Kisah Nabi Yahya a.s. Sosok yang Pintar
Written By Rachmat.M.Flimban on 15 Januari 2024 | 1/15/2024 11:34:00 PM
Sosok yang Pintar Hingga Membuat Para Binatang Hormat
freepik.com & pngtree.com Kisah Nabi Yahya a.s.
Kisah Nabi Yahya a.s. banyak mengandung pesan dan teladan yang baik untuk kita. Kegiatan yang dilakukan oleh Nabi Yahya a.s. semata-mata untuk beribadah kepada Allah Swt.
Nabi Yahya a.s. merupakan anak dari Nabi Zakaria a.s.. Nabi Yahya a.s. dapat dikatakan sebagai anak yang ditunggu-tunggu oleh orang tuanya. Ya, hal ini dikarenakan Nabi Zakaria a.s. yang tidak pernah putus berdoa untuk meminta seorang anak untuk melanjutkan kegiatan dakwahnya.
Nabi Yahya a.s. merupakan anak dari Nabi Zakaria a.s.. Nabi Yahya a.s. dapat dikatakan sebagai anak yang ditunggu-tunggu oleh orang tuanya. Ya, hal ini dikarenakan Nabi Zakaria a.s. yang tidak pernah putus berdoa untuk meminta seorang anak untuk melanjutkan kegiatan dakwahnya.
Kenabian Nabi Yahya a.s. bahkan sudah dituliskan di Al-Qur'an. Hal ini berbarengan saat Malaikat Jibril membawa kabar gembira untuk Nabi Zakaria a.s. bahwa utusan Allah Swt tersebut akan dikaruniai seorang anak laki-laki yang saleh. Bagaimana kisah Nabi Yahya a.s. selengkapnya?
Berikut ini riwayat lengkap Nabi Yahya a.s. dari kelahirannya hingga wafatnya.
Baca juga: Kisah Nabi Zakaria a.s. yang Sabar Berdoa untuk Mendapatkan Keturunan
Kisah Nabi Yahya a.s.: Kelahiran Sang Utusan Allah Swt
Nabi Yahya a.s. dapat dikatakan sebagai anak yang ditunggu-tunggu. Nabi Zakaria a.s., sang ayah, amat menginginkan buah hati. Beliau meminta kepada Allah Swt tanpa letih walaupun ia tahu bahwa memiliki anak sepertinya adalah hal yang mustahil karena istrinya yang mandul.
Nabi Yahya a.s. dapat dikatakan sebagai anak yang ditunggu-tunggu.
Nabi Zakaria a.s., sang ayah, amat menginginkan buah hati.
Beliau meminta kepada Allah Swt tanpa letih walaupun ia tahu bahwa memiliki anak sepertinya adalah hal yang mustahil karena istrinya yang mandul.
Namun, Nabi Zakaria a.s. teguh hati untuk terus berdoa kepada Allah Swt karena semua hal dapat terjadi jika Allah Swt sudah berkehendak.
Kegigihannya berdoa yang membuahkan hasil ini pun diabadikan di dalam Al-Qur'an, yakni dalam Surat Maryam ayat 7-11. Di mana Malaikat Jibril diutus oleh Allah Swt untuk membawa kabar gembira kepada Nabi Zakaria a.s.
bahwa akan hadir seorang anak laki-laki bernama "Yahya".
Ya, nama "Yahya" diberikan langsung oleh Allah Swt. Nama "Yahya" sendiri memiliki makna "Menghidupkan" atau "Yang Hidup".
Bahkan, kenabiannya juga sudah tertulis di dalam Al-Qur'an Surat Al-Imran ayat 39. "Lalu, Malaikat (Jibril) memanggilnya ketika dia berdiri melaksanakan salat di mihrab,“
Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran) Yahya yang membenarkan kalimat dari Allah,90) (menjadi) panutan, menahan diri (dari hawa nafsu), dan seorang nabi di antara orang-orang saleh"."
Saat mendapat kabar gembira tersebut, Nabi Zakaria a.s. sampai-sampai tidak langsung percaya begitu saja hingga beliau meminta pertanda dari Allah Swt. Hingga akhirnya sang istri hamil, Nabi Zakaria a.s. senang bukan main dan tidak berhenti memuji Allah Swt yang telah memberikannya seorang anak untuk melanjutkan misi dakwahnya.
Diriwayatkan, momen kelahiran Nabi Yahya a.s. berdekatan dengan kelahiran Nabi Isa a.s. Baca juga: Kisah Nabi Muhammad Saw, Riwayat Lengkap dari Lahir hingga Wafat Kisah Nabi Yahya a.s.: Gemar Belajar dan Taat akan Perintah Allah Swt
quoted from the source; MediaIndonesia
Kisah Nabi Yunus a.s. yang Meninggalkan Kaumnya dan Ditelan Paus
Jumat 17 November 2023, 13:19 WIB
Kisah Nabi Yunus a.s. yang Meninggalkan Kaumnya dan Ditelan Paus
freepik.com & pngtree.com
Kisah Nabi Yunus a.s.
Kisah Nabi Yunus a.s. menjadi salah satu cerita yang paling terkenal di kalangan umat Islam.
Hal ini dikarenaka mukjizat Nabi Yunus a.s di mana dirinya ditelan oleh paus. Nabi Yunus a.s.
yang sadar akan kesalahannya pun bertasbih memohon ampun kepada Allah Swt yang kemudian dikenal sebagai doa Nabi Yunus.
Bagaimana kisah Nabi Yunus a.s. selengkapnya? Ini dia riwayat lengkap dari silsilah keluarga hingga kembalinya Nabi Yunus a.s. kepada kaumnya.
Baca juga: Kisah Nabi Saleh a.s. dan Mukjizat Unta Betina yang Lahir dari Batu
1. Silsilah Nabi Yunus a.s.
freepik.com & pngtree.com
Nabi Yunus a.s. memiliki nama lengkap Yunus bin Matta binti Abumatta. Matta merupakan nama sang ibunda. Diriwayatkan, Matta merupakan nama ibu dari Nabi Yunus a.s.
sebagaimana dalam salah satu keterangan atau pendapat yang disampaikan oleh Ibni Atsir dalam Al-Kamil fi Al-Tarikh: "Menurut satu pendapat: Tidak dinasabkan salah satu nabi kepada ibunya kecuali Nabi Isa bin Maryam dan Nabi Yunus bin Matta".
Namun, riwayat yang lain menyebutkan bahwa Matta adalah nama ayah Nabi Yunus a.s.
sehingga bernama Yunus bin Matta bin Abumatta. Hal tersebut sebagaimana disampaikan Ibnu Hajar dalam Kitab Fathul Baari dan Kitab Tafsir al-Alusi (23/143).
Bukan hanya nasabnya saja yang menjadi perdebatan, perbedaan pendapat juga terjadi tentang silsilah keluarga Nabi Yunus a.s.
Sebagian ulama dan kalangan sejarawan menyebutkan Nabi Yunus a.s. keturunan Nabi Ishaq a.s., sementara ulama dan sejarawan lain menyebut Nabi Yunus a.s. masih ada kaitannya dengan Nabi Ismail a.s. Sehingga, yang saat ini pasti adalah Nabi Yunus a.s. merupakan keturunan dari Nabi Ibrahim a.s.
Nabi Yunus a.s. disebutkan lahir di sebuah tempat di negeri Syam (Palestina) dan berasal dari suku Benyamin, yakni salah satu dari 12 suku Israil keturunan Benyamin, putra Nabi Yakub a.s.
Nabi Yakub a.s. sendiri merupakan anak laki-laki Nabi Ishaq a.s.
Nabi Yunus dijuluki Dzun Nun di dalam Al-Qur'an. Di dalam Tafsir Fi Dzilalil Quran, Said Quthb menjelaskan, Nabi Yunus disebut Dzun Nun yang berarti pemilik paus. Maknanya, paus telah menelannya kemudian memuntahkannya. Kisah Nabi Yunus a.s. yang ditelan paus tersebut terjadi saat dia diutus ke suatu negeri dan mendakwahkan penduduknya untuk beriman kepada Allah SWT. Baca juga: Kisah Nabi Yahya a.s., Sosok yang Pintar Hingga Membuat Para Binatang Hormat 2. Kisah Nabi Yunus a.s. yang Diutus di Tengah Penduduk Ninawa dan Pergi Meninggalkannya
Nabi Yunus a.s. diutus oleh Allah Swt untuk menyampaikan ajaran tauhid kepada bangsa Asyiria, Ninawa, Irak. Nabi Yunus a.s. harus menempuh jarak yang jauh dari Palestina hingga ke Irak untuk berdakwah.
Bangsa Asyiria merupakan bangsa yang makmur dari segi sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Kendati demikian, Bangsa Asyiria yang berada di Ninawa tersebut tidak menyembah Allah Swt. Mereka menjadikan berhala sebagai Tuhan dan sering mengadakan ritual untuk pemujaan berhala.
Kedatangan Nabi Yunus a.s. tentu mendapat penolakan keras dari Bangsa Asyiria. Nabi Yunus a.s. dianggap sebagai pendatang yang mengaku-aku utusan Tuhan. Bangsa Asyiria tidak percaya dengan Nabi Yunus a.s.
Mereka mencemooh, mengolok-olok, bahkan menghina Nabi Yunus a.s.
Namun, Nabi Yunus a.s. tetap sabar dan melanjutkan dakwahnya di tengah-tengah kaum Ninawa tersebut. Tetapi, Nabi Yunus a.s. kembali dihina dan ajarannya ditolak mentah-mentah oleh Bangsa Asyiria.
Sebuah riwayat menyebutkan bahwa Nabi Yunus a.s. telah berdakwah selama 33 tahun
dan hanya 2 orang yang mengikuti ajarannya, yakni bernama Tanuh dan Rubil. Melihat kaum Ninawa tidak pernah berubah, Nabi Yunus a.s. marah, kecewa, dan putus asa sehingga ia meninggalkan kaumnya tersebut. Sebelum pergi, Nabi Yunus a.s. menyampaikan soal azab Allah Swt akan datang kepada mereka. Kisah Nabi Yunus a.s. yang pergi meninggalkan kaumnya tersebut tercantum dalam Al-Qur'an Surat Al-Anbiya ayat 87: "(Ingatlah pula) Zun Nun (Yunus) ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya."
Nantikan : Kisah Nabi Zakaria a.s. yang Sabar Berdoa untuk Mendapatkan Keturunan
Disalin dari : Sumber:mediaindonesia.com/humaniora/630449/kisah-nabi-yunus-as-yang-meninggalkan-kaumnya-dan-ditelan-paus
Penulis Salinan: H.Rachmat.HM,M
Keistimewaan Rasulullah Muhammad SAW Bag 2
Written By Rachmat.M.Flimban on 31 Mei 2022 | 5/31/2022 04:31:00 AM
altaarikh, Sejarah
Keistimewaan Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (Bag. 2)
Daftar Isi sembunyikan
- Keistimewaan ketiga, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki syafaat ‘uzhma pada hari kiamat
- Keistimewaan keempat, Allah Ta’ala mengambil perjanjian atas seluruh rasul, agar mereka beriman dan membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau diutus
- Keistimewaan kelima, dihalalkannya ghanimah (harta rampasan perang), ditolong dengan dimasukkannya rasa takut ke dalam hati musuh beliau sejak sebulan perjalanan, dan bumi dijadikan sebagai tempat sujud dan suci
- Keistimewaan keenam, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki jawami’ al-kalim
- Keistimewaan ketujuh, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki telaga Al-Kautsar
- Keistimewaan ketujuh, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para nabi
Biografi, Muhammad Hasan Banjar, Putra Indonesia di Saudi Arabia
Written By Rachmat.M.Flimban on 31 Maret 2018 | 3/31/2018 09:52:00 PM
Berita Dunia Islam, Serbaserbi, Biografi, Kisah, Sejarah
Biografi, Muhammad Hasan Banjar,
Putra Indonesia Berprestasi di Saudi Arabia
Antara prestasi Orang Indonesia di negeri Tauhid, Kerajaan Saudi Arabia, adalah apa yang ditunjukkan Syaikh Muhammad Hasan Sa’id Banjar. Nama lengkap beliau ialah Muhammad Hasan bin Sa’id bin Basri bin Sa’d Abu Najib Al-Banjari. Sebagaimana maklum “Banjar” adalah nama salah satu negeri di Indonesia yang masyhur melahirkan banyak ulama besar yang memainkan peran dakwah Islam di pelbagai belahan dunia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunai Darussalam, dan bahkan Tanah Hijaz. Orang-orang Banjar yang kemudian berada di luar Indonesia biasa memakai gelar Banjar di belakang nama mereka meski lahir di luar Banjar, termasuk ulama kita yang satu ini.
Muhammad Sa’id Banjar yang kemudian menjadi ulama kenamaan sebagaiamana yang tidak berapa lama lagi akan penulis kisahkan, tidak memperolehnya tanpa latar belakang yang mendukungnya. Dari latarbelakang itu dapat diketahui betapa suatu pristiwa yang akan datang tidak bisa dipisahkan dari masa yang telah sirna. Oleh sebab itu sebuah ungkapan terkenal “bangsa yang tidak mengerti sejarahnya, tidak akan mampu mengerti masa depannya”.
Ya, Muhammad Hasan Banjar terlahir dari sebuah keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan ilmu pada tahun 1343 H/1924 M. Adalah Sa’id, ayah Banjar, telah mencurahkan perhatian terhadap putranya yang memang ia persiapkan untuk menjadi ulama dan tokoh panutan masyarakat. Ia menyadari betul bahwa anak adalah anugrah besar dari Allah yang juga ujian yang harus ia hadapi dengan penuh kesabaran agar dapat melaluinya dengan nilai yang memuaskan. Ikhtiarnya dalam mendidik putra-putrinya itu ia iringi dengan lantunan doa yang selalu ia panjatkan kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Sebab, sebesar apapun kemampuan seseorang jikalau tidak diiringi doa, hanya sebuah kecongkakan di hadapan Allah. Bahkan mudah saja bagi Allah mengambil kemampuan hamba yang sombong itu sehingga ia tidak bisa melakukan sesuatu yang berarti, atau kemmampuan itu tetap Allah berikan namun tak memberi manfaat sama sekali.
Mengenai pendidikan, Muhammad Hasan Banjar oleh sejarah dicatat telah mengenyam berbagai model dan tingkatan. Mulai dari sistem klasik yang biasa ia hadiri di berbagai majelis-majelis ilmu di sekitar rumahnya yang kala itu bertempat di Makkah, maupun sistem modern yang ia terima di Makkah. Untuk konteks terakhir, Muhammad Hasan Banjar diketahui telah menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Al-Falah, sebuah madrasah kenamaan yang menjadi tujuan penuntun ilmu dari berbagai negeri termasuk Indonesia. Bahkan sejarah mencatat ada salah satu putra terbaik asal Indonesia, tepatnya Palembang, yang pernah menjabat sebagai rector umum Madrasah Al-Falah. Putra terbaik yang dimaksud ialah Syaikh Shalih ‘Abdul Khaliq Palembang antara tahun 1406-1423 H yang berrati selama 17 tahun. Sebuah angka yang cukup fantastis bukan?
Pada masa Muhammad Hasan Banjar remaja, Kerajaan Saudi Arabia biasa mengirim putra-putra terpilihnya untuk belajar ke luar negeri. Program itu dibuat agar kelak mereka membawa kekayaan ilmu dan tsaqafah yang beraneka ragam yang kelak dapat diterapkan di KSA. Salah satu putra-putra terpilih itu ialah Muhammad Hasan Banjar. Meski bukan Arab, bahkan diketahui berasal dari negeri di sebrang samudra (baca Indoneisa), namun hal tersebut tidak menutup kesempatan belajar bagi Muhammad Hasan muda. Ini menunjukkan bahwa pemerintah KSA sama sekali tidak menganut faham ‘ashabiyyah yang dalam banyak kasus memunculkan sikap-sikap diskriminasi dan kecemburuan sosial.
Muhammad Hasan muda oleh pemerintah yang bergelar Khadimul Haramain, pelayan dua Tanah Suci, dikirim bersama beberapa pemuda lainnya untuk belajar di Cairo, tepatnya pada Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, perguruan tertua sedunia. Di Negeri Kinanah itu, ia mampu menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat Magister dan ijazah yang memberinya izin untuk menjadi qadhi syar’I pada tahun 1370 H.
Dari pendidikannya di Al-Azhar dan keberhasilannya memperoleh ijazah yang tentu melalui proses panjang dan melelahkan, ia kembali ke tanah kelahirnnya untuk mempertanggungjawabkan atas tugas yang diberikan pemerintah KSA atasnya, yaitu belajar di Mesir. Tanggungjawab itu ia terjemahkan dengan memberi pencerahan kepada khalayak masyarakat dan menebarkan ilmu yang ia peroleh selama di Al-Azhar.
Seiring berjalannya waktu, melihat ketokohan dan kealimannya dalam bidang syariah serta etos kerjanya yang gemilang, hingga pemerintah KSA menurunkan surat resmi yang isinya tugas yang dibebankan kepada Muhammad Hasan untuk menjabat kehakiman wilayah Rabi’, dan kemudian –atau mungkin di saat yang sama- wilayah Thaif. Selain itu, ia juga pernah tercatat sebagai ketua pengadilan-pengadilan Provinsi Mizan (mungkin Jazan). Lebih daripada itu, ia juga menduduki ketua Mahkamah Syar’iyah (Pengadilan Syar’i) di Jeddah.
Keberhasilannnya dalam menjalan tugas kenegaraan juga membuatnya dilantik menjadi anggota pada sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang penyelesaian persengketaan dibawah Kementrian Perdagangan untuk wilayah Barat KSA.
Di sana masih banyak kegiatan-kegiatan ilmiah yang pernah diemban oleh Muhammad Hasan Banjar, antara lain: menulis berbagai artikel ilmiah di sejumlah surat kabar dan majalah serta memberikan ceramah di radio-radio, seperti Radio Nida’ Al-Islam. Tema utama yang biasa ia angkat ialah pembelaan terhadap nilai-nilai keislaman serta menjelaskan konsep-konsep dan prinsip-prinsip utamanya. Syubhat-syubhat yang biasa dilontarkan oleh kaum Liberal dan musuh-musuh Islam lainnya dari kalangan orang-orang Kafir dapat ia patahkan dengan argument-argumen ilmiah sehingga masyarakat bisa beristrirahat dengan nyenyak karena hujjah-hujjahnya jauh menggungguli daripada syubhat yang tidak lebih kuat daripada sarang laba-laba.
Nama Muhammad Hasan Banjar semakin harum dan bahkan membuatnya kekal manakala ia sukses mengeluarkan karya-karya ilmiah yang hingga kini masih dikonsumsi oleh kalangan intelektual Islam. Di antara buah karya intelektualnya ialah:
- Al-Jihad wa As-Salam Dzirwah Sanam Al-Islam (Jihad dan Kedamaian Merupakan Puncak Agama Islam), dicetak oleh Dar Al-Fikr Al-‘Arabi Cairo dengan durasi 158 halaman.
- Dirasat Islamiyyah wa Naqd li Kitab Tsaurah Al-Islam lid-Duktur Ahmad Zaki Abu Syadi (Studi Keislaman dan Sanggahan Terhadap Buku Revolusi Islam karya Dr. Ahmad Zaki Abu Syadi), dicetak oleh Dar Al-Ashfahani dengan durasi 160 halaman.
- Ad-Da’wah Ila Allah (Dakwah kepada Allah) berdurasi dua jilid
- Hadits Ash-Shiyam wa As-Suluk Al-Insani (Hadits-hadits Mengenai Ibadah Puasa dan Prilaku Kemanusiaan)
- Masyahid ‘ala Ardh Al-Ma’rakah, ditulis berduet dengan salah satu putranya bernama Sa’id.
- Trilogi Kumpulan Syair
- Kumpulan Kisah-kisah Kemasyarakatan
Melihat tema-tema yang disuguhkan sang qadhi di atas, nampak bahwa misi terbesar beliau adalah menyingkirkan berbagai duri dan lumut yang sengaja dilumurkan pada Islam. Selain itu, khidmatnya dalam melerai berbagai kemusykilan yang terjadi di masyarakat adalah satu dari sekian topik menarik yang ia tekuni. Tidak saja melalui tulisan akademik yang kadang oleh masyarakat awam dipandang sulit difahami nun menjenuhkan, hingga ia memilih jalan cerita sebagai wadah pembawa pesan perbaikan yang hendak ia sampaikan kepada masyarakat.
Muhammad Hasan juga terlihat sangat peduli terhadap pendidikan anak-anaknya. Terbukti dengan keberhasilan Sa’id yang kemudian ia ikutsertakan dalam proyek ilmiahnya, yaitu penulisan buku Masyahid ‘ala Ardh Al-Ma’rakah. Ini membuktikan bahwa sesibuk apapun pekerjaan orangtua, tidak menghalanginya dari menunaikan kewajiban sebagai pendidik keturunannya. Sebab merekalah yang kelak akan meneruskan estafed perjuangan orangtua tersebut. Oleh sebab itu, seyogyanya orangtua dapat menyisihkan waktu untuk anak-anaknya agar bisa menyampaikan pesan pendidikan kepada mereka.
Syaikh Al-Qadhi Muhammad Hasan bin Sa’id Banjar wafat pada hari Ahad 28 Shafar 1401 H yang bertepatan dengan tahun 1981 M. Semoga Allah meliputinya dengan rahmat dan ampunan-Nya.
Aamiin….
Sumber:
- Biografi M. Hasan Banjar yang termaktub pada akhir bukunya yang berjudul Al-Jihad wa As-Salam (hlm. 157)
- Al-Mustadrak ‘ala Tatimmah Al-A’lam (hlm. 238)
Sumber Artikel: Muslim.Or.Id
Membongkar Sejarah Sentimen Etnis Tionghoa
Written By Rachmat.M.Flimban on 17 Februari 2018 | 2/17/2018 11:25:00 PM
Politik
Membongkar Sejarah Sentimen Etnis Tionghoa
Membaca tulisan seorang mantan jenderal yang terus-menerus membakar massa untuk sentimen terhadap etnis Tionghoa,penulis berusaha mencari asal muasal sentimen ini muncul,namun sebelum kita mengetahui sentimen ini ada baiknya kita melihat kembali sejarah pelayaran laksamana Cengho,seorang jenderal muslim dari Cina yang berlayar dengan pasukannya mengelilingi dunia dan tiba di Nusantara( Indonesia ) di sekitar abad ke-15,kisah ini kita ketahui karena Laksamana Cengho dalam pelayarannya membawa seorang penulis dan penerjemah yang bernama Mahuan dan tercatat dalam bukunya berjudul Yingyai Senglan.
Dalam laporan buku itu disebutkan bahwa masyarakat Etnis Cina telah tinggal di daerah pesisir Jawa dalam jumlah yang sangat banyak,bahkan mereka datang ke daerah Jawa ini sudah sejak nenek moyang mereka sekitar abad ke-5 masehi bahkan bukan di Jawa saja mereka juga sudah menyebar di Sriwijaya Sumatera,hal ini dapat di lihat dari catatan para pendeta Tiongkok yang mengembara dari Tiongkok menuju India melewati Jawa dan Sumatera seperti Catatan pendeta Fahien tahun 399,pendeta Hiun Tsang tahun 629,Pendeta I-tsing pada tahun 671masehi..Sebagai bangsa pedagang yang hebat,orang-orang Cina ini sudah menguasai perdagangan di Pulau Jawa dan Sumatera sejak masa kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Jawa.Bahkan mereka jugalah yang berpengaruh sejak Majapahit menjadi kerajaan besar dengan patih Gajah madanya yang tersohor itu.
Bahkan dalam buku Prof.Slamet Mulyana disebutkan bahwa masuknya Islam ke Pulau Jawa juga tidak luput dari peranan Etnis Tionghoa yang beragama Islam pada abad ke 14,Masuknya Sunan Ampel yang merupakan keponakan putri Campa Dwarawati yang menikah dengan Raja Majapahit Brawijaya,Sunan Ampel yang nama aslinya adalah Bong Swi Hoo adalah cucu penguasa tertinggi di Yunan, Tiongkok Selatan bernama Bong Tak Keng.
Sunan Ampel menikahi putri Kapten Cina yang berkedudukan di Tuban,Gan Eng Yu,lahirlah Sunan Bonang atau nama Tionghoanya Bon Ang Hoo,Sedangkan Kapten Cina Tuban ini punya seorang Putra bernama Gan Sie Cang atau Raden Said yang kelak terkenal sebagai Sunan Kalijaga.Sedangkan Sunan Giri adalah teman Sunan Bonang,sama-sama keturunan Etnis Tionghoa murid dari Sunan Ampel.Sedangkan Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayat Fatahillah adalah putra Sultan Trenggana bernama Toh A Bo putra dari Tung Ka Lo.Demikianlah kalau kita baca sejarah,ternyata sejarah masuknya Islam pun tidak terlepas dari peran Etnis Tionghoa,bahkan penulis yakini bahwa sebenarnya Raja-Raja dan Sultan-Sultan di Indonesia pun adalah percampuran dari kalangan bangsawan Cina,terutama dari Yunan,Tiongkok Selatan.Hal ini sangat bertepatan apabila disebutkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Sungai Mekong,Indo Cina,Tiongkok Selatan.
Kembali ke judul di atas membongkar sejarah sentimen terhadap Etnis Tionghoa,kalau kita baca dari sejarah dari sejak Abad ke-5 sampai kepada abad ke 15 selama 1000 tahun,di Indonesia ini tidak pernah terjadi sentimen terhadap Etnis Tionghoa,bahkan Etnis Tionghoalah yang telah memajukan perdagangan di Nusantara ini.Sentimen Etnis Tionghoa ini terjadi setelah masuknya VOC ke negeri Nusantara ini.
Pada jaman Kolonial Belanda, tahun 1680, para pedagang Tionghoa memegang peranan penting dalam perekonomian di Batavia. Bahkan usaha penjajah untuk memonopoli pun terhambat dan mereka terpaksa berbisnis dengan para pedagang Tionghoa tersebut. Akibatnya, penjajah merasa terancam karena keberadaan orang Tionghoa secara tidak langsung menyokong kehidupan pribumi di Indonesia, dan jika orang Tionghoa dan pribumi bersatu untuk melawan, para penjajah akan kewalahan. Karena itulah, para penjajah berusaha mengadu domba pribumi dan orang Tionghoa, dan mereka berhasil.
Pada tahun 1740, karena krisis ekonomi yg disebabkan oleh turunnya harga gula di pasar global, Belanda hendak mengikis upah gaji para pekerja dengan cara memindahkan para kuli, yg sebagian besar adalah pribumi, ke Afrika. Padahal maksud sebenarnya adalah mereka bermaksud membuang para kuli itu ke laut lepas diam-diam. Entah bagaimana caranya, isu tersebut tersebar dan para pedagang Tionghoa di Batavia, menggalang kekuatan untuk menyerbu kapal-kapal Belanda tersebut. Pertumpahan darah pun tidak dapat dielakkan.
Akibat perlawanan tersebut, Belanda mengeluarkan perintah untuk memeriksa dan melucuti para pedagang Tionghoa, namun yang terjadi sebenarnya adalah pembantaian besar-besaran di mana dalam 3 hari, 50.000-60.000 orang Tionghoa dibunuh. Belanda juga mengeluarkan dekrit bahwa orang Tionghoa lah yg berencana membunuh para kuli pribumi dan mereka seolah-olah bertindak sebagai penyelamat bagi orang-orang pribumi. Kemudian Belanda juga menjanjikan imbalan bagi setiap kepala orang Tionghoa yg berhasil dibunuh. Inilah awalnya perselisihan antara Tionghoa dan pribumi. Nama "Kali Angke" yg ada di daerah Jakarta Utara berasal dari kata "Sungai Merah" yg menggambarkan kejadian pembantaian saat itu di mana sungai-sungai menjadi warna merah oleh darah Tionghoa.
Demikianlah jika kita membongkar sejarah sentimen terhadap etnis Tionghoa,ternyata adalah akibat adu domba kolonial Belanda yang takut bersaing dengan kehebatn Etnis Tionghoa yang berdagang sejak lama di Nusantara,bahkan karena tahu saudara-saudaranya yang disebut Pribumi oleh Belanda yang akan diangkut dan dibuang ke laut lepas Afrika,justru etnis Tionghoa menyerbu kapal-kapal Belanda untuk menyelamatkan para kuli,yang disebut sebagai pribumi.Jadi istilah pribumi itu adalah istilah Belanda yang kasar terhadap kaum kuli,pekerja kasar yang disebut sebagai Inlander (Pribumi ) orang-orang rendahan.
Dengan memahami sejarah sentimen terhadap Etnis Tionghoa yang merupakan adu domba bangsa kolonial Belanda,penulis ingin mengajak saudara sebangsa dan setanah air,marilah hidup damai,dibawah panji NKRI,Pancasila dan Bhinnekha Tunggl Ika,Etnis Tionghoa adalah saudara kamu,family kamu,bahkan kemungkinan nenek moyangmu dan nenek moyang mereka pun sedarah,satu kampung halaman di Indo Cina sana,Sungai Mekong,Yunan Selatan,yang dahulu bernama negeri Campa.Salam Persatuan..
Sumber Artikel dari ; Kompasiana.com
Sejarah Kelam Maulid Nabi
Written By Rachmat.M.Flimban on 07 Februari 2018 | 2/07/2018 08:55:00 PM
Sejarah Kelam Maulid Nabi
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Jika kita menelusuri dalam kitab tarikh (sejarah), perayaan Maulid Nabi tidak kita temukan pada masa sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan empat Imam Madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad), padahal mereka adalah orang-orang yang sangat cinta dan mengagungkan Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang yang paling paham mengenai sunnah Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan paling semangat dalam mengikuti setiap ajaran beliau.
Perlu diketahui pula bahwa -menurut pakar sejarah yang terpercaya-, yang pertama kali mempelopori acara Maulid Nabi adalah Dinasti ‘Ubaidiyyun atau disebut juga Fatimiyyun (silsilah keturunannya disandarkan pada Fatimah). Sebagai buktinya adalah penjelasan berikut ini.
Al Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan, “Para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari ‘Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup Ramadhan, perayaan ‘Idul Fithri, perayaan ‘Idul Adha, perayaan ‘Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij, hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.” (Al Mawa’izh wal I’tibar bi Dzikril Khutoti wal Atsar, 1/490. Dinukil dari Al Maulid, hal. 20 dan Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 145-146)
Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya Ahsanul Kalam (hal. 44) mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum- dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.
Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustadz ‘Ali Fikriy dalam Al Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun). (Dinukil dari Al Maulid, hal. 20)
Fatimiyyun yang Sebenarnya
Kebanyakan orang belum mengetahui siapakah Fatimiyyun atau ‘Ubaidiyyun. Seolah-olah Fatimiyyun ini adalah orang-orang sholeh dan punya i’tiqod baik untuk mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tetapi senyatanya tidak demikian. Banyak ulama menyatakan sesatnya mereka dan berusaha membongkar kesesatan mereka.
Al Qodhi Al Baqillaniy menulis kitab khusus untuk membantah Fatimiyyun yang beliau namakan “Kasyful Asror wa Hatkul Astar (Menyingkap rahasia dan mengoyak tirai)”. Dalam kitab tersebut, beliau membuka kedok Fatimiyyun dengan mengatakan, “Mereka adalah suatu kaum yang menampakkan pemahaman Rafidhah (Syi’ah) dan menyembunyikan kekufuran semata.”
Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni Ad Dimasqiy mengatakan, “Tidak disangsikan lagi, jika kita melihat pada sejarah kerajaan Fatimiyyun, kebanyakan dari raja (penguasa) mereka adalah orang-orang yang zholim, sering menerjang perkara yang haram, jauh dari melakukan perkara yang wajib, paling semangat dalam menampakkan bid’ah yang menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah, dan menjadi pendukung orang munafik dan ahli bid’ah. Perlu diketahui, para ulama telah sepakat bahwa Daulah Bani Umayyah, Bani Al ‘Abbas (‘Abbasiyah) lebih dekat pada ajaran Allah dan Rasul-Nya, lebih berilmu, lebih unggul dalam keimanan daripada Daulah Fatimiyyun. Dua daulah tadi lebih sedikit berbuat bid’ah dan maksiat daripada Daulah Fatimiyyun. Begitu pula khalifah kedua daulah tadi lebih utama daripada Daulah Fatimiyyun.”
Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Bani Fatimiyyun adalah di antara manusia yang paling fasik (banyak bermaksiat) dan paling kufur.” (Majmu’ Fatawa, 35/127)
Apakah Fathimiyyun Memiliki Nasab sampai Fatimah?
Bani Fatimiyyun atau ‘Ubaidiyyun juga menyatakan bahwa mereka memiliki nasab (silsilah keturunan) sampai Fatimah.
Ini hanyalah suatu kedustaan. Tidak ada satu pun ulama yang menyatakan demikian.
Ahmad bin ‘Abdul Halim juga mengatakan dalam halaman yang sama, “Sudah diketahui bersama dan tidak bisa disangsikan lagi bahwa siapa yang menganggap mereka di atas keimanan dan ketakwaan atau menganggap mereka memiliki silsilah keturunan sampai Fatimah, sungguh ini adalah suatu anggapan tanpa dasar ilmu sama sekali. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (QS. Al Israa’: 36). Begitu juga Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali orang yang bersaksi pada kebenaran sedangkan mereka mengetahuinya.” (QS. Az Zukhruf: 86). Allah Ta’ala juga mengatakan saudara Yusuf (yang artinya), “Dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui.” (QS. Yusuf: 81). Perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun ulama yang menyatakan benarnya silsilah keturunan mereka sampai pada Fatimah.”
Begitu pula Ibnu Khallikan mengatakan, “Para ulama peneliti nasab mengingkari klaim mereka dalam nasab [yang katanya sampai pada Fatimah].” (Wafayatul A’yan, 3/117-118)
Perhatikanlah pula perkataan Al Maqrizy di atas, begitu banyak perayaan yang dilakukan oleh Fatimiyyun dalam setahun, kurang lebih ada 25 perayaan. Bahkan lebih parah lagi mereka juga mengadakan perayaan hari raya orang Majusi dan Nashrani yaitu hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), dan hari Al Khomisul ‘Adas (perayaan tiga hari selelum Paskah). Ini pertanda bahwa mereka jauh dari Islam. Bahkan perayaan-perayaan maulid yang diadakan oleh Fatimiyyun tadi hanyalah untuk menarik banyak masa supaya mengikuti madzhab mereka. Jika kita menilik aqidah mereka, maka akan nampak bahwa mereka memiliki aqidah yang rusak dan mereka adalah pelopor dakwah Batiniyyah yang sesat. (Lihat Al Bida’ Al Hawliyah, 146, 158)
‘Abdullah At Tuwaijiriy mengatakan, “Al Qodhi Abu Bakr Al Baqillaniy dalam kitabnya ‘yang menyingkap rahasia dan mengoyak tirai Bani ‘Ubaidiyyun’, beliau menyebutkan bahwa Bani Fatimiyyun adalah keturunan Majusi. Cara beragama mereka lebih parah dari Yahudi dan Nashrani. Bahkan yang paling ekstrim di antara mereka mengklaim ‘Ali sebagai ilah (Tuhan yang disembah) atau ada sebagian mereka yang mengklaim ‘Ali memiliki kenabian. Sungguh Bani Fatimiyyun ini lebih kufur dari Yahudi dan Nashrani.
Al Qodhi Abu Ya’la dalam kitabnya Al Mu’tamad menjelaskan panjang lebar mengenai kemunafikan dan kekufuran Bani Fatimiyyun. Begitu pula Abu Hamid Al Ghozali membantah aqidah mereka dalam kitabnya Fadho-ihul Bathiniyyah (Mengungkap kesalahan aliran Batiniyyah).” (Al Bida’ Al Hawliyah, 142-143)
Inilah sejarah yang kelam dari Maulid Nabi. Namun, kebanyakan orang tidak mengetahui sejarah ini atau mungkin sengaja menyembunyikannya. Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan:
Pertama: Maulid Nabi tidak ada asal usulnya sama sekali dari salafush sholeh. Tidak kita temukan pada sahabat atau para tabi’in yang merayakannya, bahkan dari imam madzhab.
Kedua:
Munculnya Maulid Nabi adalah pada masa Daulah Fatimiyyun sekitar abad tiga Hijriyah. Daulah Fatimiyyun sendiri dibinasakan oleh Shalahuddin Al Ayubi pada tahun 546 H.
Ketiga:
Fatimiyyun memiliki banyak penyimpangan dalam masalah aqidah sampai aliran ekstrim di antara mereka mengaku Ali sebagai Tuhan. Fatimiyyun adalah orang-orang yang gemar berbuat bid’ah, maksiat dan jauh dari ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.
Keempat: Merayakan Maulid Nabi berarti telah mengikuti Daulah Fatimiyyun yang pertama kali memunculkan perayaan maulid. Dan ini berarti telah ikut-ikutan dalam tradisi orang yang jauh dari Islam, senang berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya, telah menyerupai di antara orang yang paling fasiq dan paling kufur. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.
Sumber Artikel Rumaysho.com
Faedah Sirah Nabi: Tanggal Lahir Nabi Belum Jelas
Faedah Sirah Nabi: Tanggal Lahir Nabi Belum Jelas
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Kapan Nabi kita lahir? Apa benar 12 Rabi’ul Awwal seperti yang diperingati?
Para ulama sepakat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir pada hari Senin.
Dari Abu Qatadah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab,
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ
“Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.” (HR. Muslim, no. 1162)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir di kota Mekkah. Adapun tempat kelahirannya di Mekkah, ada yang mengatakan di sebuah rumah yang ada di Syi’ib Bani Hasyim. Ada yang mengatakan di sebuah rumah dekat Shafa. Selain itu, orang yang bertindak sebagai bidannya adalah ibunda ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu wa ‘anha.
Pendapat yang benar adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan di bulan Rabi’ul Awwal. Adapun tanggal lahirnya, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan tanggal 2, tanggal 8, tanggal 9, tanggal 10, tanggal 12, tanggal 17, atau tanggal 22 Rabi’ul Awwal.
Adapun tahun kelahiran beliau adalah di tahun Gajah, yaitu tahun 571 Miladiyah.
Setelah kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ibunya mengirimkan beliau ke kakeknya, ‘Abdul Muthallib. Dia menggendongnya dan membawanya masuk ke dalam Ka’bah. Setelah sampai pada hari yang ketujuh, dia memotong kambing dan mengundang orang-orang Quraisy. Setelah mereka selesai makan, mereka bertanya, “Wahai ‘Abdul Muthallib, siapa nama anak kamu yang karenanya kamu memanggil kami?”
‘Abdul Muthallib berkata, “Saya namakan dia Muhammad.”
Mereka bertanya lagi, “Bagaimana kamu menamakan anakmu dengan nama yang bukan nama dari kakek kamu dan juga bukan nama yang dikenal pada kaummu?”
‘Abdul Muthallib berkata, “Saya berharap penduduk bumi memujinya dan pendudukan langit pun memujinya.” [Muhammad berarti yang terpuji]
Nama Muhammad adalah nama langka di kalangan Arab Jahiliyah, kecuali beberapa orang tua yang mengetahui bahwa Nabi akhir zaman adalah bernama Muhammad dan berharap anaknya menjadi nabi, maka dia pun menamakan anaknya dengan Muhammad.
Selain itu, Allah Ta’ala, menjaga setiap orang yang bernama Muhammad pada waktu itu dari mengaku sebagai nabi, atau seorang menganggapnya sebagai nabi, atau bahkan menampakkan masalah yang membuat orang lain bertanya-tanya.
Beberapa faedah yang bisa diambil dari tanggal kelahiran Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
- Tanggal kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ada kaitannya dengan ibadah tertentu dan tidak disyariatkan melakukan ibadah tertentu di dalamnya, baik peringatan kelahiran atau yang lainnya. Seandainya dianjurkan memeringati perayaan tertentu, tentu akan ditentukan tanggal pasti kelahiran beliau sebagaimana kalau mau memasuki Ramadhan atau keluar dari Ramadhan, penentuannya dilihat dengan penglihatan hilal awal bulan.
- Hari Senin merupakan hari istimewa dalam kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Istimewanya, hari Senin dianjurkan untuk berpuasa. Pada hari Senin, beliau dilahirkan, diangkat menjadi Nabi dan hari meninggal dunia.
- Kalau ada yang mengatakan bahwa puasa hari Senin sebagai peringatan kelahiran Nabi, maka kita jawab bahwa puasa hari Senin bukan karena hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya. Apalagi ditambahkan hari Senin disebut oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hari diangkatnya beliau menjadi nabi.
- Tanggal 12 Rabiul Awwal tidak bisa dipastikan sebagai tanggal kelahiran Nabi sebagaimana yang diperingati kaum muslimin saat ini sebagai Maulid Nabi.
Kapan perayaan Maulid Nabi mulai muncul?
Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al-Ibda’ fi Madhor Al-Ibtida’ (hlm. 251) dan Al-Ustadz ‘Ali Fikriy dalam Al-Muhadhorot Al-Fikriyah (hlm. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun). (Dinukil dari Al-Maulid, hlm. 20)
Empat Kenyataan Perayaan Maulid Nabi
Pertama: Maulid Nabi tidak ada asal usulnya sama sekali dari salafush sholeh. Tidak kita temukan pada sahabat atau para tabi’in yang merayakannya, bahkan dari imam madzhab.
Kedua: Munculnya Maulid Nabi adalah pada masa Daulah Fatimiyyun sekitar abad tiga Hijriyah. Daulah Fatimiyyun sendiri dibinasakan oleh Shalahuddin Al-Ayubi pada tahun 546 H.
Ketiga: Fatimiyyun memiliki banyak penyimpangan dalam masalah aqidah sampai aliran ekstrim di antara mereka mengaku Ali sebagai Tuhan. Fatimiyyun adalah orang-orang yang gemar berbuat bid’ah, maksiat dan jauh dari ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.
Keempat: Merayakan Maulid Nabi berarti telah mengikuti Daulah Fatimiyyun yang pertama kali memunculkan perayaan maulid. Dan ini berarti telah ikut-ikutan dalam tradisi orang yang jauh dari Islam, senang berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya, telah menyerupai di antara orang yang paling fasiq dan paling kufur. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Baca selengkapnya tentang Sejarah Kelam Maulid Nabi:
Ini bukti sejarah kelam Maulid Nabi menurut pakar sejarah.
Semoga bahasan ini menjadi pelajaran berharga. Ya Allah, tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus.
Referensi:
Fikih Sirah Nabawiyah. Cetakan kelima, 2016. Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Zaid. Penerbit Darus Sunnah.
Sumber Artikel; Rumaysho.Com
Faedah Sirah Nabi: Istri Nabi, Zainab binti Jahsy
Written By Rachmat.M.Flimban on 31 Januari 2018 | 1/31/2018 10:22:00 PM
Faedah Sirah Nabi: Istri Nabi, Zainab binti Jahsy
Sekarang kita melihat istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya yaitu
Zainab binti Jahsy.
Zainab binti Jahsy
Nama aslinya adalah Barrah. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya nama Zainab. Nama kunyahnya adalah Ummul Hakam. Ibu dari Zainab adalah Umayyah binti ‘Abdul Muthallib bin Hasyim bin ‘Abdu Manaf bin Qushay. Ibunya berarti bibi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari jalur bapak Nabi. Kita simpulkan berarti Zainab binti Jahsy masih berhubungan kerabat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu sebagai sepupu beliau.
Zainab binti Jahsy masuk Islam dari dulu. Ia pernah berhijrah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah. Suaminya terdahulu bernama Zaid bin Haritsah (bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Zaid mentalak Zainab dan setelah masa ‘iddahnya selesai, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Zainab. Umur Zainab ketika dinikahi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 53 tahun. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya pada bulan Dzulqa’dah tahun 5 Hijriyah sebagaimana pendapat Al-Waqidi dan Ibnu Katsir. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa Zainab binti Jahsy meninggal dunia pada tahun 20 Hijriyah.
Keutamaan Zainab binti Jahsy
- Allah memuliakannya dengan penyebutan pernikahannya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah ditalak Zaid sebagaimana disebut dalam ayat,
- Ayat hijab turun berkenaan dengan pernikahan Zainab binti Jahsy yaitu firman Allah,
- Ia sangat mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedudukan Zainab binti Jahsy begitu mulia di sisi Nabi karena ia adalah satu-satunya istri beliau yang paling dekat dengan beliau dari sisi kekerabatan, Zainab adalah puteri dari bibi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (ibnatu ‘ammatihi).
- Zainab binti Jahsy sangat terkenal dengan banyaknya ibadah beliau. Sampai-sampai Aisyah mengatakan bahwa ia tidak pernah melihat wanita yang sangat baik agamanya, paling bertakwa kepada Allah, paling jujur perkataannya dan paling penyayang selain Zainab binti Jahsy.
- Zainab binti Jahsy sangat terkenal wara’. Ketika Zainab ditanya tentang Aisyah mengenai fitnahan selingkuh (haditsul ifki), Zainab menjawab, “Wahai Rasulullah! Aku menjaga pendengaran dan penglihatanku. Demi Allah, yang aku tahu dia hanyalah baik.” (HR. Bukhari, no. 2661 dan Muslim, no. 2770)
- Zainab binti Jahsy sangat semangat mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini dibuktikan bahwa Zainab tidaklah berhaji lagi sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terakhir bersama beliau dalam haji wada’. Hal ini dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta istri-istri beliau untuk menetap di rumah sepeninggal beliau. Hanya Saudah binti Zam’ah dan Zainab binti Jahsy yang tidak berhaji bersama istri-istri Nabi lainnya di masa Umar bin Al-Khattab.
- Zainab binti Jahsy sangat senang berinfak atau bersedekah. Setiap harta yang sampai di tangannya, ia gunakan untuk berinfak kepada lainnya. Ketika ia meninggal dunia, ia tidaklah meninggalkan satu dirham atau dinar karena ia telah gunakan semuanya untuk bersedekah. Sampai kain kafan untuknya yang akan diberi oleh Umar, ia wasiatkan untuk disedekahkan. Ketika meninggal dunia, yang ia tinggalkan adalah rumahnya. Ini menandakan banyaknya harta yang telah beliau infakkan. Beliau disebut juga dengan Ma’wal Masakin (tempat kembalinya orang-orang miskin).
فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” (QS. Al-Ahzab: 37)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.” (QS. Al-Ahzab: 53)
Bukti lain kalau Zainab sangat ittiba’ pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia tidak mau mengenakan wewangian ketika masa berkabung saat meninggal saudara laik-lakinya. Ia mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berbicara di mimbar,
لاَ يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ia berkabung atas mayit lebih dari tiga hari kecuali kalau ditinggal mati suami, maka berkabungnya selama empat bulan sepuluh hari.” (HR. Bukhari, no. 5335)
Semoga pelajaran dari Zainab binti Jahsy menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Wallahu waliyyut taufiq.
Referensi:
Ummahat Al-Mukminin. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Dr. Muhammad bin Sulaiman. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber Artikel Rumaysho.Com