Latest Post
Tampilkan postingan dengan label quran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label quran. Tampilkan semua postingan

BISA BACA QUR'AN HANYA TIGA HARI

Written By Rachmat.M.Flimban on 16 Januari 2024 | 1/16/2024 10:51:00 PM

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Alquran Surah Al-Kahf Full HD ismail al qadi

Written By Rachmat.M.Flimban on 27 Oktober 2023 | 10/27/2023 11:53:00 PM




بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

RAHASIA AYAT 8 DAN 9 YASIN,YANG HARUS ANDA KETAHUI

Written By Rachmat.M.Flimban on 28 September 2023 | 9/28/2023 01:26:00 AM

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Syekh Ali Jaber - Amalan Ringan Yang Pahalanya Menakjubkan

Written By Rachmat.M.Flimban on 02 Juli 2023 | 7/02/2023 10:04:00 PM

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

SURAT AL-KAFIRUN AMALAN AYAT SYIFA

Written By Rachmat.M.Flimban on 01 April 2023 | 4/01/2023 04:04:00 AM

Amalan Untuk Orang yang Sakit SURAT AL-KAFIRUN

Surat Al-Kafirun adalah surah makkiyah dan masuk ke dalam kelompok surah al-mufasshal. Terdiri dari 6 ayat yang seluruh ayatnya berisi kewajiban seorang muslim untuk berlepas diri dari segala macam bentuk kesyirikan. 

Surat Al-Kafirun memiliki beberapa nama, di antaranya surah Al-Kafirun, 

surah Al-Ikhlas, dan surah Al-Muqasyqisyah. 

Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Jauhari rahimahullahu ketika menukil perkataan Al-Ashma’i rahimahullahu,

وكان يقال لِ “قُلْ يا أيُّها الكافرونَ” و “قلْ هو الله أحدٌ”: المُقَشْقِشَتانِ، أي أنَّهما تُبْرِئانِ من النفاق

Surah Al-Kafirun dan surah Al-Ikhlas memiliki sebutan Al-Muqasyqisyatain, yakni bahwasanya keduanya membebaskan diri dari kemunafikan.” (As-Shihah Taaj Al-Lughah, 3: 1016)

Sebab turunnya surat Al-Kafirun

Surat Al-Kafirun turun sebagai jawaban atas ‘penawaran’ orang-orang kafir kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama agar beliau berkenan bergantian beribadah dengan cara mereka dan cara Islam. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,


أن قريشا وعدوا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يعطوه مالا فيكون أغنى رجل بمكة ، ويزّوجوه ما أراد من النساء ، ويطئوا عقبه ، فقالوا له : هذا لك عندنا يا محمد ، وكفّ عن شتم آلهتنا ، فلا تذكرها بسوء ، فإن لم تفعل فإنا نعرض عليك خصلة واحدة ، فهي لك ولنا فيها صلاح . قال : ما هي ؟ قالوا : تعبد آلهتنا سنة : اللات والعزي ، ونعبد إلهك سنة ، قال : حتى أنْظُرَ ما يأْتي مِنْ عِنْدِ رَبّي . فجاء الوحي من اللوح المحفوظ : (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) السورة، وأنزل الله : (قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ) … إلى قوله : (فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ)

“Orang-orang Quraisy menjanjikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama harta yang melimpah sehingga beliau menjadi orang terkaya di Makkah, menjanjikan akan menjodohkan beliau dengan siapapun yang beliau pilih, agar beliau berhenti berdakwah. Mereka mengatakan, “Ini akan menjadi milikmu, wahai Muhammad. Akan tetapi, tahan lisanmu dari mencela tuhan-tuhan kami atau mengatakan yang tidak baik tentang mereka. Jika masih tidak mau, kami ada penawaran, mungkin ini penawaran terbaik untuk kami dan untukmu.”

(Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama) pun menjawab, “Apa itu?” (Mereka menukas), “Bagaimana jika selama setahun engkau menyembah tuhan kami (Al-Laat dan Al-Uzza) dan di tahun berikutnya kami menyembah tuhanmu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallama pun menjawab, “Lihat saja sampai aku mendengar langsung dari Rabbku.” Maka, turunlah surat Al-Kafirun dan ayat 64-66 surah Az-Zumar.” (HR. Ibnu Abi Hatim dalam At-Tafsir 10: 3471, At-Thabari dalam Jaami’ Al-Bayaan 24: 703, dan At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Shaghir no. 751)

Hanya saja riwayat ini dilemahkan dengan sebab bersendirinya Abdullah bin Isa Al-Khazzaz dalam meriwayatkan dari Dawud bin Abi Hind. Ibnu Hajar rahimahullahu 

mengatakan bahwa beliau (Abdullah bin Isa) lemah (Taqriib at-Tahdziib, hal. 317).

Begitu pun riwayat-riwayat lain yang juga dinilai lemah, namun saling menguatkan satu sama lain dan tidak terdapat makna yang salah. Sehingga sebagian ulama seperti Syekh Al-Albani rahimahullahu menguatkannya.

Keutamaan surat Al-Kafirun

Di antara keutamaan surat Al-Kafirun yang disebutkan dalam beberapa hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama adalah:

Pertama: Mengandung makna berlepas diri dari kesyirikan. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

إِذَا أَوَيْتَ إِلَى مَضْجَعِكَ، فَاقْرَأْ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ إِلَى خاَتِمَتِهَا؛ فَإنَّهَا بَرَاءَةٌ مِنَ الشَّركِ

Jika engkau hendak tidur, bacalah surah Al-Kafirun hingga selesai. Karena surat tersebut mengandung bentuk berlepas dirinya seorang hamba dari segala macam bentuk kesyirikan.”

Kedua: Mengikui sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama dengan membacanya di beberapa salat. Seperti dua rakaat sebelum salat Subuh, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

إِنَّ رَسُولَ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَرَأَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ: قُلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama membaca di dalam dua rakaat sebelum salat Subuh dengan surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlas.” (HR. Muslim no. 726)

Atau ketika salat sunah Tawaf, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu,

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلي الله عليه وسلم قَرَأَ فِي رَكْعَتَي الطَّوَافِ بِسُورَتَيِ: قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama salat sunah Tawaf dengan membaca Al-Kafirun dan Al-Ikhlas.” (HR. Muslim no. 1218)

Dan lain-lain.

Kandungan makna surat Al-Kafirun

Ayat 1

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ

Katakanlah, ‘Hai orang-orang kafir.

Di ayat ini Allah ‘Azza Wajalla menyeru kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama agar menegaskan prinsip seorang muslim kepada orang-orang kafir yang datang kepada beliau membawa penawaran untuk beribadah kepada selain-Nya.

Allah berfirman dengan (قل) dalam rangka menghilangkan rasa berat hati di hati Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama untuk menyampaikan hal tersebut, karena hal itu langsung dari Allah ‘Azza Wajalla.

Dan secara tidak langsung juga memberikan pengajaran bahwa permasalahan akidah dan keyakinan adalah berasal dari Allah ‘Azza Wajalla dan bukan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama. Seperti dalam beberapa firman Allah berikut ini,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

“Katakanlah (hai Muhammad) bahwa Allahlah tuhan yang Maha Esa.” (QS. Al-Ikhlas: 1)

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah, kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.’ Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).’ ” (QS. Ali Imran: 64)

Ayat 2 dan 3

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ  وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.”

Di dalam dua ayat ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menegaskan seorang muslim harus benar-benar berlepas dari segala macam bentuk peribadahan. Baik di masa sekarang maupun akan datang. Allah ‘Azza Wajalla berfirman mengisahkan bagaimana Yakub ‘alaihissalam berpesan kepada anak-anaknya menunjukkan urgensi untuk tegas dalam urusan tauhid,

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

“Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab, ‘Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.’” (QS. Al-Baqarah: 133)

Ayat kedua dan ketiga hampir mirip, hanya saja ayat kedua menegaskan bahwa tidak ada sedikit pun kemungkinan kami (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama dan kaum muslimin) akan turut serta dalam peribadahan kepada selain Allah. Ayat ketiga menegaskan bahwa tatkala mereka (orang-orang musyrik) beribadah kepada sesuatu selain bagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama beribadah, maka perbuatan mereka bukan termasuk ibadah.

Ayat 4 dan 5

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ  وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.”

Di dalam dua ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan bahwa Nabi tidak pernah mengibadahi sesembahan orang-orang kafir. Begitu pun sebaliknya, orang-orang kafir tidak pernah mengibadahi Allah Ta’ala. Dengan demikian, ayat 2 hingga ayat 5 dengan jelas menyebutkan sanggahan kepada orang-orang kafir bahwa baik di waktu lampau, waktu sekarang, atau yang akan datang, peribadahan kaum muslimin dan orang-orang kafir tidak akan pernah dalam satu tujuan.

Ayat 6

Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”

Di dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan bahwa kekufuran dan tauhid berada di agama yang berbeda. Dengan demikian, melalui ayat ini, sempurnalah pelepasdirian Islam dan kaum muslimin dari segala macam bentuk peribadahan dan sesembahan selain apa yang telah syariat Islam tetapkan. Demikian pula, tidak selayaknya seorang muslim memiliki keyakinan bahwa agama-agama di dunia ini sama atau bahkan benar semua. Akan tetapi, wajib baginya untuk meyakini bahwa Islam-lah satu-satunya agama yang diridai di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.

Baca juga: Keutamaan dan Kandungan Surat Ad-Dhuha

Penulis: Rachmat.M.Flimban

Sumber Artikel: Muslim.or.id

Penulis; Muhammad Nur Faqih.S.Ag

 © 2023 muslim.or.id

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Murotal Anak Juz 30 - Riko The Series (Qur'an Recitation for Kids)

Written By Rachmat.M.Flimban on 06 September 2022 | 9/06/2022 10:17:00 AM

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Anakku Jangan Hapus Air Matamu-Ustadz Dr Syafiq

Written By Rachmat.M.Flimban on 29 Januari 2020 | 1/29/2020 07:47:00 PM


Kajian Menyentuh Hati: Anakku Jangan Hapus Air Matamu - Ustadz Dr Syafiq Riza Basalamah

Rachmat.M.M.a
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

SURAH INI AKAN MENJADI PENOLONG PEMBACANYA DI HARI AKHIR Ustadz Adi Hi...

Written By Rachmat.M.Flimban on 09 Desember 2018 | 12/09/2018 07:06:00 PM

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

سورة الأحزاب للشيخ خالد الجليل من ليالي رمضان 1438 من أروع التلاوات

Written By Rachmat.M.Flimban on 05 Desember 2018 | 12/05/2018 10:58:00 PM

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

خالد الجليل سورة ابراهيم khalid al jalil surat ibrahim

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

سورة ابراهيم - خالد الجليل ( تلاوة عذبة )

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Sourate Al Baqarah سورة البقرة كاملة للشيخ مشاري بن راشد العفاسي

Sourate Al Baqarah سورة البقرة كاملة للشيخ مشاري بن راشد العفاسي

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Ulama Menjawab "Apakah Presiden dan Pemerintah Kita Kafir?"

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Cara Membuang Mushaf Alquran yang Tidak Terpakai

Written By Rachmat.M.Flimban on 08 November 2018 | 11/08/2018 04:31:00 PM

AL-QUAN

Cara Membuang Mushaf Alquran yang Tidak Terpakai

By Ustadz Ammi Nur Baits



Membuang Mushaf Alquran yang tidak terpakai

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum.

Ustad, yang ingin saya tanyakan apa hukumnya membuang ke tempat sampah atau juga membakar potongan atau kertas lama yang berisi ayat huruf Arab atau Alquran, misalnya iqra, potongan kertas Alquran atau kata basmalah yang diprint. Dan apa solusi terbaik dengan kertas tersebut.

Terima kasih.

Dari: Nuraini

Jawaban:

Wa’alaikumussalam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du

Ada bebarapa cara yang dijelaskan ulama,

Pertama, Mushaf bekas itu dikubur dalam tanah.

Ini adalah keterangan madzhab hanafi dan hambali.

Al-Hasfaki, ulama madzhab hanafi mengatakan,

الْمُصْحَفُ إذَا صَارَ بِحَالٍ لَا يُقْرَأُ فِيهِ : يُدْفَنُ ؛ كَالْمُسْلِمِ

“Mushaf yang tidak lagi bisa terbaca, dikubur, sebagaimana seorang muslim.” (ad-Dur al-Mukhtar, 1:191).

Ulama lain yang memberikan catatan kaki untuk ad-Dur al-Mukhtar mengatakan,

أي يجعل في خرقة طاهرة ، ويدفن في محل غير ممتهن ، لا يوطأ

Maksudnya, lembaran mushaf itu diletakkan di kain yang suci, kemudian dikubur di tempat yang tidak dihinakan (seperti tempat sampah), dan tidak boleh diinjak.

Al-Bahuti mengatakan,

“Jika ada mushaf Alquran yang sudah usang maka dia dikubur, berdasarkan ketegasan dari Imam Ahmad. Imam Ahmad menyebutkan bahwa Abul Jauza mushafnya telah usang. Kemudian beliau menggali di tanah masjidnya lalu menanamnya dalam tanah.” (Kasyaf al-Qana’, 1:137)

Hal ini pula yang difatwakan Syaikhul Islam,

وأما المصحف العتيق والذي تَخرَّق وصار بحيث لا ينتفع به بالقراءة فيه ، فإنه يدفن في مكان يُصان فيه ، كما أن كرامة بدن المؤمن دفنه في موضع يصان فيه

Mushaf yang sudah tua atau rusak sehingga tidak bisa dibaca, dia kubur di tempat yang terlindungi. Sebagaimana kehormatan jasad seorang mukmin, dia harus dikubur di tempat yang terlindungi (bukan tempat kotor dan tidak boleh diinjak) (Majmu’ Fatawa, 12:599).

Kedua, mushaf yang rusak itu dibakar.

Ini merupakan pendapat Malikiyah dan Syafiiyah. Tindakan ini meniru yang dilakukan oleh Khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu, setelah beliau menerbitkan mushaf induk ‘Al-Imam’, beliau memerintahkan untuk membakar semua catatan mushaf yang dimiliki semua sahabat. Semua ini dilakukan Utsman untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam yang tidak memahami perbedaan cara bacaan Alquran.

Salah satu saksi sejarah, Mus’ab bin Sa’d mengatakan,

أدركت الناس متوافرين حين حرق عثمان المصاحف ، فأعجبهم ذلك ، لم ينكر ذلك منهم أحد

Ketika Utsman membakar mushaf, saya menjumpai banyak sahabat dan sikap Utsman membuat mereka heran. Namun tidak ada seorangpun yang mengingkarinya (HR. Abu Bakr bin Abi Daud, dalam al-Mashahif, hlm. 41).

Diantara tujuan membakar Alquran yang sudah usang adalah untuk mengamankan firman Allah dan nama Dzat Yang Maha Agung dari sikap yang tidak selayaknya dilakukan, seperti diinjak, dibuang di tempat sampah atau yang lainnya.

وفى أمر عثمان بتحريق الصحف والمصاحف حين جمع القرآن جواز تحريق الكتب التي فيها أسماء الله تعالى ، وأن ذلك إكرام لها ، وصيانة من الوطء بالأقدام ، وطرحها في ضياع من الأرض

Perintah Utsman untuk membakar kertas mushaf ketika beliau mengumpulkan Alquran, menunjukkan bolehnya membakar kitab yang disitu tertulis nama-nama Allah ta’ala. Dan itu sebagai bentuk memuliakan nama Allah dan menjaganya agar tidak terinjak kaki atau terbuang sia-sia di tanah (Syarh Shahih Bukhari, 10:226)

Yang tidak boleh dilakukan

As-Suyuti menjelaskan beberapa hal yang tidak boleh dilakukan,

إذا احتيج إلى تعطيل بعض أوراق المصحف لبلى ونحوه ، فلا يجوز وضعها في شق أو غيره ؛ لأنه قد يسقط ويوطأ ، ولا يجوز تمزيقها لما فيه من تقطيع الحروف وتفرقة الكلم ، وفي ذلك إزراء بالمكتوب … وإن أحرقها بالنار فلا بأس ، أحرق عثمان مصاحف كان فيها آيات وقراءات منسوخة ولم ينكر عليه

Jika dibutuhkan untuk menghancurkan sebagian kertas mushaf karena sudah usang atau sebab lainnya maka tidak boleh diselipkan di tempat tertentu, karena bisa jadi terjatuh dan diinjak. Tidak boleh juga disobek-sobek, karena akan memotong-motong hurufnya tanpa aturan dan merusak tatanan kalimat, dan semua itu termasuk sikap tidak menghormati tulisan Alquran… jika dibakar denagn api, hukumnya boleh. Utsman membakar mushaf yang ada tulisan ayat Alquran dan ayat yang telah dinasakh (dihapus), dan tidak ada yang mengingkari beliau (al-Itqan fi Ulum Alquran, 2:459).

Baik yang menyarankan dikubur atau dibakar, keduanya memiliki alasan yang kuat. Yang lebih tepat adalah memilih cara yang paling efektif, yang paling cepat menghilangkan hurufnya dan paling aman dari sikap tidak hormat.

Ibnu Utsaimin mengatakan,

التمزيق لابد أن يأتي على جميع الكلمات والحروف ، وهذه صعبة إلا أن توجد آلة تمزق تمزيقاً دقيقاً جداً بحيث لا تبقى صورة الحرف..

Menghancurkan mushaf harus sampai lembut, sehingga hancur semua kata dan huruf. Dan ini sulit, kecuali jika ada alat untuk menghancurkan yang lembut, sehingga tidak ada lagi tulisan hurup yang tersisa… (Fatawa Nur ala ad-Darbi, 2:384).

Allahu a’lam


Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)

Sumber konsultasisyariah.com


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Quran MP3

Written By Rachmat.M.Flimban on 14 September 2018 | 9/14/2018 08:41:00 AM



small rss seocips Audio MP3
Ayo bro dengerin !!!

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Faedah Surat Yasin-Kenapa Tidak Mau Bersyukur?

Written By Rachmat.M.Flimban on 05 April 2018 | 4/05/2018 01:33:00 PM

Manajemen Qolbu, Tafsir Al Qur'an

Faedah Surat Yasin: Kenapa Tidak Mau Bersyukur?

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc



Pelajaran penting dari surat Yasin adalah kita diajak untuk bersyukur.

Tafsir Surah Yasin

Ayat 34-35

وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُونِ (٣٤) لِيَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلا يَشْكُرُونَ (٣٥)

“Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? ” (QS. Yasin: 34-35)

Penjelasan Ayat

Allah jadikan di bawah pohon-pohon kurma dan anggur pancaran mata air, supaya mereka bisa menyantap makanan dan buah yang dihasilkan. Semua hasil itu bisa diperoleh karena nikmat dari Allah, Allah yang mengadakan, Allah yang memberikan rezeki yang seharusnya membuat kita semakin bersyukur kepada-Nya.

Ada dua makna, “dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka” yaitu:

  1. Makanan dan buah-buahan itu mereka usahakan dan mereka tanam. Harusnya disyukuri karena Allah mudahkan kita mendapatkan hasilnya. Kata “maa” di sini bermakna isim maushul yang berarti “yang”.
  2. Makanan dan buah-buahan itu tidak diusahakan oleh tangan mereka begitu saja, namun Allah yang mengizinkan makanan dan buah-buahan itu ada. Kata “maa” dalam ayat punya makna nafiyah berarti “tidak”. Lihat At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil – Tafsir Juzu Yasin. Hlm. 60.
  3. Ibnu ‘Abbas dan Qatadah menyatakan bahwa semuanya itu dari rahmat Allah, bukan dari usaha, kekuatan, dan kerja keras manusia semata. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:339.

Pelajaran dari Ayat

  1. Kita diberikan makanan dan buah-buahan semata-mata karena karunia Allah. Karena manusia jika bersatu mengeluarkan satu biji-bijian saja, ia tentu tidak bisa tidak mampu mengeluarkannya.
  2. Mendapatkan makanan dan buah-buahan adalah nikmat dari Allah.
  3. Wajib bersyukur atas nikmat yang Allah berikan.

Syukur Bukan Hanya dengan Mengucapkan Alhamdulillah

Syukur yang tepat, bukan hanya pandai mengucapkan alhamdulillah. Sudah semestinya, syukur itu diwujudkan dalam amalan.

Coba perhatikan ibarat syukur yang diungkapkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah,

الشُّكْرُ يَكُوْنُ : بِالقَلْبِ : خُضُوْعاً وَاسْتِكَانَةً ، وَبِاللِّسَانِ : ثَنَاءً وَاعْتِرَافاً ، وَبِالجَوَارِحِ : طَاعَةً وَانْقِيَاداً .

“Syukur itu dengan hati, dengan tunduk dan merasa tenang. Syukur itu dengan lisan, dengan memuji dan mengakui. Syukur itu dengan anggota badan, yaitu dengan taat dan patuh pada Allah.” (Madarij As-Salikin, 2:246)

Seorang yang dikenal zuhud di masa silam, yaitu Abu Hazim berkata,

وَأَمَّا مَنْ شَكَرَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَشْكُرْ بِجَمِيْعِ أَعْضَائِهِ : فَمَثَلُه كَمِثْلِ رَجُلٍ لَهُ كِسَاءٌ فَأَخَذَ بِطَرْفِهِ ، فَلَمْ يَلْبَسْهُ ، فَلَمْ يَنْفَعْهُ ذَلِكَ مِنَ البَرَدِ ، وَالحَرِّ ، وَالثَّلْجِ ، وَالمطَرِ

“Siapa saja yang bersyukur dengan lisannya, namun tidak bersyukur dengan anggota badan lainnya, itu seperti seseorang yang mengenakan pakaian. Ia ambil ujung pakaian saja, tidak ia kenakan seluruhnya. Maka pakaian tersebut tidaklah manfaat untuknya untuk melindungi dirinya dari dingin, panas, salju dan hujan.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:84)

Bersyukur Berarti Meninggalkan Maksiat

Syukur akan terus menambah nikmat dan membuat nikmat itu terus ada. Hakekat syukur adalah melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat.

Mukhallad bin Al-Husain mengatakan,

الشُّكْرُ تَرْكُ المعَاصِي

“Syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.” (‘Iddah Ash-Shabirin, hlm. 159)

Ibnu Abid Dunya menyebutkan hadits dari ‘Abdullah bin Shalih, ia berkata bahwa telah menceritakan padanya Abu Zuhair Yahya bin ‘Athorid Al-Qurasyiy, dari bapaknya, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَرْزُقُ اللهُ عَبْدًا الشُّكْرَ فَيَحْرُمُهُ الزِّيَادَة

“Allah tidak mengaruniakan syukur pada hamba dan sulit sekali ia mendapatkan tambahan nikmat setelah itu. Karena Allah Ta’ala berfirman,

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ

“Jika kalian mau bersyukur, maka Aku sungguh akan menambah nikmat bagi kalian.” (QS. Ibrahim: 7) (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman, 4:124)

Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Sesungguhnya Allah memberi nikmat kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Jika seseorang tidak mensyukurinya, maka nikmat tersebut berbalik jadi siksa.”

Ibnul Qayyim berkata, “Oleh karenanya orang yang bersyukur disebut hafizh (orang yang menjaga nikmat). Karena ia benar-benar nikmat itu terus ada dan menjaganya tidak sampai hilang.” (‘Iddah Ash-Shabirin, hlm. 148)

Nikmat Menjadi Musibah

Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Katsir berkata, sebagai penduduk Hijaz berkata, Abu Hazim mengatakan,

كُلُّ نِعْمَةٍ لاَ تُقَرِّبُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَهِيَ بَلِيَّةٌ.

“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:82)

Jangan Sampai Menjadi Hamba yang “Kanud”

Allah mencela orang yang disebut kanud yaitu yang tidak mensyukuri nikmat. Mengenai ayat,

إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Rabbnya.” (QS. Al-‘Adiyat: 6). Al-Hasan Al-Bashri mengatakan mengenai ayat ini, orang yang kanud adalah yang terus menerus menghitung musibah demi musibah, lantas melupakan berbagai nikmat yang telah Allah beri.

Karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa kebanyakan wanita menjadi penduduk neraka karena sifat di atas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ أَحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari, no. 5197 dan Muslim, no. 907). Kalau tidak mensyukuri pemberian suami saja hukumannya seperti ini, padahal hakikatnya nikmat tersebut juga berasal dari Allah, bagaimana lagi jika kita enggan bersyukur atas nikmat Allah sama sekali. Lihat ‘Iddah Ash-Shabirin, hlm. 151.

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Referensi:

1. At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil – Tafsir Juzu Yasin. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah.

2. ‘Iddah Ash-Shabirin wa Dzakhirah Asy-Syakirin. Cetakan kedua, Tahun 1429 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd.

3. Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Ibnu Rajab Al-Hambali. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

4. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

5. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat Yasin. Cetakan kedua, Tahun 1424 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya. Hlm. 127.

6. Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karim Ar-Rahman). Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. 736.

Dinukil dari Artikel; Rumaysho.Com


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. HOSE AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger