Faedah Surat Yasin: Mengolok-Olok Rasul
Oleh; Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Surat Yasin kali ini mengajarkan agar jangan mengolok-olok Rasul dan ajaran Islam.
Tafsir Surah Yasin
Ayat 28-30
وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى قَوْمِهِ مِنْ بَعْدِهِ مِنْ جُنْدٍ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا كُنَّا مُنْزِلِينَ (٢٨) إِنْ كَانَتْ إِلا صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ خَامِدُونَ (٢٩) يَا حَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِ مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (٣٠)
“Dan Kami tidak menurunkan kepada kaumnya sesudah dia (meninggal) suatu pasukan pun dari langit dan tidak layak Kami menurunkannya. Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan suara saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati. Alangkah besarnya penyesalan terhadap hamba-hamba itu, tiada datang seorang rasul pun kepada mereka melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya.” (QS. Yasin: 28-30)
Penjelasan Ayat
Allah menyatakan sebagai hukuman bagi kaumnya—yang telah mendustakan Rasul dan membunuh wali-Nya—bahwa Allah tidak akan menurunkan suatu hukuman dengan menurunkan pasukan dari langit untuk menghancurkan mereka. Tidak perlu siksaan seperti itu diturunkan. Karena Allah Mahamampu untuk melakukan segalanya, sedangkan manusia itu begitu lemah. Cukup dengan hukuman ringan saja sebagai siksa Allah bagi mereka, yaitu dengan satu teriakan suara saja, diteriakkan oleh malaikat Allah. Dengan itu saja mereka bisa langsung mati dan terdiam—tak ada suara, tak bergerak—setelah mereka sombong dan angkuh. Lalu Allah ingatkan lagi karena kasihan dengan hamba-Nya, padahal sudah ada rasul yang diutus untuk mengingatkan mereka. Namun yang ada, rasul itu dilecehkan dan diolok-olok.
Pelajaran dari Ayat
Malaikat adalah tentara Allah.
Tempat malaikat adalah di langit, itu asalnya. Namun kadang malaikat bisa turun ke muka bumi seperti pada malam Lailatul Qadar. Allah disebutkan dengan kata ganti “Kami” untuk menunjukkan keagungan Allah, bukan menunjukkan Allah itu berbilang. Allah Mahamampu untuk menundukkan setiap makhluk.
Menghancurkan kaum yang menentang Allah tidak perlu dengan menurunkan pasukan malaikat, namun cukup dengan satu teriakan suara saja yang dapat menghancurkan kaum penentang.
Kaum yang menentang Allah kelak akan menyesal.
Allah itu adil. Allah menyiksa makhluk karena dosa-dosa mereka.
Dilarang mengolok-olok, mendustakan, dan menentang kebenaran yang dibawa para Rasul. Mengolok-olok Rasul termasuk perbuatan kufur yang pantas mendapatkan siksa.
Setiap utusan dan pendakwah pasti akan mendapatkan celaan dan olok-olokan dari kaumnya.
Kata Imam Qurthubi, wajib menahan amarah dan tetap bersikap hilm (sabar) ketika menghadapi orang bodoh.
Hukum Mengolok-Olok Ajaran Islam
Diriwayatkan dari Hisyam bin Sa’ad, dari Zaid bin Aslam, disebutkan bahwa pada perjalanan perang Tabuk, ada orang dari kalangan munafikin berkata kepada ‘Auf bin Malik, “Kami tidak pernah melihat seperti para ahli baca Al-Qur’an (yang dimaksudkan adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, pen) kecuali sebagai orang yang paling buncit perutnya, yang paling dusta ucapannya dan yang paling pengecut tatkala berhadapan di medan perang.”
(Mendengar hal ini), ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata kepada orang tersebut, “Engkau dusta, engkau itu munafik. Sungguh aku akan melaporkan ucapanmu tadi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu pun pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun sebelum ‘Auf sampai, wahyu telah turun kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (tentang peristiwa itu).
Zaid berkata bahwa Ibnu ‘Umar bercerita, “Sepertinya aku melihat ia berpegangan pada tali pelana unta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan kakinya tersandung-sandung batu sembari mengatakan,
إِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُ
“Kami tadi hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya (dengan membacakan firman Allah yang artinya), “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS. At-Taubah: 65-66). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas tidak bersabda lebih dari itu.” (HR. Ibnu Jarir Ath ThAbari, 11:543. Sanad hadits ini jayyid. Hisyam bin Sa’ad ada masalah dalam segi hafalan. Namun Hisyam adalah orang yang paling tsabat dari jalur Zaid bin Aslam. Lihat Shahih min Asbabin Nuzul, hlm. 203).
Imam Asy-Syafi’i ditanya mengenai orang yang bersenda gurau dengan ayat-ayat Allah Ta’ala. Beliau mengatakan bahwa orang tersebut kafir dan beliau berdalil dengan firman Allah Ta’ala,
أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ , لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah: 65-66).” Lihat Ash-Sharim Al-Maslul ‘ala Syatim Ar-Rasul, hlm. 513
Ayat di atas menunjukkan bahwa mengolok-olok Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ayat-ayat Allah termasuk kekafiran. Dan barang siapa mengolok-olok salah satu dari ketiga hal ini, maka dia telah mengolok-olok kesemuanya. Lihat Kitab At-Tauhid, hlm. 59.
Perlu diketahui bahwa mengolok-olok Allah dan agama-Nya ada dua bentuk, yaitu:
Yang bentuknya jelas dan terang-terangan sebagaimana terdapat dalam kisah turunnya surah At-Taubah ayat 65-66.
Yang bentuknya sindiran dan isyarat seperti isyarat mata atau menjulurkan lidah. Termasuk bentuk mengolok-olok adalah seperti mengatakan bahwa ajaran Islam tidak pantas lagi untuk abad ke-20, Islam hanya pantas untuk abad-abad pertengahan. Dan termasuk dalam mengolok-olok adalah mengolok-olok orang yang komitmen dengan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti mengatakan, ‘agama itu bukanlah pada tampilan rambut’. Perkataan ini dimaksudkan untuk mengejek orang-orang yang berjenggot. Atau menggelari Wahabi atau madzhab kelima yang bertujuan mengolok-olok agama dan orang yang berpegang dengan ajaran yang benar. Atau termasuk juga ucapan-ucapan yang lainnya yang hampir sama. Lihat Kitab At-Tauhid, hlm. 61-62.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. Semoga meraih manfaat dari merenungkan dan mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an.
Referensi:
- Ash-Sharim Al-Maslul ‘ala Syatim Ar-Rasul. Cetakan pertama, Tahun 1417 H. Ahmad bin ‘Abdul Halim Ibnu Taimiyah. Penerbit Dar Ibnu Hazm Beirut.
- At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil – Tafsir Yasin. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah. Hlm. 50-54.
- Aysar At-Tafasir li Kalam Al-‘Ali Al-Kabir. Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi. Penerbit Darus Salam. 4:375-376.
- Kitab At-Tauhid. Cetakan Tahun 1420 H. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan. Penerbit Kementrian Urusan Islamiyah dan Wakaf KSA.
- Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat Yasin. Cetakan kedua, Tahun 1424 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya. Hlm. 101-111.
- Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 6:335.
- Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karim Ar-Rahman). Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. 736.
Sumber Artikel Rumaysho.Com
Posting Komentar