Home » , , , » Kaidah Fiqh, Hukum dan Peradilan

Kaidah Fiqh, Hukum dan Peradilan

Written By Rachmat.M.Flimban on 26 Februari 2017 | 2/26/2017 04:49:00 PM

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Hukuman dan Peradilan
KAIDAH FIQH

البَيِّنَةُ
عَلَى الْمُدَّعِيْ وَالْيَمِيْنُ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ

Bagi Yang Menuntut Wajib Membawa Bukti Sedangkan

Yang Mengingkari Cukup Bersumpah
Ustadz Ahmad
Sabiq Abu Yusuf حفظه الله


ASAL KAIDAH
البَيِّنَةُ عَلَى الْمُدَّعِيْ وَالْيَمِيْنُ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ


Bagi yang menuntut wajib membawa bukti sedangkan yang mengingkari cukup bersumpah


Kaidah ini terambil
dari nash Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas رضي
الله عنهما:


عَنْ عَبْدِ بْنُ
عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: لَوْ
يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لادَّعَى رِجَالٌ أَمْوَالَ قَوْمٍ وَدِمَاءَهُمْ ،
وَلَكِنْ الْبَيِّنَةُ عَلَى الْمُدَّعِي ، وَالْيَمِينُ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ


Dari Abdullah bin Abbas
رضي الله عنهما bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Seandainya
orang-orang itu diberi atas pengakuan mereka, niscaya akan ada orang-orang yang
mengaku harta dan darah orang lain. Namun bagi yang mengaku (menuntut) wajib
membawa bukti sedangkan yang mengingkari cukup bersumpah." (HR. Baihaqi dalam
Sunan al-Kubra 10/252 no. 20990 dengan sanad hasan sebagaimana dikatakan oleh
Imam Nawawi dan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Fath 5/283. Al-Hafizh Ibnu Rajab
telah memaparkan semua jalan hadits ini dengan sangat bagus dalam kitab beliau,
Jami'ul Ulum wal Hikam, hadits ke-33)



Imam Bukhari (4552) dan Muslim (1711)juga meriwayatkan hadits yang semakna
dengan lafazh di atas:


عَنْ عَبْدِ بْنُ
عَبَّاسٍ أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: لَوْ يُعْطَى
النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ لَادَّعَى نَاسٌ دِمَاءَ رِجَالٍ ، وَأَمْوَالَـهُمْ
وَلَكِنَّ الْيَمِينَ عَلَى الْمُدَّعَى عَلَيْهِ


Dari Abdullah bin Abbas
رضي الله عنهما bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Seandainya
manusia diberi atas pengakuan mereka, maka akan lenyap darah dan harta mereka.
Namun bagi yang dituntut cukup bersumpah."

MAKNA KAIDAH
البَّيِّنَةُ adalah
sesuatu yang bisa untuk membuktikan sebuah hak, dan hal ini untuk menetapkan kebenaran apa yang menjadi pengakuan seseorang. (Lihat Syarah al-Arba'in
an-Nawawiyah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, hal. 357)


Pada dasarnya, yang dimaksud dengan al-bayyinah adalah saksi dalam semua perkara hukum, baik
berhubungan dengan darah, harta, tindakan kriminal, atau lainnya. Saksi ini ada beberapa macam, yang diantaranya adalah:
  1. Harus empat orang
    laki-laki. Dan ini berlaku pada persaksian zina.

  2. Harus dua orang
    laki-laki. Dan ini berlaku pada semua tindakan kriminal kecuali zina, juga
    pernikahan, perceraian, dan lainnya.

  3. Persaksian yang bisa
    dilakukan oleh dua orang laki-laki atau satu laki-laki dua wanita atau satu
    laki-laki dan sumpah. Hal ini berlaku pada masalah yang berhubungan dengan
    harta. Seperti jual beli, sewa-menyewa, dan lainnya.

  4. Persaksian yang bisa
    dilakukan oleh wanita saja. Hal ini berlaku pada masalah yang tidak bisa dilihat
    oleh kaum laki-laki, misalkan masalah persusuan, haidh, nifas, dan lainnya.
    (Lihat perincian masalah ini pada al-Wajiz oleh Syaikh Abdul Azhim Badawi, hal.
    376)

Namun tidak selamanya al-bayyinah itu berupa saksi. Bisa jadi al-bayyinah itu berupa keadaan yang sangat kuat mendukung salah satu dari yang menuntut atau dituntut.


Sebagai sebuah contoh mudah: Kalau ada suami istri yang bertengkar memperebutkan barang perkakas rumah; masing-masing mengaku bahwa barang tertentu di rumah itu miliknya. Maka
kita melihat benda tersebut, kalau benda itu adalah benda yang biasa dipakai laki-laki saja maka yang nampak bahwa itu milik suami. Sedangkan kalau benda
tersebut adalah benda yang biasa dipakai wanita saja maka milik istri. Sedangkan kalau dipakai laki-laki dan wanita, maka yang mengaku harus mendatangkan saksi.


Menghukumi dengan cara mirip seperti ini juga dikisahkan oleh Alloh Ta'ala dalam kisah Nabi Yusuf عليه
السلام:

... إِنْ كَانَ
قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ قُبُلٍ فَصَدَقَتْ وَهُوَ مِنَ الْكَاذِبِينَ. وَإِنْ كَانَ
قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ فَكَذَبَتْ وَهُوَ مِنَ الصَّادِقِينَ. فَلَمَّا رَأَى
قَمِيصَهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُ مِنْ كَيْدِكُنَّ إِنَّ كَيْدَكُنَّ
عَظِيمٌ.

Jika baju gamisnya koyak di muka, maka wanita itu benar dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta.
Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka wanita itulah yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar. Maka tatkala suami wanita itu melihat
baju gamis Yusuf koyak di belakang, berkatalah dia: "Sesungguhnya kejadian ini adalah di antara tipu daya kamu, sesungguhnya tipu daya kamu adalah besar." (QS.
Yusuf: 26-28)


Di ayat ini tidak ada saksi yang bisa dijadian rujukan, namun qarinah atau terdapat sesuatu yang
sangat nampak sebagai bukti, yaitu koyaknya baju. (Syarah al-Arba'in an-Nawawiyah 359)


اليَمِيْنُ adalah
sumpah atas nama Alloh bahwa dialah yang benar dari segala tuntutan, tuduhan, dan pengakuan, serta bahwa semua yang dilakukan oleh yang mengaku itu tidaklah
benar. Dan para ulama sepakat bahwa sumpah yang sah adalah kalau menyebut Alloh Ta'ala atau nama dan sifat-Nya. (Lihat al-Fiqhul Islami wa Adilatuhu oleh DR.
Wahbah az-Zuhaili, 6/588 dst.)
 

SIAPAKAH الـمُدَّعِيْ DAN الـمُدَّعَى عَلَيْهِ
Ada sedikit perselisihan di kalangan ulama mengenai siapakah al-mudda’i dan al-mudda’a ‘alaihi, namun bisa kita ringkas menjadi dua pendapat:
  1. Mayoritas ulama Malikiyah dan Syafi'iyah mengatakan bahwa barangsiapa didukung oleh sesuatu yang
    menjadi pokok dan asal permasalahan maka dialah al-mudda’a ‘alaihi, sedangkan yang satunya adalah al-mudda’i.

-->

Berkata Imam
al-Qarrafi, "Al-mudda’i adalah semua orang yang menyelisihi asal dan adat
kebiasaan yang berlaku, sedangkan al-mudda’a ‘alaihi adalah semua orang yang
sesuai dengan asal dan urf, karena pada dasarnya semua orang itu bebas dari
tanggung jawab dan pada dasarnya semua itu sama dengan hukum sebelumnya.
(adz-Dzakhirah 5/459)

  1. Adapun mayoritas
    ulama Hanafiyah dan Hanabilah mengatakan bahwa al-mudda’i adalah orang yang
    apabila tidak terjadi permasalahan di hadapan hakim, maka dia tidak dipaksa
    untuk melakukannya, sedangkan al-mudda’a ‘alaihi adalah seseorang yang apabila
    membiarkan permasalahan ini di hadapan hakim maka dia dipaksa untuk
    melakukannya. (al-Mabsuth 17/31, al-Mughni 9/272)

Namun sebenarnya kedua pendapat ini sama dan bisa digabungkan, bahwa yang namanya al-mudda’i adalah orang yang mengaku sesuatu yang berselisih dengan kenyataan yang zhahir dan urf
yang berlaku dan apabila dia tidak mempermasalahkannya kepada hakim maka dibiarkan dan tidak dipaksa untuk melakukannya. Sedangkan al-mudda’a ‘alaihi
adalah orang yang keadaannya dikuatkan oleh zhahir keadaan dan urf yang berlaku dan apabila dia tidak mempermasalahkan di hadapan hakim namun ada pihak lain
yang mempermasalahkannya maka dia dipaksa untuk menyelesaikannya di hadapan hakim. (Lihat Jamharatul Qawa'id Fiqhiyah 1/199 dst.)


Dari sini, secara umum makna kaidah ini adalah wajib bagi seorang al-mudda’i dalam sebuah permasalahan
hukum untuk mendatangkan bayyinah dalam menguatkan apa yang dia akui dan dia tuntut, kalau tidak bisa mendatangkan saksi maka tidak diakui pengakuannya.
Sedangkan bagi pihak al-mudda'a 'alaihi, kalau al-mudda’i tidak bisa mendatangkan bayyinah cukuplah bagi dia bersumpah bahwa semua yang dikatakan
oleh al-mudda’i itu tidak benar.



KEDUDUKAN KAIDAH
Hadits ini adalah sebuah kaidah yang sangat besar dalam syari'at Islam, karena merupakan pokok dasar semua permasalahan dalam menetapkan benar dan tidaknya sebuah persoalan
hukum oleh seorang hakim. (Lihat Syarah Muslim oleh Imam Nawawi, 12/3)
Tidak ada perselisihan di antara para ulama tentang penggunaan kaidah ini secara global meskipun mereka
sedikit berselisih tentang perincian masalahnya. (Lihat 'Aridhatul Ahwadzi oleh lbnul Arabi, 6/86)


Berkata Imam
as-Sarakhsi, "Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah bersabda dengan dua kalimat,
yang mana para ulama mengambil faedah hukum darinya yang bisa mencapai beberapa kitab." (al-Mabsuth 17/28)


PENERAPAN KAIDAH
Kaidah ini digunakan
hampir dalam masalahan hukum untuk menetapkan siapa yang berhak atau tidak.
Cukup di sini saya sebutkan bisa dikiaskan pada lainnya:
  1. Kalau ada orang yang
    mengaku bahwa sebuah barang yang dipegang oleh seseorang itu miliknya, dia harus
    mendatangkan bukti atau saksi. Jika dia bisa mendatangkan saksi, maka cukup bagi
    yang dituntut untuk bersaksi atas nama Alloh dan barang itu tetap miliknya.

  2. Kalau ada seseorang
    yang menuduh seseorang berbuat zina, maka dia harus mendatangkan bayyinah berupa
    empat laki-laki yang menjadi saksi. Jika tidak, maka tuduhannya tidaklah sah dan
    bahkan dia hukum delapan puluh cambukan karena menuduh berbuat zina tanpa bukti.

  3. Kalau ada seseorang yang berhutang pada orang lain, lalu dia mengaku sudah membayarnya tapi
    diingkari oleh yang menghutangi, maka yang berhutang harus mendatangkan bayyinah, kalau tidak, maka yang bagi yang menghutangi untuk bersumpah. (Lihat
    al-Qawa'id wal Ushul Jami'ah, Syaikh Sa'di, hal. 38)


FAEDAH:
Kalau ada yang bertanya: "Kalau semacam itu sangat mungkin sekali seorang mudda'a 'alaihi bersumpah palsu sehingga dia mendapatkan keuntungan
Jawabnya: Ya, sangat mungkin si mudda'a 'alaihi berbohong demi sedikit keuntungan duniawi. Tapi harus diingat bahwa hukum duniawi adalah hukum zhahir, adapun mengenai masalah yang
sebenarnya hanya Alloh Ta'ala yang mengetahui.


Kemudian harus diingat juga oleh setiap muslim bahwa hidup ini tidak hanya di alam dunia. Ada kehidupan
dialam lain yang seseorang di sana tidak mungkin berbohong, karena hakimnya adalah Alloh Ta'ala.


Perhatikan hadits
berikut, "Dari Asy'ats bin Qais al-Kindi berkata, "Ada sebuah permusuhan antara saya dengan seseorang tentang masalah sumur, maka kami datang kepada Rasulullah
صلى الله عليه وسلم. Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Kamu bisa
mendatangkan dua saksi atau cukup sumpah dia." Maka saya berkata, "Kalau begitu dia akan bersumpah dan dia tidak akan peduli dengan hal itu." Maka Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ حَلَفَ عَلَى
يَمِينٍ يَقْتَطِعُ بِهَا مَالَ امْرِئٍ، هُوَ عَلَيْهَا فَاجِرٌ، لَقِيَ اللَّهَ
وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ


Barangsiapa bersumpah untuk mendapatkan sebuah harta dengan cara yang zhalim, maka dia akan bertemu
dengan Alloh dalam keadaan Alloh marah kepadanya.


Kemudian Rasulullah صلى
الله عليه وسلم membaca firman Alloh:
إِنَّ الَّذِينَ
يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلا...


Sesungguhnya orang-orang yang menukar janjinya dengan Alloh dan sumpah-sumpah mereka dengan
harga yang sedikit. (QS. Ali Imran: 77) (HR. Bukhari 2357, Muslim 138)


Dari Ibnu Abbas رضي
الله عنهما berkata, "Ada dua orang yang bertengkar datang kepada Rasulullah صلى
الله عليه وسلم. Salah satu dari keduanya mengaku sebuah hak atas yang lainnya.
Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata kepada yang menuntut, 'Datangkan
bayyinah-mu.' Dia berkata, 'Wahai Rasulullah, saya tidak mempunyai bayyinah.' Maka Rasulullah bersabda kepada satunya lagi, 'Bersumpahlah atas nama Alloh yang
tiada Ilah (sesembahan) melainkan Dia, bahwa engkau tidak mempunyai tanggungan kepada dia.'" (HR. Nasa'i, Ahmad 1/253, Abu Dawud 3275 dan dishahihkan oleh
Hakim serta disepakati oleh Dzahabi) Wallohu A'lam bish shawab.[]


Publication 1437 H_2016 M
Kaidah Fiqh Penuntut Wajib Mendatangkan Saksi
dan Yang Dituntut Cukup Bersumpah

Oleh : Ustadz Ahmad Sabiq Abu Yusuf خفظه الله
Disalin dari Majalah al-Furqon Ed.6 Tahun V_1427H
Disalin dari eBook
Ibnumajjah.com

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين


Anda Sedang membaca artikel yang berjudul Kaidah Fiqh, Hukum dan Peradilan Silahkan baca artikel dari HOSE AL ISLAM Tentang , , , Yang lainnya. Dan Ingin Mengeprint klik tombol prin di Bawah, atau bookmark halaman ini dengan URL : https://baytal-islam.blogspot.com/2017/02/kaidah-fiqh-hukum-dan-peradilan.html
Klik Untuk Print Friendly and PDF
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. HOSE AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger