Perhatikam Dalam Adab Berdo'a
Written By Rachmat.M.Flimban on 01 Maret 2018 | 3/01/2018 07:35:00 PM
HAKIKAT DO'A
MEMAHAMI HAKIKAT DO'A
Syaikh Prof. Dr. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr حفظه الله
Diringkas, diterjemahkan secara bebas dan
diberi judul serta point-point yang sesuai oleh
Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM حفظه الله dari
risalah Syaikh Abdurrozaq al-Abbad al-Badr حفظه الله
berjudul Kalimah fi Fiqh ad-Du'a Cet. Pertama Thn. 1431 H
Sumber: Majalah Al-Furqon, No. 124 Ed.10 Th. ke-11_1433 H_2012 M
eBook Ibnumajjah
Yang Harus di Perhatikan Dalam Adab Berdo'a
dan
Beberapa Adab Berdo'a
Allah عزّوجلّ berfirman:
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ. وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya, berdo'alah dengan rasa takut (tidak diterima) dan berharap (dikabulkannya), sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. al-A'raf [7]: 55-56)
Do'a adalah salah satu ibadah seperti ibadah lainnya yang mempunyai syarat dan ketentuan adab yang harus diperhatikan, ayat di atas mengumpulkan beberapa adab berdo'a:
Beberapa Adab Berdo'a
- Ikhlas dalam berdo'a, tidak memalingkan do'a kepada selain Allah; hal itu lantaran do'a adalah ibadah yang harus murni/ikhlas untuk Allah (lihat QS. al-Bayyinah [98]: 5, az-Zumar [39]: 3, dan lainnya).
- Merendahkan diri, dengan memohon terus-menerus, memperbanyak dan mengulang-ulang do'a, dan tidak tergesa-gesa dalam berdo'a karena hal itu sebab tidak dikabulkannya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
- Merendahkan suara saat berdo'a, sekiranya seorang hamba menyampaikan hajatnya ha-nya antara dirinya bersama Allah عزّوجلّ semata. Karena itu, tatkala para sahabat mengeraskan suara mereka berdzikir saat bepergian, maka Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
- Tidak melampaui batas dalam berdo'a. Melampaui batas dalam berdo'a termasuk sebab ditolaknya do'a, dan di antara bentuk melampaui batas dalam berdo'a;
- Tidak membuat kerusakan di bumi setelah Allah عزّوجلّ memperbaikinya dengan keimanan, yaitu dengan merusak di muka bumi meng-gantikan keimanan dengan kemaksiatan dan dosa-dosa di antaranya adalah dengan makan, minum, dan berpakaian dari sesuatu yang haram.
- Merasa takut dan berharap, takut kepada Allah عزّوجلّ akan ditolak do'anya sebab kekurangan pada dirinya, dan berharap apa yang ada di sisi Allah عزّوجلّ berupa pengabulan do'a, ampunan, dan rahmat-Nya.
يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي
"Akan dikabulkan do'a seseorang dari kalian selagi tidak tergesa-gesa, yaitu jika mengatakan, 'Aku telah berdo'a tetapi belum dikabulkan.'" (HR. Bukhari: 6340 dan Muslim: 2735)
أَيُّهَا النَّاسُ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ
"Wahai sekalian manusia pelankanlah (suara) pada diri-diri kalian! Sesungguhnya kalian tidak menyeru Zat yang tuli lagi gaib, sesungguhnya kalian menyeru Zat yang maha mendengar, maha dekat, dan Dia bersama kalian." (HR. Bukhari: 4205 dan Muslim: 2J04.)
- Menyekutukan Allah yaitu berdo'a kepada selain Allah عزّوجلّ, dan ini adalah yang paling besar.
- Meninggalkan petunjuk Nabi صلى الله عليه وسلم sehingga jatuh kepada amalan bid'ah, demikian pula berdo'a meminta hal yang haram, dan selain-nya termasuk sebab ditolaknya do'a.
Masih banyak adab-adab berdo'a selain yang disebutkan di atas, karena tulisan ini ringkas, maka kami menyebutkan beberapa saja dan insya Allah bermanfaat. []
Dinukil dari; "eBook Dzikir Pagi dan Petang Versi Full, Karya Ibnumajjah,"
Namimah (adu domba) adalah Sihir
Akhlak dan Nasehat
Namimah (adu domba) adalah Sihir
Oleh dr. Raehanul Bahraen
Namimah diterjemahkan dengan “adu domba” dalam bahasa Indonesia, akan tetapi maknanya lebih luas dari sekedar adu domba. Pengertian namimah sebagaimana dijelaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut,
ﻋَﻦْ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦِ ﻣَﺴْﻌُﻮﺩٍ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻗَﺎﻝَ « ﺃَﻻَ ﺃُﻧَﺒِّﺌُﻜُﻢْ ﻣَﺎ ﺍﻟْﻌَﻀْﻪُ ﻫِﻰَ ﺍﻟﻨَّﻤِﻴﻤَﺔُ ﺍﻟْﻘَﺎﻟَﺔُ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ».
Dari Abdullah bin Mas’ud, sesungguhnya Muhammad berkata, “Maukah kuberitahukan kepada kalian apa itu al’adhhu ? Itulah namimah, perbuatan menyebarkan berita untuk merusak hubungan di antara sesama manusia”[1]
Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa namimah bertujuan merusak hubungan manusia. Beliau berkata,
ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀ : ﺍﻟﻨَّﻤِﻴﻤَﺔ ﻧَﻘْﻞ ﻛَﻠَﺎﻡِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺑَﻌْﻀِﻬِﻢْ ﺇِﻟَﻰ ﺑَﻌْﺾٍ ﻋَﻠَﻰ ﺟِﻬَﺔِ ﺍﻟْﺈِﻓْﺴَﺎﺩِ ﺑَﻴْﻨﻬﻢْ .
“Para ulama menjelaskan namimah adalah menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara mereka.”[2]
Contohnya si A mengatakan kepada si B yang membuat si C menjadi tidak suka kepada si B, baik itu perkataan dusta maupun perkataan benar. Sebaliknya, si A juga mengatakan kepada si C yang membuat si B tidak suka.
Bahkan namimah ini sejenis dengan sihir. Sebagaimana dalam hadits di atas nama lain namimah adalah Al-‘adhhu. Al-Adhu ini semisal sihir.
Syaikh Shalih Al-Fauzan menjelaskan bahwa Al-Adhu termasuk sihir dengan membawakan hadits Ibnu Mas’ud di atas. Beliau berkata,
العضه : السحر
“Al-‘ahddu adalah sihir”
Beliau melanjutkan,
النمام ليس له حكم الساحر، فلا يكفر كما يكفر الساحر
“Pelaku namimah bukan seperti hukum penyihir, maka tidaklah menjadi kafir sebagaimana menjadi kafirnya penyihir.”[3]
Namimah lebih dahsyat akibatnya daripada sihir dan lebih berbahaya. Yahya bin Abi Katsir berkata,
النَّمَامُ يُفْسِدُ قِي سَاعَةٍ مَا لا يُفْسِدُ السَّحِرُ فِي شَهْرِ
“Pelaku namimah bisa merusak hubungan manusia hanya dalam waktu satu jam saja, sedangkan penyihir terkadang perlu waktu sebulan.”[4]
Seseorang bisa jadi sangat mudah melakukan naminah, bahkan ia menganggapnya hal kecil dan biasa padahal hal tersebut adalah dosa besar dan sangat berbahaya. Perhatikan hadits mengenai siksa kubur, orang yang disiksa tidak lah melakukan dosa yang dia anggap besar, akan tetapi ia melakukan namimah.
ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﺮَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰُّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺑِﺤَﺎﺋِﻂٍ ﻣِﻦْ ﺣِﻴﻄَﺎﻥِ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ ﺃَﻭْ ﻣَﻜَّﺔَ ، ﻓَﺴَﻤِﻊَ ﺻَﻮْﺕَ ﺇِﻧْﺴَﺎﻧَﻴْﻦِ ﻳُﻌَﺬَّﺑَﺎﻥِ ﻓِﻰ ﻗُﺒُﻮﺭِﻫِﻤَﺎ ، ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰُّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – « ﻳُﻌَﺬَّﺑَﺎﻥِ ، ﻭَﻣَﺎ ﻳُﻌَﺬَّﺑَﺎﻥِ ﻓِﻰ ﻛَﺒِﻴﺮٍ » ، ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ « ﺑَﻠَﻰ ، ﻛَﺎﻥَ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ ﻻَ ﻳَﺴْﺘَﺘِﺮُ ﻣِﻦْ ﺑَﻮْﻟِﻪِ ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻵﺧَﺮُ ﻳَﻤْﺸِﻰ ﺑِﺎﻟﻨَّﻤِﻴﻤَﺔِ » .
Dari Ibnu Abbas, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati sebuah kebun di Madinah atau Mekah beliau mendengar suara dua orang yang sedang disiksa dalam kuburnya. Nabi bersabda, “Keduanya sedang disiksa dan tidaklah keduanya disiksa karena masalah yang sulit untuk ditinggalkan”. Kemudian beliau kembali bersabda, “Mereka tidaklah disiksa karena dosa yang mereka anggap dosa besar. Orang yang pertama tidak menjaga diri dari percikan air kencingnya sendiri. Sedangkan orang kedua suka melakukan namimah”[5]
Hendaknya kita berhati-hati karena Allah telah memberi peringatan dalam Al-Quran
Allah Ta’ala berfirman,
وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلافٍ مَهِينٍ (١٠) هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ (١١) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ (١٢)
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa” (QS Al Qalam:10-12).
Demikian juga ancaman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak masuk surga pelaku namimah”[6]
Semoga kita dijauhkan dari dosa namimah.
Dinukil dari Artikel: Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] HR Muslim no 6802
[2] Syarh Nawawi LiShahih Muslim 1/214
[3] I’anatul Mustafid Syarh Kita Tauhid Syaikh Shalih Al-Fauzan
[4] Hilyatul Auliya no. 3361
[5] HR Bukhari no 213
[6] HR. Muslim no. 105
Barometer Akhlak Mulia
Written By Rachmat.M.Flimban on 11 Mei 2017 | 5/11/2017 03:14:00 AM
Barometer Akhlak Mulia ADAB dan ETIKA Oleh : Ustadz Muhammad Zaen, MA PENDAHULUAN |
Begitu banyak orang keliru menggunakan standar dalam menilai baik-buruknya orang lain. Keramahan, ringan tangan dalam membantu orang lain dan suka nraktir termasuk sebagian standar umum yang sering dikategorikan pertanda kebaikan budi seseorang. Sebenarnya, pola penilaian seperti itu tidaklah mutlak keliru. Hanya saja kurang jeli karena masih menyisakan titik kelemahan. Sebab sangat mungkin, seseorang itu menerapkan dua akhlak (perilaku) yang berbeda pada dua kesempatan yang berbeda. Berakhlak mulia di satu tempat, tetapi tidak demikian di tempat yang lain, tergantung kepentingannya. Lantas, bagaimanakah cara Islam menentukan kemuliaan akhlak dan pribadi seseorang? Apakah barometer bakunya? Tulisan sederhana ini berusaha sedikit mengupas dan mengungkap permasalahan tersebut. ISLAM, AGAMA AKHLAK Di antara tujuan utama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم diutus, selain untuk menegakkan tauhid di muka bumi, adalah menyempurnakan akhlak umat manusia. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: بُعثْتُ لِأُتَـمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلاَقِ Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. al-Hakim dan dishahihkan oleh al-Albani) Betapa besar perhatian Islam terhadap pembentukan akhlak yang luhur pada umatnya, karenanya tidak hanya menjelaskan hal ini secara global, namun Islam juga menerangkannya secara detail. Islam telah memaparkan bagaimana akhlak seorang Muslim kepada Rabbnya, keluarganya, tetangganya, bahkan kepada hewan dan tetumbuhan sekalipun. Alangkah indahnya petunjuk Islam! Di antara persoalan yang tidak lepas dari sorotannya ialah penjelasan tentang barometer akhlak mulia. Yakni, kapankah seseorang itu berhak dinilai memiliki akhlak mulia. Atau dengan bahasa lain, aspek apakah yang bisa dijadikan 'jaminan' seseorang benar-benar berakhlak mulia pada seluruh sisi kehidupannya? |