Faedah Surat Yasin: Kebinasaan bagi yang Mendustakan Hari Kiamat
Written By Rachmat.M.Flimban on 05 April 2018 | 4/05/2018 07:22:00 AM
Aqidah, Tafsir Al Qur'an
Faedah Surat Yasin: Kebinasaan bagi yang Mendustakan Hari Kiamat
Oleh; Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Kebinasaan bagi yang mendustakan hari kiamat.
Tafsir Surah Yasin
Ayat 31-33
أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنَ الْقُرُونِ أَنَّهُمْ إِلَيْهِمْ لا يَرْجِعُونَ (٣١)وَإِنْ كُلٌّ لَمَّا جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ (٣٢)وَآيَةٌ لَهُمُ الأرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ (٣٣)
“Tidakkah mereka mengetahui berapa banyaknya umat-umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan, bahwasanya orang-orang (yang telah Kami binasakan) itu tiada kembali kepada mereka. Dan setiap mereka semuanya akan dikumpulkan lagi kepada Kami. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan.” (QS. Yasin: 31-33)
Penjelasan Ayat
Sesungguhnya Allah menjelaskan kepada orang-orang yang mendustakan bahwa orang-orang sebelum mereka turut binasa dan mereka yang telah binasa itu tidaklah kembali ke dunia dan tak akan pernah kembali. Seharusnya kisah orang sebelum mereka dijadikan pelajaran. Padahal semuanya akan dikumpulkan menghadap Allah setelah matinya. Allah akan mengadili mereka dengan saat adil, tanpa dizalimi sedikit pun. Dalam ayat disebutkan,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (QS. An-Nisa’: 40)
Adanya tanda hari berbangkit dan hari pembalasan atas amal, Allah buktikan dengan menunjukkan adanya tanah yang mati lantas turunlah hujan untuk menyuburkannya. Tanah itu jadi subur setelah matinya. Lantas dari tanah yang subur tersebut tumbuhlah tanaman, hingga dimanfaatkan oleh hewan ternak.
Pelajaran dari Ayat
- Orang yang mendustakan para Rasul dan hari kiamat, pasti akan binasa.
- Wajib bagi setiap orang mengambil pelajaran dari orang-orang sebelumnya.
- Tidak ada yang dibangkitkan sebelum hari kiamat datang dan tidak ada yang mati atau binasa kembali lagi ke dunia.
- Hari berbangkit benar adanya.
- Allah mampu untuk mengumpulkan seluruh makhluk pada satu tempat.
- Wajib mempersiapkan diri untuk menghadapi hari kiamat.
- Allah mampu untuk menghidupkan tanah setelah matinya.
- Boleh menjadikan dalil dengan sesuatu yang bisa disaksikan saat ini untuk perkara ghaib yang akan terjadi pada hari kiamat.
- Boleh menyifati benda mati dengan dihidupkan dan dimatikan.
- Digunakan kata ganti “Kami” untuk menerangkan kebesaran Allah dalam menghidupkan dan membangkitkan makhluk pada hari kiamat.
- Adanya tanaman dan buah-buahan adalah nikmat yang patut disyukuri.
- Hamba sangat butuh kepada Allah termasuk juga dalam hal rezeki berupa makanan.
Renungan Hadits
Dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman,
يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا
“Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.” (HR. Muslim, no. 2577)
Beberapa Hal yang Jadi Bukti Adanya Hari Berbangkit (Hari Kiamat)
- Diciptakannya langit dan bumi. Karena menciptakan langit dan bumi lebih berat dibanding manusia.
- Allah dapat menghidupkan tanah setelah matinya seperti dibahas dalam surah Yasin kali ini. Juga dalam ayat,
- Hari berbangkit dapat dibuktikan dengan diciptakannya manusia, maka membangkitkan manusia setelah matinya lebih mudah bagi Allah. Allah Ta’ala berfirman,
- Hari berbangkit dapat dibuktikan dengan hidupnya orang yang mati (sementara) dari tidurnya. Allah berfirman,
Allah Ta’ala berfirman,
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Al-Mu’min: 57)
وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا (14) لِنُخْرِجَ بِهِ حَبًّا وَنَبَاتًا (15) وَجَنَّاتٍ أَلْفَافًا (16) إِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيقَاتًا (17)
“dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat? Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan,” (QS. An-Naba’: 14-17)
قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ
“Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (QS. Yasin: 79)
وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا
“dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat.” (QS. An-Naba’: 9)
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
- At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil – Tafsir Juzu ‘Amma. Cetakan kedua, Tahun 1424 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah. Hlm. 19-21.
- Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat Yasin. Cetakan kedua, Tahun 1424 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya. Hlm. 111-124.
- Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karim Ar-Rahman). Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. 736.
Sumber Artikel Rumaysho.Com
Klasifikasi Kitab Tafsir Al Qur’an (Bag. 2)
Written By Rachmat.M.Flimban on 21 Maret 2018 | 3/21/2018 10:33:00 PM
Klasifikasi Kitab Tafsir Al Qur’an (Bag. 2)
Sa'id Abu Ukkasyah
KLASIFIKASI TAFSIR & KITAB-KITAB TAFSIR
Tafsir Alquran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, sesuai dengan tinjauannya masing-masing.
Berikut ini beberapa tinjauan pembagian tafsir Alquran:
- Tafsir ditinjau dari sisi pengetahuan manusia tentang tafsir ( معرفة الناس له).
- Tafsir ditinjau dari sisi cara untuk menghasilkan tafsir. (طريق الوصول إليه).
- Tafsir ditinjau dari sisi metode dalam menafsirkan Alquran.( أساليبه).
- Tafsir ditinjau dari sisi aliran Ahli Tafsir dalam menafsirkan Alquran (اتجاهات المفسرين فيه).
Ini adalah sebagian saja dari sisi-sisi tinjauan dalam pembagian tafsir, dan masih terdapat lagi sisi tinjauan yang lainnya.
Berikut ini keterangan singkat tentang keempat tinjauan pembagian tafsir Alquran tersebut:
- Tafsir ditinjau dari sisi pengetahuan manusia tentang tafsir ( معرفة الناس له)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, Sang Habrul Ummah, dan Pakar Tafsir di kalangan sahabat telah membagi tafsir Alquran menjadi empat, hal ini ditinjau dari sisi pengetahuan manusia tentang tafsir, yaitu:
- a) Tafsir yang dikenal maknanya secara bahasa Arab (وجه تعرفه العرب من كلامها).
- b) Tafsir yang setiap mukallaf harus mengetahuinya (تفسير لا يعذر أحد بجهله).
- c) Tafsir yang diketahui oleh ulama (تفسير يعلمه العلماء).
- d) Tafsir yang hanya diketahui oleh Allah. (تفسير لا يعلمه إلا الله).
- Tafsir ditinjau dari sisi cara untuk menghasilkan tafsir. (طريق الوصول إليه)
Tafsir Alquran, apabila ditinjau dari sisi cara untuk menghasilkan tafsir, maka terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Jenis tafsir yang dihasilkan melalui riwayat/atsar, dan disebut Tafsir bil Ma`tsur.
Jenis tafsir yang dihasilkan melalui ijtihad ahli Tafsir, dan disebut dengan Tafsir bir ra`yi.
III. Tafsir ditinjau dari sisi metode dalam menafsirkan Alquran ( أساليبه)
Tinjauan pembagian tafsir dari sisi ini terbagi menjadi empat macam, yaitu:
- Tafsir Tahliili/Penjabaran (التفسير التحليلي)
- Tafsir Ijmali/Global ( التفسير الإجمالي)
- Tafsir Muqoron/Perbandingan ( التفسير المقارن)
- Tafsir Maudhu’i/Tematik (التفسير الموضوعي)
Penjelasan :
- Tafsir Tahliili/Penjabaran (التفسير التحليلي)
Tafsir jenis ini adalah tafsir yang paling banyak didapatkan. Dengan metode tafsir Tahlili ini seorang mufassir (Ahli Tafsir) berpatokan pada tahliil ayat (penjelasan tentang seluk beluk ayat), seperti : penjelasan sebab diturunkannya sebuah ayat, penjelasan makna lafazh ayat yang jarang diketahui (ghariibul aayah), i’raab bagian ayat yang relatif sulit dipahami, penjelasan makna global ayat, dan selainnya.
Contoh kitab-kitab tafsir jenis ini adalah Tafsir Ibnu Athiyyah, Tafsir Al-Alusi, Tafsir Asy-Syaukani, dan selain mereka.
- Tafsir Ijmali/Global ( التفسير الإجمالي)
Tafsir Ijmali adalah jenis tafsir yang seorang mufassir fokus menjelaskan makna umum dari sebuah ayat, tanpa menjelaskan secara rinci, sehingga musfassir tidak menjelaskan sisi i’raabnya, etimologinya, kesusastraannya, faedahnya dan perincian selainnya.
Contoh kitab-kitab tafsir jenis ini adalah Tafsir Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di, Tafsir Al-Makki An -Nashiri, Tafsir Al-Maraghi, Tafsir Abu Bakar Al-Jazairi (Al-Ma’na Al-Ijmali).
- Tafsir Muqoron/Perbandingan ( التفسير المقارن)
Dengan metode tafsir jenis ini, seorang mufassir fokus kepada penyebutan beberapa pendapat dari para ahli Tafsir, dan membandingkan antar pendapat-pendapat tersebut, lalu mentarjiih dengan memilih pendapat yang terkuat menurutnya.
Contoh kitab-kitab tafsir jenis ini adalah Tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabari, dan selainnya.
- Tafsir Maudhu’i/Tematik (التفسير الموضوعي)
Dengan metode tafsir Maudhu’i/Tematik ini seorang mufassir berpatokan pada pembahasan tema tertentu, baik itu berupa pembahasan lafazh tertentu, kalimat tertentu, atau materi tertentu dalam Alquran, dan pembahasan itu dapat dibagi menjadi beberapa macam:
- Pembahasan tema tertentu dalam seluruh isi Alquran, seperti: pembahasan tentang sifat-sifat Allah dalam Alquran seluruhnya.
- Pembahasan tema tertentu dalam surat tertentu saja dalam Alquran, seperti: pembahasan tentang akhlak dalam bermasyarakat dalam surat Al-Hujuraat.
- Pembahasan lafazh atau kalimat tertentu dalam Alquran, seperti : penjelasan makna lafazh “Al-Ummah” dalam Alquran, dan penjelasan tafsir {الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ} dalam Alquran.
Perhatian:
Pembagian tafsir jenis Tafsir Tahliili/Penjabaran, Tafsir Ijmali/Global, dan Tafsir Muqoron/Perbandingan tersebut merupakan klasifikasi teoritis atas tafsiran yang mendominasi, sehingga tidak berarti masing-masing jenis kitab tafsir pada salah satu dalam tiga klasifikasi tersebut hanyalah berisikan tentang jenis tafsiran yang menjadi ciri khasnya semata, karena terkadang sebuah kitab tafsir berisikan lebih dari satu jenis tafsiran, seperti: Tafsir Ibnu Jarir yang berisikan ketiga jenis tafsir sekaligus, yaitu: Tafsir Tahliili/Penjabaran, Tafsir Ijmali/Global, dan Tafsir Muqoron/Perbandingan.
Hanya saja pengklasifikasian menjadi tiga jenis tafsir tersebut berdasarkan jenis tafsir yang dominan didalamnya.
Tafsir ditinjau dari sisi aliran Ahli Tafsir dalam menafsirkan Alquran (اتجاهات المفسرين فيه)
Yang dimaksud dengan “aliran Tafsir (الاتجاه)” adalah aliran seorang mufassir dalam menafsirkan Alquran yang mendominasi tafsirannya, atau yang menjadi ciri khas tafsirannya sehingga dengan kekhasannya tersebut, terbedakanlah tafsiran tersebut dengan tafsiran ahli Tafsir selainnya.
Sedangkan “aliran Tafsir” itu bermacam-macam sesuai dengan tinjauannya masing-masing, seperti :
- Aliran Tafsir, ditinjau dari sisi madzhab aqidah seorang mufassir, seperti:
- Manhaj Salafi yang nampak dalam kitab-kitab Tafsir semisal: Tafsir Ibnu Jarir,
Tafsir Ibnu Katsir, dan Tafsir Asy-Syinqithi.
- Aliran Mu’tazilah, contohnya : Tafsir Zamakhsyari.
- Aliran Asy’ariyyah, contohnya: Tafsir Ar-Rozzi.
- Aliran Tafsir, ditinjau dari sisi ilmu yang mendominasi tafsiran, seperti:
- Kitab-kitab Tafsir yang didominasi ilmu Bahasa, contohnya kitab Ma’anil Qur`an oleh Al-Farra`, dan Majazul Qur`an oleh Abu Ubaidah.
- Kitab-kitab Tafsir yang didominasi ilmu Nahwu, contohnya kitab I’raabul Qur`an oleh An-Nahhas, Al-Bahrul Muhiith oleh Ibnu Hayyan, dan Ad-Durrul Mashuun oleh As-Samiin Al-Halabi.
- Kitab-kitab Tafsir yang didominasi ilmu Balaghoh, contohnya kitab Al-Kasysyaaf oleh Az-Zamakhsyari, dan At-Tahriir wat Tanwiir oleh Thahir Ibnu Asyur.
Referensi:
- Musa’id Sulaiman Ath-Thayyar dalam kitabnya Fushulun fi Ushulit Tafsir.
Wallahu a’lam bishawab, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wal hamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Sumber Artikel: Muslim.or.id
Klasifikasi Kitab Tafsir Al Qur’an (Bag. 1)
AL-QUR'AN
Klasifikasi Kitab Tafsir Al Qur’an (Bag. 1)
Sa'id Abu Ukkasyah
Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:
Sebelum penyusun sampaikan tentang “Klasfikasi kitab-kitab Tafsir Alquran”, maka akan kami jelaskan terlebih dahulu perkara yang menjadi istilah pokok pembahasan, yaitu: pengertian tafsir dan hukum mempelajarinya.
DEFINISI TAFSIR
Tafsir (التفسير), secara bahasa diambil dari kata الفسر yang bermakna: menyingkap sesuatu yang tertutup sehingga menjadi jelas. Jadi, sebagaimana dijelaskan oleh pakar bahasa Arab, Ibnul Faris dalam Mu’jam Maqayis Al-Lughah bahwa makna bahasa dari kata “Tafsir” itu kembalinya kepada penjelasan sesuatu, hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :
{وَلاَ يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا}
(33)Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) syubhat, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.[QS. Al-Furqan: 33].
Adapun secara istilah, beragam para ulama dalam mendefinisikannya, Syaikh Al-Utaimin dalam kitabnya Ushulun fit Tafsir mendefinisikan istilah “Tafsir” dengan:
بيان معاني القرآن الكريم
Penjelasan makna Al-Qur`an Al-Karim.
HUKUM TAFSIR
Hukum mempelajari tafsir Alquran adalah wajib atas umat ini secara umum, sedangkan untuk masing-masing individu, maka bagi setiap orang wajib mempelajari tafsir sebatas kadar wajib dari tafsir Alquran
Hal ini berdasarkan dalil dan alasan pendalilan sebagai berikut :
Hikmah penurunan Alquran adalah untuk ditadabburi dan diambil pelajarannya
Allah telah menjelaskan hikmah diturunkannya Alquran adalah untuk ditadabburi dan diambil pelajarannya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ini adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka metadabburi ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang mempunyai fikiran (sehat) mendapat pelajaran.(QS. Shaad :29)
Syaikh Muhammad Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah –dalam kitab beliau Ushulun fit Tafsir– menjelaskan makna tadabbur dalam ayat di atas, yaitu:
“Memperhatikan lafadz untuk bisa memahami maknanya” , maka dari itu, tidak mungkin seseorang bisa mentadabburi Alquran dengan baik, tanpa mempelajari maknanya (tafsirnya).
Ketahuilah, Alquran itu jika tidak ditadabburi menyebabkan terluputnya hikmah diturunkannya Alquran, sehingga Alquran menjadi sebatas lafadz-lafadznya saja yang tidak ada pengaruh besar terhadap pembacanya.
Allah mengancam orang yang tidak mentadaburi Al-Qur`an adalah akan dikunci hatinya!
Firman Allah Ta’ala :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur`an bahkan hati mereka terkunci?”. [QS. Muhammad:24].
Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
يقول تعالى آمرا بتدبر القرآن وتفهمه ، وناهيا عن الإعراض عنه ، فقال : { أفلا يتدبرون القرآن أم على قلوب أقفالها } أي : بل على قلوب أقفالها ، فهي مطبقة لا يخلص إليها شيء من معانيه
“Allah Ta’ala berfirman,memerintahkan (hamba-Nya) untuk mentadaburi dan memahami Al-Qur`an dan melarangnya berpaling darinya,dengan berfirman :
{ أفلا يتدبرون القرآن أم على قلوب أقفالها },yaitu : bahkan hati mereka terkunci, maka hati tersebut tertutup, tidak ada satu makna Al-Qur`an pun yang masuk ke dalam hatinya”. [Tafsir Ibnu Katsir rahimahullah,jilid.4 hal.459].
Berkata Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah :
أن الله تعالى وبخ أولئك الذين لا يتدبرون القرآن، وأشار إلى أن ذلك من الإقفال على قلوبهم، وعدم وصول الخير إليها
“…bahwa Allah Ta’ala mencela orang-orang yang tidak mentadaburi Al-Qur`an,dan mengisyaratkan bahwa hal itu termasuk bentuk dari penguncian hati mereka serta tidak bisa sampainya kebaikan kepada hati mereka.” [Ushulun fit Tafsir,Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin ,hal.23].
Berkata DR. Musa’id Sulaiman Ath-Thayyar dalam kitabnya Fushulun fi Ushulit Tafsir :
وتعلُّم التفسير واجب على الأمة من حيث العموم، فلا يجوز أن تخلو الأمة من عالم بالتفسير يعلّم الأمة معاني كلام ربها. أما الأفراد فعلى كلٍّ منهم واجبٌ منه، وهو ما يقيمون به فرائضهم، ويعرفون به ربهم. ولابن عباس تقسيم للتفسير، ويمكن تقسيم الحكم على كل قسم بحسبه، ومنه معرفة ما يجب على أفراد الأمة
“Secara umum, (hukum) mempelajari tafsir (Alquran) itu wajib atas umat, maka di tengah umat ini tidak boleh sampai kosong dari orang yang mengetahui tafsir Alquran, ia mengajarkan makna firman Rabbnya kepada umat.
Sedangkan untuk (masing-masing) individu, maka bagi setiap orang wajib mempelajari tafsir sebatas kadar wajib dari tafsir Alquran, yaitu : perkara yang menyebabkan terlaksananya kewajiban mereka dan dengannya mereka dapat mengenal Rabb mereka.
Ibnu Abbas telah membagi tafsir (kedalam beberapa bagian), dan memungkinkan pembagian hukumnya disesuaikan masing-masing bagian tersebut, dan diantaranya adalah perkara yang wajib dipelajari oleh (masing-masing) individu umat ini”.
Referensi :
Ushulun fit Tafsir,Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin.
Musa’id Sulaiman Ath-Thayyar dalam kitabnya Fushulun fi Ushulit Tafsir.
(Bersambung, in sya Allah)
Sumber Artikel: Muslim.or.id
Faedah Surat Yasin: Mengolok-Olok Rasul
Written By Rachmat.M.Flimban on 03 Maret 2018 | 3/03/2018 08:26:00 PM
Faedah Surat Yasin: Mengolok-Olok Rasul
Oleh; Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Surat Yasin kali ini mengajarkan agar jangan mengolok-olok Rasul dan ajaran Islam.
Tafsir Surah Yasin
Ayat 28-30
وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى قَوْمِهِ مِنْ بَعْدِهِ مِنْ جُنْدٍ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا كُنَّا مُنْزِلِينَ (٢٨) إِنْ كَانَتْ إِلا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ خَامِدُونَ (٢٩) يَا حَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِ مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (٣٠)
“Dan Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukan pun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya. Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati. Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tiada datang seorang rasul pun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya.” (QS. Yasin: 28-30)
Penjelasan Ayat
Allah menyatakan sebagai hukuman bagi kaumnya—yang telah mendustakan Rasul dan membunuh wali-Nya—bahwa Allah tidak akan menurunkan suatu hukuman dengan menurunkan pasukan dari langit untuk menghancurkan mereka. Tidak perlu siksaan seperti itu diturunkan. Karena Allah Mahamampu untuk melakukan segalanya, sedangkan manusia itu begitu lemah. Cukup dengan hukuman ringan saja sebagai siksa Allah bagi mereka, yaitu dengan satu teriakan suara saja, diteriakkan oleh malaikat Allah. Dengan itu saja mereka bisa langsung mati dan terdiam—tak ada suara, tak bergerak—setelah mereka sombong dan angkuh. Lalu Allah ingatkan lagi karena kasihan dengan hamba-Nya, padahal sudah ada rasul yang diutus untuk mengingatkan mereka. Namun yang ada, rasul itu dilecehkan dan diolok-olok.
Pelajaran dari Ayat
Malaikat adalah tentara Allah.
Tempat malaikat adalah di langit, itu asalnya. Namun kadang malaikat bisa turun ke muka bumi seperti pada malam Lailatul Qadar. Allah disebutkan dengan kata ganti “Kami” untuk menunjukkan keagungan Allah, bukan menunjukkan Allah itu berbilang. Allah Mahamampu untuk menundukkan setiap makhluk.
Menghancurkan kaum yang menentang Allah tidak perlu dengan menurunkan pasukan malaikat, namun cukup dengan satu teriakan suara saja yang dapat menghancurkan kaum penentang.
Kaum yang menentang Allah kelak akan menyesal.
Allah itu adil. Allah menyiksa makhluk karena dosa-dosa mereka.
Dilarang mengolok-olok, mendustakan, dan menentang kebenaran yang dibawa para Rasul. Mengolok-olok Rasul termasuk perbuatan kufur yang pantas mendapatkan siksa.
Setiap utusan dan pendakwah pasti akan mendapatkan celaan dan olok-olokan dari kaumnya.
Kata Imam Qurthubi, wajib menahan amarah dan tetap bersikap hilm (sabar) ketika menghadapi orang bodoh.
Hukum Mengolok-Olok Ajaran Islam
Diriwayatkan dari Hisyam bin Sa’ad, dari Zaid bin Aslam, disebutkan bahwa pada perjalanan perang Tabuk, ada orang dari kalangan munafikin berkata kepada ‘Auf bin Malik, “Kami tidak pernah melihat seperti para ahli baca Al-Qur’an (yang dimaksudkan adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, pen) kecuali sebagai orang yang paling buncit perutnya, yang paling dusta ucapannya dan yang paling pengecut tatkala berhadapan di medan perang.”
(Mendengar hal ini), ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata kepada orang tersebut, “Engkau dusta, engkau itu munafik. Sungguh aku akan melaporkan ucapanmu tadi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu pun pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun sebelum ‘Auf sampai, wahyu telah turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (tentang peristiwa itu).
Zaid berkata bahwa Ibnu ‘Umar bercerita, “Sepertinya aku melihat ia berpegangan pada tali pelana unta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan kakinya tersandung-sandung batu sembari mengatakan,
إِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُ
“Kami tadi hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya (dengan membacakan firman Allah yang artinya), “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS. At-Taubah: 65-66). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas tidak bersabda lebih dari itu.” (HR. Ibnu Jarir Ath ThAbari, 11:543. Sanad hadits ini jayyid. Hisyam bin Sa’ad ada masalah dalam segi hafalan. Namun Hisyam adalah orang yang paling tsabat dari jalur Zaid bin Aslam. Lihat Shahih min Asbabin Nuzul, hlm. 203).
Imam Asy-Syafi’i ditanya mengenai orang yang bersenda gurau dengan ayat-ayat Allah Ta’ala. Beliau mengatakan bahwa orang tersebut kafir dan beliau berdalil dengan firman Allah Ta’ala,
أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ , لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah: 65-66).” Lihat Ash-Sharim Al-Maslul ‘ala Syatim Ar-Rasul, hlm. 513
Ayat di atas menunjukkan bahwa mengolok-olok Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ayat-ayat Allah termasuk kekafiran. Dan barang siapa mengolok-olok salah satu dari ketiga hal ini, maka dia telah mengolok-olok kesemuanya. Lihat Kitab At-Tauhid, hlm. 59.
Perlu diketahui bahwa mengolok-olok Allah dan agama-Nya ada dua bentuk, yaitu:
Yang bentuknya jelas dan terang-terangan sebagaimana terdapat dalam kisah turunnya surah At-Taubah ayat 65-66.
Yang bentuknya sindiran dan isyarat seperti isyarat mata atau menjulurkan lidah. Termasuk bentuk mengolok-olok adalah seperti mengatakan bahwa ajaran Islam tidak pantas lagi untuk abad ke-20, Islam hanya pantas untuk abad-abad pertengahan. Dan termasuk dalam mengolok-olok adalah mengolok-olok orang yang komitmen dengan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti mengatakan, ‘agama itu bukanlah pada tampilan rambut’. Perkataan ini dimaksudkan untuk mengejek orang-orang yang berjenggot. Atau menggelari Wahabi atau madzhab kelima yang bertujuan mengolok-olok agama dan orang yang berpegang dengan ajaran yang benar. Atau termasuk juga ucapan-ucapan yang lainnya yang hampir sama. Lihat Kitab At-Tauhid, hlm. 61-62.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. Semoga meraih manfaat dari merenungkan dan mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an.
Referensi:
- Ash-Sharim Al-Maslul ‘ala Syatim Ar-Rasul. Cetakan pertama, Tahun 1417 H. Ahmad bin ‘Abdul Halim Ibnu Taimiyah. Penerbit Dar Ibnu Hazm Beirut.
- At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil – Tafsir Yasin. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah. Hlm. 50-54.
- Aysar At-Tafasir li Kalam Al-‘Ali Al-Kabir. Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi. Penerbit Darus Salam. 4:375-376.
- Kitab At-Tauhid. Cetakan Tahun 1420 H. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan. Penerbit Kementrian Urusan Islamiyah dan Wakaf KSA.
- Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat Yasin. Cetakan kedua, Tahun 1424 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya. Hlm. 101-111.
- Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 6:335.
- Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karim Ar-Rahman). Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. 736.
Sumber Artikel Rumaysho.Com