“Surah
Al-Kafirun dan surah Al-Ikhlas memiliki sebutan Al-Muqasyqisyatain, yakni
bahwasanya keduanya membebaskan diri dari kemunafikan.” (As-Shihah
Taaj Al-Lughah, 3: 1016)
Sebab turunnya surat Al-Kafirun
Surat Al-Kafirun turun sebagai jawaban atas ‘penawaran’ orang-orang kafir kepada
Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallama agar beliau berkenan bergantian beribadah dengan cara
mereka dan cara Islam. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat ‘Abdullah bin
‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma,
أن قريشا وعدوا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يعطوه مالا فيكون أغنى رجل بمكة ،
ويزّوجوه ما أراد من النساء ، ويطئوا عقبه ، فقالوا له : هذا لك عندنا يا محمد ،
وكفّ عن شتم آلهتنا ، فلا تذكرها بسوء ، فإن لم تفعل فإنا نعرض عليك خصلة واحدة ،
فهي لك ولنا فيها صلاح . قال : ما هي ؟ قالوا : تعبد آلهتنا سنة : اللات والعزي ،
ونعبد إلهك سنة ، قال : حتى أنْظُرَ ما يأْتي مِنْ عِنْدِ رَبّي . فجاء الوحي من
اللوح المحفوظ : (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) السورة، وأنزل الله : (قُلْ
أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ) … إلى قوله :
(فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ)
“Orang-orang Quraisy menjanjikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama
harta yang melimpah sehingga beliau menjadi orang terkaya di Makkah, menjanjikan
akan menjodohkan beliau dengan siapapun yang beliau pilih, agar beliau berhenti
berdakwah. Mereka mengatakan, “Ini akan menjadi milikmu, wahai Muhammad. Akan
tetapi, tahan lisanmu dari mencela tuhan-tuhan kami atau mengatakan yang tidak
baik tentang mereka. Jika masih tidak mau, kami ada penawaran, mungkin ini
penawaran terbaik untuk kami dan untukmu.”
(Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama) pun menjawab, “Apa itu?” (Mereka
menukas), “Bagaimana jika selama setahun engkau menyembah tuhan kami (Al-Laat
dan Al-Uzza) dan di tahun berikutnya kami menyembah tuhanmu?” Beliau shallallahu
‘alaihi wasallama pun menjawab, “Lihat saja sampai aku mendengar langsung dari
Rabbku.” Maka, turunlah surat Al-Kafirun dan ayat 64-66 surah Az-Zumar.” (HR.
Ibnu Abi Hatim dalam At-Tafsir 10:
3471, At-Thabari dalam Jaami’
Al-Bayaan 24: 703, dan At-Thabrani dalam Al-Mu’jam
Al-Shaghir no. 751)
Hanya saja riwayat ini dilemahkan dengan sebab bersendirinya Abdullah bin Isa
Al-Khazzaz dalam meriwayatkan dari Dawud bin Abi Hind. Ibnu Hajar rahimahullahu
mengatakan
bahwa beliau (Abdullah bin Isa) lemah (Taqriib
at-Tahdziib, hal. 317).
Begitu pun riwayat-riwayat lain yang juga dinilai lemah, namun saling menguatkan
satu sama lain dan tidak terdapat makna yang salah. Sehingga sebagian ulama
seperti Syekh
Al-Albani rahimahullahu menguatkannya.
Keutamaan surat Al-Kafirun
Di antara keutamaan surat Al-Kafirun yang disebutkan dalam beberapa hadis Nabi
Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallama adalah:
Pertama: Mengandung makna berlepas diri dari kesyirikan. Nabi
Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallama bersabda,
إِذَا أَوَيْتَ إِلَى مَضْجَعِكَ، فَاقْرَأْ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ إِلَى
خاَتِمَتِهَا؛ فَإنَّهَا بَرَاءَةٌ مِنَ الشَّركِ
“Jika
engkau hendak tidur, bacalah surah Al-Kafirun hingga selesai. Karena surat
tersebut mengandung bentuk berlepas dirinya seorang hamba dari segala macam
bentuk kesyirikan.”
Kedua: Mengikui sunah Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallama dengan membacanya di beberapa salat. Seperti dua rakaat
sebelum salat Subuh, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Abu
Hurairah radhiyallahu
‘anhu,
إِنَّ رَسُولَ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَرَأَ فِي رَكْعَتَي
الْفَجْرِ: قُلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama membaca di dalam dua rakaat sebelum
salat Subuh dengan surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlas.” (HR. Muslim no. 726)
Atau ketika salat sunah Tawaf, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Jabir bin
Abdillah radhiyallahu
‘anhu,
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلي الله عليه وسلم قَرَأَ فِي رَكْعَتَي الطَّوَافِ
بِسُورَتَيِ: قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama salat sunah Tawaf dengan membaca
Al-Kafirun dan Al-Ikhlas.” (HR. Muslim no. 1218)
Dan lain-lain.
Kandungan makna surat Al-Kafirun
Ayat 1
Allah ‘Azza
Wajalla berfirman,
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
“Katakanlah,
‘Hai orang-orang kafir.”
Di ayat ini Allah ‘Azza
Wajalla menyeru kepada Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallama agar menegaskan prinsip seorang muslim kepada orang-orang
kafir yang datang kepada beliau membawa penawaran untuk beribadah kepada
selain-Nya.
Allah berfirman dengan (قل) dalam rangka menghilangkan rasa berat hati di hati
Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallama untuk menyampaikan hal tersebut, karena hal itu langsung
dari Allah ‘Azza
Wajalla.
Dan secara tidak langsung juga memberikan pengajaran bahwa permasalahan akidah
dan keyakinan adalah berasal dari Allah ‘Azza
Wajalla dan bukan dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallama. Seperti dalam beberapa firman Allah berikut ini,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Katakanlah
(hai Muhammad) bahwa Allahlah tuhan yang Maha Esa.” (QS. Al-Ikhlas: 1)
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا
وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا
يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا
فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Katakanlah,
‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak
ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah, kecuali Allah
dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian
kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.’ Jika mereka
berpaling, maka katakanlah kepada mereka, ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).’ ” (QS. Ali Imran: 64)
Ayat 2 dan 3
Allah ‘Azza Wajalla berfirman,
لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.”
Di dalam dua ayat ini, Allah Subhanahu
Wa Ta’ala menegaskan seorang muslim harus benar-benar berlepas dari segala
macam bentuk peribadahan. Baik di masa sekarang maupun akan datang. Allah ‘Azza
Wajalla berfirman mengisahkan bagaimana Yakub ‘alaihissalam berpesan
kepada anak-anaknya menunjukkan urgensi untuk tegas dalam urusan tauhid,
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا
تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ
إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ
مُسْلِمُونَ
“Adakah
kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada
anak-anaknya, ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab, ‘Kami akan
menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu)
Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.’” (QS.
Al-Baqarah: 133)
Ayat kedua dan ketiga hampir mirip, hanya saja ayat kedua menegaskan bahwa tidak
ada sedikit pun kemungkinan kami (Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallama dan kaum muslimin) akan turut serta dalam peribadahan
kepada selain Allah. Ayat ketiga menegaskan bahwa tatkala mereka (orang-orang
musyrik) beribadah kepada sesuatu selain bagaimana Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallama beribadah, maka perbuatan mereka bukan termasuk ibadah.
Ayat 4 dan 5
Allah ‘Azza
Wajalla berfirman,
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan
kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.”
Di dalam dua ayat ini, Allah Subhanahu
wa Ta’ala menegaskan bahwa Nabi tidak pernah mengibadahi sesembahan
orang-orang kafir. Begitu pun sebaliknya, orang-orang kafir tidak pernah
mengibadahi Allah Ta’ala.
Dengan demikian, ayat 2 hingga ayat 5 dengan jelas menyebutkan sanggahan kepada
orang-orang kafir bahwa baik di waktu lampau, waktu sekarang, atau yang akan
datang, peribadahan kaum muslimin dan orang-orang kafir tidak akan pernah dalam
satu tujuan.
Ayat 6
Allah ‘Azza Wajalla berfirman,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Di dalam ayat ini, Allah Subhanahu
wa Ta’ala menegaskan bahwa kekufuran dan tauhid berada di agama yang
berbeda. Dengan demikian, melalui ayat ini, sempurnalah pelepasdirian Islam dan
kaum muslimin dari segala macam bentuk peribadahan dan sesembahan selain apa
yang telah syariat Islam tetapkan. Demikian pula, tidak selayaknya seorang
muslim memiliki keyakinan bahwa agama-agama di dunia ini sama atau bahkan benar
semua. Akan tetapi, wajib baginya untuk meyakini bahwa Islam-lah satu-satunya
agama yang diridai di sisi Allah ‘Azza
wa Jalla.
Baca juga: Keutamaan dan Kandungan Surat
Ad-Dhuha
—
Penulis: Rachmat.M.Flimban
Sumber
Artikel: Muslim.or.id
Penulis; Muhammad Nur Faqih.S.Ag
© 2023
muslim.or.id