Surat Al-Kafirun adalah surah makkiyah dan masuk ke dalam kelompok surah al-mufasshal. Terdiri dari 6 ayat yang seluruh ayatnya berisi kewajiban seorang muslim untuk berlepas diri dari segala macam bentuk kesyirikan.
Surat Al-Kafirun memiliki beberapa nama, di antaranya surah Al-Kafirun,
surah Al-Ikhlas, dan surah Al-Muqasyqisyah.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Jauhari rahimahullahu ketika menukil perkataan Al-Ashma’i rahimahullahu,
وكان يقال لِ “قُلْ يا أيُّها الكافرونَ” و “قلْ هو الله أحدٌ”: المُقَشْقِشَتانِ، أي أنَّهما تُبْرِئانِ من النفاق
“Surah Al-Kafirun dan surah Al-Ikhlas memiliki sebutan Al-Muqasyqisyatain, yakni bahwasanya keduanya membebaskan diri dari kemunafikan.” (As-Shihah Taaj Al-Lughah, 3: 1016)
Sebab turunnya surat Al-Kafirun
Surat Al-Kafirun turun sebagai jawaban atas ‘penawaran’ orang-orang kafir kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama agar beliau berkenan bergantian beribadah dengan cara mereka dan cara Islam. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
أن قريشا وعدوا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يعطوه مالا فيكون أغنى رجل بمكة ، ويزّوجوه ما أراد من النساء ، ويطئوا عقبه ، فقالوا له : هذا لك عندنا يا محمد ، وكفّ عن شتم آلهتنا ، فلا تذكرها بسوء ، فإن لم تفعل فإنا نعرض عليك خصلة واحدة ، فهي لك ولنا فيها صلاح . قال : ما هي ؟ قالوا : تعبد آلهتنا سنة : اللات والعزي ، ونعبد إلهك سنة ، قال : حتى أنْظُرَ ما يأْتي مِنْ عِنْدِ رَبّي . فجاء الوحي من اللوح المحفوظ : (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) السورة، وأنزل الله : (قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ) … إلى قوله : (فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ)
“Orang-orang Quraisy menjanjikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama harta yang melimpah sehingga beliau menjadi orang terkaya di Makkah, menjanjikan akan menjodohkan beliau dengan siapapun yang beliau pilih, agar beliau berhenti berdakwah. Mereka mengatakan, “Ini akan menjadi milikmu, wahai Muhammad. Akan tetapi, tahan lisanmu dari mencela tuhan-tuhan kami atau mengatakan yang tidak baik tentang mereka. Jika masih tidak mau, kami ada penawaran, mungkin ini penawaran terbaik untuk kami dan untukmu.”
(Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama) pun menjawab, “Apa itu?” (Mereka menukas), “Bagaimana jika selama setahun engkau menyembah tuhan kami (Al-Laat dan Al-Uzza) dan di tahun berikutnya kami menyembah tuhanmu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallama pun menjawab, “Lihat saja sampai aku mendengar langsung dari Rabbku.” Maka, turunlah surat Al-Kafirun dan ayat 64-66 surah Az-Zumar.” (HR. Ibnu Abi Hatim dalam At-Tafsir 10: 3471, At-Thabari dalam Jaami’ Al-Bayaan 24: 703, dan At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Shaghir no. 751)
Hanya saja riwayat ini dilemahkan dengan sebab bersendirinya Abdullah bin Isa Al-Khazzaz dalam meriwayatkan dari Dawud bin Abi Hind. Ibnu Hajar rahimahullahu
mengatakan bahwa beliau (Abdullah bin Isa) lemah (Taqriib at-Tahdziib, hal. 317).
Begitu pun riwayat-riwayat lain yang juga dinilai lemah, namun saling menguatkan satu sama lain dan tidak terdapat makna yang salah. Sehingga sebagian ulama seperti Syekh Al-Albani rahimahullahu menguatkannya.
Keutamaan surat Al-Kafirun
Di antara keutamaan surat Al-Kafirun yang disebutkan dalam beberapa hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama adalah:
Pertama: Mengandung makna berlepas diri dari kesyirikan. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda,
إِذَا أَوَيْتَ إِلَى مَضْجَعِكَ، فَاقْرَأْ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ إِلَى خاَتِمَتِهَا؛ فَإنَّهَا بَرَاءَةٌ مِنَ الشَّركِ
“Jika engkau hendak tidur, bacalah surah Al-Kafirun hingga selesai. Karena surat tersebut mengandung bentuk berlepas dirinya seorang hamba dari segala macam bentuk kesyirikan.”
Kedua: Mengikui sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama dengan membacanya di beberapa salat. Seperti dua rakaat sebelum salat Subuh, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
إِنَّ رَسُولَ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَرَأَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ: قُلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama membaca di dalam dua rakaat sebelum salat Subuh dengan surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlas.” (HR. Muslim no. 726)
Atau ketika salat sunah Tawaf, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu,
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلي الله عليه وسلم قَرَأَ فِي رَكْعَتَي الطَّوَافِ بِسُورَتَيِ: قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama salat sunah Tawaf dengan membaca Al-Kafirun dan Al-Ikhlas.” (HR. Muslim no. 1218)
Dan lain-lain.
Kandungan makna surat Al-Kafirun
Ayat 1
Allah ‘Azza Wajalla berfirman,
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
“Katakanlah, ‘Hai orang-orang kafir.”
Di ayat ini Allah ‘Azza Wajalla menyeru kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama agar menegaskan prinsip seorang muslim kepada orang-orang kafir yang datang kepada beliau membawa penawaran untuk beribadah kepada selain-Nya.
Allah berfirman dengan (قل) dalam rangka menghilangkan rasa berat hati di hati Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama untuk menyampaikan hal tersebut, karena hal itu langsung dari Allah ‘Azza Wajalla.
Dan secara tidak langsung juga memberikan pengajaran bahwa permasalahan akidah dan keyakinan adalah berasal dari Allah ‘Azza Wajalla dan bukan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama. Seperti dalam beberapa firman Allah berikut ini,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Katakanlah (hai Muhammad) bahwa Allahlah tuhan yang Maha Esa.” (QS. Al-Ikhlas: 1)
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah, kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.’ Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).’ ” (QS. Ali Imran: 64)
Ayat 2 dan 3
Allah ‘Azza Wajalla berfirman,
لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ وَلا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.”
Di dalam dua ayat ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menegaskan seorang muslim harus benar-benar berlepas dari segala macam bentuk peribadahan. Baik di masa sekarang maupun akan datang. Allah ‘Azza Wajalla berfirman mengisahkan bagaimana Yakub ‘alaihissalam berpesan kepada anak-anaknya menunjukkan urgensi untuk tegas dalam urusan tauhid,
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab, ‘Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.’” (QS. Al-Baqarah: 133)
Ayat kedua dan ketiga hampir mirip, hanya saja ayat kedua menegaskan bahwa tidak ada sedikit pun kemungkinan kami (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama dan kaum muslimin) akan turut serta dalam peribadahan kepada selain Allah. Ayat ketiga menegaskan bahwa tatkala mereka (orang-orang musyrik) beribadah kepada sesuatu selain bagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama beribadah, maka perbuatan mereka bukan termasuk ibadah.
Ayat 4 dan 5
Allah ‘Azza Wajalla berfirman,
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.”
Di dalam dua ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan bahwa Nabi tidak pernah mengibadahi sesembahan orang-orang kafir. Begitu pun sebaliknya, orang-orang kafir tidak pernah mengibadahi Allah Ta’ala. Dengan demikian, ayat 2 hingga ayat 5 dengan jelas menyebutkan sanggahan kepada orang-orang kafir bahwa baik di waktu lampau, waktu sekarang, atau yang akan datang, peribadahan kaum muslimin dan orang-orang kafir tidak akan pernah dalam satu tujuan.
Ayat 6
Allah ‘Azza Wajalla berfirman,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Di dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan bahwa kekufuran dan tauhid berada di agama yang berbeda. Dengan demikian, melalui ayat ini, sempurnalah pelepasdirian Islam dan kaum muslimin dari segala macam bentuk peribadahan dan sesembahan selain apa yang telah syariat Islam tetapkan. Demikian pula, tidak selayaknya seorang muslim memiliki keyakinan bahwa agama-agama di dunia ini sama atau bahkan benar semua. Akan tetapi, wajib baginya untuk meyakini bahwa Islam-lah satu-satunya agama yang diridai di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.
Baca juga: Keutamaan dan Kandungan Surat Ad-Dhuha
—
Penulis: Rachmat.M.Flimban
Sumber Artikel: Muslim.or.id
Penulis; Muhammad Nur Faqih.S.Ag
© 2023 muslim.or.id
Posting Komentar