ala berfirman,
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Al-Mu’min: 57)
وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا (14) لِنُخْرِجَ بِهِ حَبًّا وَنَبَاتًا (15) وَجَنَّاتٍ أَلْفَافًا (16) إِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيقَاتًا (17)
“dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat? Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan,” (QS. An-Naba’: 14-17)
قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ
“Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (QS. Yasin: 79)
وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا
“dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat.” (QS. An-Naba’: 9)
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
- At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil – Tafsir Juzu ‘Amma. Cetakan kedua, Tahun 1424 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah. Hlm. 19-21.
- Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat Yasin. Cetakan kedua, Tahun 1424 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya. Hlm. 111-124.
- Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karim Ar-Rahman). Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. 736.
Sumber Artikel Rumaysho.Com
Penjelasan, Pelajaran dari Ayat dan Maraji
Written By Rachmat.M.Flimban on 23 Oktober 2017 | 10/23/2017 05:05:00 PM
Tidak Melampaui Batas Dalam BERDOA Ustadz 'Ashim bin Musthofa حفظه الله Disalin dari Majalah As-Sunnah Ed.12 Thn. XI_1429H/2008M |
PELAJARAN DARI AYAT
Wallahu a’lam.[] Marâji‘:
Wallahu a’lam.[] Ref, 1 Dinukil dari eBook Islam Ibnu Majjah "Istighfar dan Taubat" |
Contoh-Contoh I’tida‘ (Melampaui Batas Dalam Berdoa)
Tidak Melampaui Batas Dalam Berdoa
Ustadz 'Ashim bin Musthofa حفظه الله
Disalin dari Majalah As-Sunnah Ed.12 Thn. XI_1429H/2008M
Dinukil dari e-Book Ibnumajjah,com
Contoh-Contoh I’tida‘ (Melampaui Batas Dalam Berdoa)
Sikap melampaui batas dalam berdoa tidak hanya satu macam saja, namun banyak dan bahayanya juga bertingkat-tingkat, tergantung jenis perbuatannya.
Syaikh ‘Abdur-Razzâq حفظه الله mengingatkan bahaya melampaui batas dalam berdoa. Beliau berkata: “Bagaimana mungkin doa orang yang berbuat melampui pedoman-pedoman syariat dan tidak mengindahkan batasan yang sudah ditetapkan itu bisa diharapkan untuk dikabulkan. Doa yang mengandung perbuatan melampaui batas tidak disukai Allah dan tidak diridhai-Nya. (Maka) bagaimana seseorang bisa berharap doanya dikabulkan dan diterima Allah?”1
Berikut ini beberapa contoh i’tida’ dalam doa.
Jenis yang paling parah, yaitu berdoa kepada selain Allah عزّوجلّ. Tidak ada i’tida’ yang lebih besar dan paling parah daripada orang yang memperuntukkan doa kepada selain Allah atau mempersekutukan sesuatu dengan-Nya dalam berdoa. Kekeliruan i’tida‘ bentuk ini disebutkan oleh Allah عزّوجلّ dalam firman-Nya:
- Memohon kepada Allah عزّوجلّ hal-hal yang tidak diperbolehkan, seperti memohon pertolongan untuk melakukan perbuatan haram dan mengerjakan kemaksiatan.
- Memohon kepada Allah sesuatu yang tidak dikabulkan oleh Allah karena bertentangan dengan sifat hikmah-Nya. Atau meminta sesuatu yang mestinya ditempuh dengan sebab-sebab, namun ia enggan untuk melaksanakannya. Misal, permintaan agar dapat memperoleh anak tanpa menikah, menghilangkan sifat-sifat manusia, yang membutuhkan makanan dan minuman serta oksigen, ingin tahu ilmu gaib, dan sebagainya.
- Memohon derajat dan martabat yang tidak layak, sementara sunnatullah tidak memungkinkanya untuk dapat meraih hal tersebut. Seperti, meminta menjadi malaikat, menjadi nabi dan rasul. Atau memohon supaya menjadi muda kembali setelah memasuki usia tua.
- Berdoa kepada Allah tidak dengan tadharru’.
- Berdoa yang mengandung laknat bagi kaum mukminin.
- Berdoa dengan meninggikan dan mengeraskan suara sehingga bertentangan dengan etika, adab dan sopan santun.
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى? يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ
Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyeru tuhan-tuhan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doanya) sampai hari Kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka. (QS. al Ahqâf/46:5).
Sebagian ulama Salaf menjelaskan makna orang-orang yang melampaui batas pada ayat di atas, bahwasanya mereka ialah orang-orang yang melaknat kaum mukminin pada kondisi yang tidak diperbolehkan, seraya berseru: “Ya Allah, hinakan mereka. Ya Allah, laknatlah mereka”.2
Catatan Kaki
1. Fiqhul-Ad’iyah, 2/75.
2. Ma’âlimut-Tanzîl, 2/166.
Tidak Melampaui Batas Dalam Berdoa
Tidak Melampaui Batas Dalam Berdoa Ustadz 'Ashim bin Musthofa حفظه الله Disalin dari Majalah As-Sunnah Ed.12 Thn. XI_1429H/2008M Dinukil dari e-Book Ibnumajjah,com |
Tidak Melampaui Batas Dalam Berdoa إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-A'raf/7 : 55) Di bagian akhir ayat ini, Allah عزّوجلّ menyebutkan bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang berbuat i’tidâ‘. Al-i’tidâ‘, berasal dari kata al-’udwân. Maknanya, melewati batasan syariat dan pedoman-pedoman yang semestinya harus dipatuhi. Atau menurut Imam al-Qurthubi رحمه الله, yaitu mujâwazatul-haddi (melampaui batas) wa murtakibul-hazhar (melakukan pelanggaran).1 Allah عزّوجلّ berfirman : تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. (QS. al-Baqarah/2:229). Larangan berbuat melampaui batas, sebenarnya berlaku umum, mencakup seluruh perbuatan dalam semua aspek, tidak khusus hanya dalam berdoa. Namun, karena larangan itu datang setelah perintah untuk berdoa, sehingga menunjukkan dengan jelas dan secara khusus berbicara tentang perbuatan melampaui batas dalam berdoa. Penggalan ayat di atas mengandung pengertian, bahwa doa yang memuat unsur berlebihan dan melampaui batas tidak disukai Allah عزّوجلّ dan tidak diridhai-Nya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah memberitahukan munculnya gejala melampaui batas dalam berdoa pada diri umat Islam. Pemberitaan dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم ini, juga merupakan peringatan berkaitan perbuatan tersebut. Kaum muslimin supaya berhati-hati dan waspada, jangan sampai terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang tersebut. Peringatan Rasulullah صلى الله عليه وسلم ini termasuk bagian dari kesempurnaan dan kepedulian beliau صلى الله عليه وسلم kepada umatnya, sekaligus sebagai salah satu tanda kenabian. Dari ‘Abdullah bin Mughaffal رضي الله عنه, ia berkata: إنَّهُ سَيَكُونُ فِي هَذِهِ اْلأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الطَّهُورِ وَالدُّعَاءِ Sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: Sungguh akan muncul kaum dari umat ini yang akan berbuat melampaui batas dalam berdoa dan bersuci.2 Oleh karena itu, tidak ada jalan keselamatan kecuali komitmen dengan petunjuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam berdoa kepada Allah عزّوجلّ. Kesimpulannya : Ayat di atas memuat dua unsur penting: Pertama, unsur yang dicintai Allah, yaitu berdoa kepada-Nya dengan penuh tadharru’ dan suara yang lembut. Kedua,unsur yang dibenci dan tidak disukai Allah, dan diperingatkan supaya tidak dilakukan, yakni berbuat i’tida‘ dalam berdoa, dan demikian pula dengan pelakunya.3 Ref,
Dinukil dari eBook Islam Ibnu Majjah "Istighfar dan Taubat" |