Latest Post
Tampilkan postingan dengan label etika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label etika. Tampilkan semua postingan

Perhatikam Dalam Adab Berdo'a

Written By Rachmat.M.Flimban on 01 Maret 2018 | 3/01/2018 07:35:00 PM

HAKIKAT DO'A

MEMAHAMI HAKIKAT DO'A

Syaikh Prof. Dr. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr حفظه الله

Diringkas, diterjemahkan secara bebas dan

diberi judul serta point-point yang sesuai oleh

Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM حفظه الله dari

risalah Syaikh Abdurrozaq al-Abbad al-Badr حفظه الله

berjudul Kalimah fi Fiqh ad-Du'a Cet. Pertama Thn. 1431 H

Sumber: Majalah Al-Furqon, No. 124 Ed.10 Th. ke-11_1433 H_2012 M

eBook Ibnumajjah


Yang Harus di Perhatikan Dalam Adab Berdo'a

dan

Beberapa Adab Berdo'a

Allah عزّوجلّ berfirman:

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ. وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya, berdo'alah dengan rasa takut (tidak diterima) dan berharap (dikabulkannya), sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. al-A'raf [7]: 55-56)

Do'a adalah salah satu ibadah seperti ibadah lainnya yang mempunyai syarat dan ketentuan adab yang harus diperhatikan, ayat di atas mengumpulkan beberapa adab berdo'a:


Beberapa Adab Berdo'a

  1. Ikhlas dalam berdo'a, tidak memalingkan do'a kepada selain Allah; hal itu lantaran do'a adalah ibadah yang harus murni/ikhlas untuk Allah (lihat QS. al-Bayyinah [98]: 5, az-Zumar [39]: 3, dan lainnya).
  2. Merendahkan diri, dengan memohon terus-menerus, memperbanyak dan mengulang-ulang do'a, dan tidak tergesa-gesa dalam berdo'a karena hal itu sebab tidak dikabulkannya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
  3. يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي

    "Akan dikabulkan do'a seseorang dari kalian selagi tidak tergesa-gesa, yaitu jika mengatakan, 'Aku telah berdo'a tetapi belum dikabulkan.'" (HR. Bukhari: 6340 dan Muslim: 2735)

  4. Merendahkan suara saat berdo'a, sekiranya seorang hamba menyampaikan hajatnya ha-nya antara dirinya bersama Allah عزّوجلّ semata. Karena itu, tatkala para sahabat mengeraskan suara mereka berdzikir saat bepergian, maka Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
  5. أَيُّهَا النَّاسُ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ

    "Wahai sekalian manusia pelankanlah (suara) pada diri-diri kalian! Sesungguhnya kalian tidak menyeru Zat yang tuli lagi gaib, sesungguhnya kalian menyeru Zat yang maha mendengar, maha dekat, dan Dia bersama kalian." (HR. Bukhari: 4205 dan Muslim: 2J04.)

  6. Tidak melampaui batas dalam berdo'a. Melampaui batas dalam berdo'a termasuk sebab ditolaknya do'a, dan di antara bentuk melampaui batas dalam berdo'a;
  7. - Menyekutukan Allah yaitu berdo'a kepada selain Allah عزّوجلّ, dan ini adalah yang paling besar.

    - Meninggalkan petunjuk Nabi صلى الله عليه وسلم sehingga jatuh kepada amalan bid'ah, demikian pula berdo'a meminta hal yang haram, dan selain-nya termasuk sebab ditolaknya do'a.

  8. Tidak membuat kerusakan di bumi setelah Allah عزّوجلّ memperbaikinya dengan keimanan, yaitu dengan merusak di muka bumi meng-gantikan keimanan dengan kemaksiatan dan dosa-dosa di antaranya adalah dengan makan, minum, dan berpakaian dari sesuatu yang haram.
  9. Merasa takut dan berharap, takut kepada Allah عزّوجلّ akan ditolak do'anya sebab kekurangan pada dirinya, dan berharap apa yang ada di sisi Allah عزّوجلّ berupa pengabulan do'a, ampunan, dan rahmat-Nya.

Masih banyak adab-adab berdo'a selain yang disebutkan di atas, karena tulisan ini ringkas, maka kami menyebutkan beberapa saja dan insya Allah bermanfaat. []


Dinukil dari; "eBook Dzikir Pagi dan Petang Versi Full, Karya Ibnumajjah,"

Artikel Terkait; "-"

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Namimah (adu domba) adalah Sihir

Akhlak dan Nasehat

Namimah (adu domba) adalah Sihir

Oleh dr. Raehanul Bahraen


Namimah diterjemahkan dengan “adu domba” dalam bahasa Indonesia, akan tetapi maknanya lebih luas dari sekedar adu domba. Pengertian namimah sebagaimana dijelaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut,

ﻋَﻦْ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦِ ﻣَﺴْﻌُﻮﺩٍ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻗَﺎﻝَ ‏« ﺃَﻻَ ﺃُﻧَﺒِّﺌُﻜُﻢْ ﻣَﺎ ﺍﻟْﻌَﻀْﻪُ ﻫِﻰَ ﺍﻟﻨَّﻤِﻴﻤَﺔُ ﺍﻟْﻘَﺎﻟَﺔُ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ».

Dari Abdullah bin Mas’ud, sesungguhnya Muhammad berkata, “Maukah kuberitahukan kepada kalian apa itu al’adhhu ? Itulah namimah, perbuatan menyebarkan berita untuk merusak hubungan di antara sesama manusia”[1]

Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa namimah bertujuan merusak hubungan manusia. Beliau berkata,

ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀ : ﺍﻟﻨَّﻤِﻴﻤَﺔ ﻧَﻘْﻞ ﻛَﻠَﺎﻡِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺑَﻌْﻀِﻬِﻢْ ﺇِﻟَﻰ ﺑَﻌْﺾٍ ﻋَﻠَﻰ ﺟِﻬَﺔِ ﺍﻟْﺈِﻓْﺴَﺎﺩِ ﺑَﻴْﻨﻬﻢْ .

“Para ulama menjelaskan namimah adalah menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara mereka.”[2]

Contohnya si A mengatakan kepada si B yang membuat si C menjadi tidak suka kepada si B, baik itu perkataan dusta maupun perkataan benar. Sebaliknya, si A juga mengatakan kepada si C yang membuat si B tidak suka.

Bahkan namimah ini sejenis dengan sihir. Sebagaimana dalam hadits di atas nama lain namimah adalah Al-‘adhhu. Al-Adhu ini semisal sihir.

Syaikh Shalih Al-Fauzan menjelaskan bahwa Al-Adhu termasuk sihir dengan membawakan hadits Ibnu Mas’ud di atas. Beliau berkata,

العضه : السحر

“Al-‘ahddu adalah sihir”

Beliau melanjutkan,

النمام ليس له حكم الساحر، فلا يكفر كما يكفر الساحر

“Pelaku namimah bukan seperti hukum penyihir, maka tidaklah menjadi kafir sebagaimana menjadi kafirnya penyihir.”[3]

Namimah lebih dahsyat akibatnya daripada sihir dan lebih berbahaya. Yahya bin Abi Katsir berkata,

النَّمَامُ يُفْسِدُ قِي سَاعَةٍ مَا لا يُفْسِدُ السَّحِرُ فِي شَهْرِ

“Pelaku namimah bisa merusak hubungan manusia hanya dalam waktu satu jam saja, sedangkan penyihir terkadang perlu waktu sebulan.”[4]

Seseorang bisa jadi sangat mudah melakukan naminah, bahkan ia menganggapnya hal kecil dan biasa padahal hal tersebut adalah dosa besar dan sangat berbahaya. Perhatikan hadits mengenai siksa kubur, orang yang disiksa tidak lah melakukan dosa yang dia anggap besar, akan tetapi ia melakukan namimah.

ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻋَﺒَّﺎﺱٍ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﺮَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰُّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺑِﺤَﺎﺋِﻂٍ ﻣِﻦْ ﺣِﻴﻄَﺎﻥِ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ ﺃَﻭْ ﻣَﻜَّﺔَ ، ﻓَﺴَﻤِﻊَ ﺻَﻮْﺕَ ﺇِﻧْﺴَﺎﻧَﻴْﻦِ ﻳُﻌَﺬَّﺑَﺎﻥِ ﻓِﻰ ﻗُﺒُﻮﺭِﻫِﻤَﺎ ، ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰُّ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ‏« ﻳُﻌَﺬَّﺑَﺎﻥِ ، ﻭَﻣَﺎ ﻳُﻌَﺬَّﺑَﺎﻥِ ﻓِﻰ ﻛَﺒِﻴﺮٍ ‏» ، ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ ‏« ﺑَﻠَﻰ ، ﻛَﺎﻥَ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ ﻻَ ﻳَﺴْﺘَﺘِﺮُ ﻣِﻦْ ﺑَﻮْﻟِﻪِ ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻵﺧَﺮُ ﻳَﻤْﺸِﻰ ﺑِﺎﻟﻨَّﻤِﻴﻤَﺔِ » .

Dari Ibnu Abbas, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati sebuah kebun di Madinah atau Mekah beliau mendengar suara dua orang yang sedang disiksa dalam kuburnya. Nabi bersabda, “Keduanya sedang disiksa dan tidaklah keduanya disiksa karena masalah yang sulit untuk ditinggalkan”. Kemudian beliau kembali bersabda, “Mereka tidaklah disiksa karena dosa yang mereka anggap dosa besar. Orang yang pertama tidak menjaga diri dari percikan air kencingnya sendiri. Sedangkan orang kedua suka melakukan namimah”[5]

Hendaknya kita berhati-hati karena Allah telah memberi peringatan dalam Al-Quran

Allah Ta’ala berfirman,

وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلافٍ مَهِينٍ (١٠) هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ (١١) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ (١٢)

“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa” (QS Al Qalam:10-12).

Demikian juga ancaman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ نَمَّامٌ

“Tidak masuk surga pelaku namimah”[6]

Semoga kita dijauhkan dari dosa namimah.

Dinukil dari Artikel: Muslim.or.id


Catatan kaki:


[1] HR Muslim no 6802

[2] Syarh Nawawi LiShahih Muslim 1/214

[3] I’anatul Mustafid Syarh Kita Tauhid Syaikh Shalih Al-Fauzan

[4] Hilyatul Auliya no. 3361

[5] HR Bukhari no 213

[6] HR. Muslim no. 105


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Barometer Akhlak Mulia

Written By Rachmat.M.Flimban on 11 Mei 2017 | 5/11/2017 03:14:00 AM


Barometer Akhlak Mulia
ADAB dan ETIKA
Oleh : Ustadz Muhammad Zaen, MA
PENDAHULUAN
Begitu banyak orang keliru menggunakan standar dalam menilai baik-buruknya orang lain. Keramahan, ringan tangan dalam membantu orang lain dan suka nraktir termasuk sebagian standar umum yang sering dikategorikan pertanda kebaikan budi seseorang.
Sebenarnya, pola penilaian seperti itu tidaklah mutlak keliru. Hanya saja kurang jeli karena masih menyisakan titik kelemahan. Sebab sangat mungkin, seseorang itu menerapkan dua akhlak (perilaku) yang berbeda pada dua kesempatan yang berbeda. Berakhlak mulia di satu tempat, tetapi tidak demikian di tempat yang lain, tergantung kepentingannya.
Lantas, bagaimanakah cara Islam menentukan kemuliaan akhlak dan pribadi seseorang? Apakah barometer bakunya? Tulisan sederhana ini berusaha sedikit mengupas dan mengungkap permasalahan tersebut.
ISLAM, AGAMA AKHLAK
Di antara tujuan utama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم diutus, selain untuk menegakkan tauhid di muka bumi, adalah menyempurnakan akhlak umat manusia. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
بُعثْتُ لِأُتَـمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلاَقِ
Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. al-Hakim dan dishahihkan oleh al-Albani)
Betapa besar perhatian Islam terhadap pembentukan akhlak yang luhur pada umatnya, karenanya tidak hanya menjelaskan hal ini secara global, namun Islam juga menerangkannya secara detail. Islam telah memaparkan bagaimana akhlak seorang Muslim kepada Rabbnya, keluarganya, tetangganya, bahkan kepada hewan dan tetumbuhan sekalipun. Alangkah indahnya petunjuk Islam!
Di antara persoalan yang tidak lepas dari sorotannya ialah penjelasan tentang barometer akhlak mulia. Yakni, kapankah seseorang itu berhak dinilai memiliki akhlak mulia. Atau dengan bahasa lain, aspek apakah yang bisa dijadikan 'jaminan' seseorang benar-benar berakhlak mulia pada seluruh sisi kehidupannya?

BAROMETER AKHLAK MULIA
Panutan kita, Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah menyodorkan jawaban permasalahan di atas dalam sabda beliau صلى الله عليه وسلم berikut:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku . (HR. at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani)
Hadits di atas terdiri dari dua bagian. Pertama, penjelasan tentang barometer akhlak mulia. Kedua, tentang siapakah yang pantas dijadikan panutan dalam hal tersebut. Berikut penjelasan dua sisi yang dimaksud.
Barameter Kemuliaan Akhlak
Pertama:Mengapa berakhlak mulia kepada keluarga, terutama terhadap istri dan anak-anak, dijadikan barometer kemuliaan akhlak seseorang?
Setidaknya, ada dua hikmah di balik peletakan barometer tersebut:1
a. Sebagian besar waktu yang dimiliki seseorang dihabiskan di dalam rumahnya bersama istri dan anak-anaknya. Andaikata seseorang itu bisa bersandiwara (berpura-pura) denganb menampilkan akhlak mulia di tempat kerjanya yang hanya berlangsung beberapa jam saja belum tentu ia sanggup bertahan untuk terus melakukannya di rumahnya sendiri. Karena berpura-pura baik di rumah lebih sulit dipertahankan lantaran keberadaannya di tengah keluarga lebih lama ketimbang di kantor atau saat berkenalan dengan seseorang. Sehingga saat dia dirumah, tampaklah karakternya yang asli.
Ketika berada di kantor atau saat bertemu kenalan, seorang lelaki bisa menutupi sifat aslinya yang buruk dengan muka yang manis, tutur kata yang lembut dan suara yang halus. Namun, jika itu bukanlah watak aslinya, dia akan sangat tersiksa dengan 'peran' palsunya itu jika harus dipertahankan sepanjang harinya.
Kebalikannya, seseorang yang memang pembawaan di rumahnya berakhlak mulia, insya Allah secara otomatis ia akan mempraktekkannyadi manapun ia berada.
b.Di tempat kerja, ia hanyalah berposisi sebagai bawahan, yang notabenenya adalah lemah. Sebaliknya, ketika di rumah ia berada di posisi yang kuat, karena menjadi kepala rumah tangga. Perbedaan posisi tersebut tentunya sedikit-banyak berimbas pula pada sikapnya di dua dunia yang berbeda itu.
Ketika di kantor, ia mesti menjaga 'rapor'nya di mata atasan. Untuk itu, ia berusaha melakukan apapun demi meraih tujuannya itu. Meskipun untuk merealisasikannya, ia harus memoles akhlak buruknya untuk sementara waktu. Hal itu tidaklah masalah. Yang penting karirnya bisa terus menanjak dan gajinya pun bisa ikut terdongkrak.
Adapun di rumah, di saat posisinya kuat, dia akan melakukan apapun seenaknya sendiri, tanpa merasa khawatir akan dipotong gajinya ataupun dipecat.
Demikian itulah kondisi orang yang berakhlak mulia karena kepentingan duniawi. Lalu bagaimanakah halnya dengan orang yang berakhlak mulia karena Allah? Ya, dia akan terus berusaha menerapkannya dalam situasi dan kondisi apapun, serta di manapun ia berada. Sebab ia merasa selalu di bawah pengawasan Allah, Dzat Yang Maha melihat dan Maha mengetahui.
Kedua: Beberapa potret kemuliaan akhlak Nabi صلى الله عليه وسلم terhadap keluarganya.
Sebagai teladan umat, amatlah wajar jika praktek keseharian Nabi صلى الله عليه وسلم dalam bergaul dengan keluarganya kita pelajari. Dan tentu saja lautan kemuliaan akhlak beliau terhadap keluarganya tidak bisa dikupas dalam lembaran-lembaran tipis ini. Oleh karena itu, di sini kita hanya akan menyampaikan beberapa contoh saja guna memberikan gambaran betapa mulianya kepribadian beliau terhadap keluarga.
a. Turut membantu urusan dapur
Berdasarkan hukum asal, urusan dapur dan tetek bengeknya memang merupakan kewajiban istri. Namun, meskipun demikian, hal ini tidak menghalangi Rasulullah صلى الله عليه وسلم untuk ikut turun tangan membantu pekerjaan para istrinya. Dan ini tidak terjadi melainkan karena demikian tinggi kemuliaan akhlak yang beliau miliki.
عَنْ عُرْوَةَ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمُّ الْـمُؤْمِنِيْنَ أي شَيءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ عِنْدَكَ؟ قَالَت: مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِيْ مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثُوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ
Urwah bertanya kepada Aisyah, "Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan Rasulullah صلى الله عليه وسلم tatkala bersamamu (di rumah)?" 'Aisyah menjawab, "Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau memperbaiki sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di ember". (HR. Ibnu Hibban)
Subhanallah! Di tengah kesibukan beliau yang luar biasa padat; berdakwah, mengajarkan ilmu, menjaga stabilitas keamanan negara, berjihad, mengurusi ekonomi umat dan lain-lain, beliau صلى الله عليه وسلم masih bisa menyempatkan diri mengerjakan hal-hal yang dipandang rendah oleh sebagian suami di masa sekarang ini! Andaikan saja para suami itu mau terjun menangani urusan rumah tangga termasuk urusan dapur, insya Allah keharmonisan rumah tangga mereka akan langgeng.
b. Berpenampilan menarik di hadapan istri dan keluarga.
Dalam hadits berikut, 'Aisyah, salah seorang istri Nabi صلى الله عليه وسلم menyampaikan pengamatannya;
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ بَدَأَ بِالسِّوَاكِ
Jika memasuki rumah, hal yang pertama kali dilakukan Nabi adalah bersiwak (HR. Muslim)
c. Tidak bosan untuk terus menasehati istri dan keluarga.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengingatkan:
أَلَا وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
Ingatlah, hendaknya kalian berwasiat yang baik kepada para istri. (HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani)
Timbulnya riak-riak dalam kehidupan rumah tangga merupakan suatu hal yang lumrah. Namun, jika hal itu sampai mengotori keharmonisan jalinan kasih sayang antara suami dan istri, atau bahkan menghancurkan bahtera pernikahan, tentulah sangat berbahaya. Agar mimpi buruk itu tidaklah terjadi, seyogyanya ditumbuhkan budaya saling memahami dan kebiasaan saling menasehati antara suami dan istri.
Daripada itu, benih-benih kesalahan yang ada dalam diri pasangan suami-istri hendaknya tidaklah didiamkan begitu saja hanya karena dalih menjaga keharmonisan rumah tangga. Justru sebaliknya, kesalahan-kesalahan itu harus segera diluruskan. Dan tentunya hal itu harus dilakukan dengan cara yang elegan: tutur kata yang lembut, raut muka yang manis dan metode yang tidak menyakiti hati pasangannya.
PENUTUP
Semoga tulisan sederhana ini bisa dijadikan sebagai salah satu sarana instrospeksi diri -terutama bagi mereka yang menjadi panutan orang banyak, seperti: dai, guru, ustadz, pejabat dan yang semisalnya- untuk terus berusaha meningkatkan kualitas muamalah para panutan itu terhadap keluarga mereka masing-masing. Jika sudah demikian, berarti mereka telah benar-benar berhasil menjadi qudwah (teladan) dengan sebenarnya. Wallahu a’lam.[]

Bookmark
1. Disarikan dari Kitab al-Mau’izah al-Hasanah fi Akhlaq al-Hasanah, Karya Syaikh Abdul Malik Ramadhani (hlm. 77-79)

Sumber: Majalah As-Sunnah Ed. 04-05_Th. XIV
Dinukil Dari e-Book Karya Ibnumajjah.com

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Adab dan Etika, Pola Makan dan Minum Sehat

Written By Rachmat.M.Flimban on 21 April 2017 | 4/21/2017 01:00:00 AM

Adab dan Etika, Pola Makan dan Minum Sehat
RASULULLAH صلى الله عليه وسلم DAN SAKIT YANG DIALAMI
Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali A.M.حفظه الله

1. MAKANAN YANG SEHAT HANYALAH YANG HALAL
Allah Mahabijaksana. Allah عزّوجلّ menghalalkan demikian banyak makanan dan minuman, dan mengharamkan sedikit saja darinya. Hai ini karena rahmat dan kasih sayang-Nya terhadap hamba-Nya. Sebagai buktinya, Allah عزّوجلّ tidak memerinci segala macam makanan dan minuman yang halal karena terlalu banyak jumlah dan macamnya. Sebaliknya, Dia memerinci satu-persatu makanan dan minuman yang haram karena jumlahnya yang sangat sedikit dibanding yang halal.1
Sebagai contoh dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ. إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik-baik dari apa yang Kami anugerahkan kepadamu, dan bersyukurlah kepada Allah jika engkau benar-benar hanya menyembah kepada-Nya. Hanyalah Allah mengharamkan buat kamu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih bukan dengan nama Allah, tetapi siapa terpaksa tanpa ada keinginan dan melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (QS. al-Baqarah [2]: 172-173)
Tidaklah Allah عزّوجلّ melarang sesuatu untuk hamba-Nya lalu tidak ada hikmah di dalamnya, sebab Allah Mahabijaksana. Oleh karenanya, setiap perkara yang dilarang pasti berdampak buruk bagi manusia, baik manusia tersebut mengetahui keburukannya atau tidak mengetahuinya, baik berdampak buruk bagi dunianya atau akhiratnya.
2. MENGONSUMSI BERAGAM MAKANAN YANG TERSEDIA DI NEGERINYA
Demikianlah Rasulullah صلى الله عليه وسلم, beliau mengkomsumsi makanan dan minuman yang beraneka ragam yang ada menurut kebiasaan setempat. Beliau tidak membiasakan diri selalu makan atau minum salah satu jenis makanan atau minuman tertentu tanpa yang lain, karena hal itu justru membahayakan kesehatan dan suatu saat hal itu akan sangat menyulitkan. Jika seseorang terbiasa dengan satu jenis makanan atau minuman tertentu tanpa yang lainnya maka dia akan menjadi lemah dan binasa. Jika dia mengonsumsi jenis lain, padahal dia tidak terbiasa dengan yang lain, maka dia akan mendapati mudaratnya. Membatasi diri hanya mengonsumsi makanan atau minuman tertentu tanpa yang lain berakibat buruk meskipun makan atau minuman itu adalah jenis yang paling baik. Maka sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم, beliau mengonsumsi apa yang tersedia menurut kebiasaan setempat berupa daging, labu, cuka, buah-buahan, roti, kurma, susu, madu, dan lain-lain.2
Demikian pula termasuk kebiasaan Rasulullah صلى الله عليه وسلم adalah makan buah-buahan di negerinya yang sedang musim. Hal itu termasuk memelihara kesehatan karena Allah عزّوجلّ melimpahkan suatu jenis buah-buahan dalam jumlah yang besar supaya bisa dikonsumsi dan bermanfaat buat hamba-Nya.3
3. MENYEIMBANGKAN SIFAT YANG BERLEBIH DARI SUATU JENIS DENGAN LAWANNYA (FOOD BALANCING)
Jika suatu jenis makanan memiliki sifat yang berlebihan, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم biasanya menetralkannya dengan cara mencampurnya dengan makanan lain yang bersifat kebalikannya, seperti makanan yang memiliki sifat panas atau kering dicampur dengan sesuatu yang bersifat dingin atau berair.4 Dalam hadits diterangkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ الْقِثَّاءَ بِالرُّطَبِ
Dari Abdullah bin Ja'far رضي الله عنه, beliau berkata, "Rasulullah صلى الله عليه وسلم biasa makan mentimun dengan kurma." (HR. Bukhari 2/506 dan Muslim 6/122)
Dalam hadits lain dijelaskan dari Aisyah رضي الله عنها beliau berkata:
كَانَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ الْبِطِّيخَ بِالرُّطَبِ
"Rasulullah صلى الله عليه وسلم biasa makan semangka dengan kurma." (HR. Tirmidzi: 1844, Abu Dawud: 3836, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah Shahihah: 56)
4. TIDAK MEMAKSAKAN DIRI TERHADAP SESUATU YANG TIDAK DISUKAI
Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak memaksakan diri mengonsumsi sesuatu yang tidak dia suka, meskipun sesuatu itu halal dan dimakan oleh para sahabatnya, seperti dhab (sejenis biawak)5 dan semisalnya. Ini adalah salah satu kunci menjaga kesehatan. Barangsiapa memaksakan diri mengonsumsi sesuatu yang tidak ia sukai dan ia tidak bernafsu kepadanya, maka mudarat baginya lebih besar daripada manfaatnya.6
Oleh karena itu, jika ada orang yang sakit maka tidak boleh dipaksa untuk makan sesuatu yang dia tidak mau. Hai ini sebagaimana sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
لَا تُكْرِهُوا مَرْضَاكُمْ عَلَى الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، فَإِنَّ اللَّهَ يُطْعِمُهُمْ وَيَسْقِيهِمْ
"Janganlah kamu memaksa orang sakit untuk makan dan minum karena Allah-lah yang memberinya makan dan minum." (HR. Tirmidzi: 2040, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah: 727)
Orang yang sedang sakit akan menolak beberapa jenis makanan. Hal itu lantaran badan dan alat pencernaannya sedang disibukkan melawan penyakit sehingga akan lebih berbahaya jika disibukkan lagi dengan mengonsumsi makanan yang tidak ia sukai. Hanya, bila seorang yang sakit akan menjadi lebih buruk jika tidak makan dan minum, maka boleh dipaksakan makan atau minum, lebih-lebih lagi minum obat yang akan meredakan atau menyembuhkan sakitnya.7
5. MENGHINDARI YANG SANGAT PANAS
Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak makan dan minum sesuatu yang sangat panas, bahkan beliau melarangnya, sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas رضي الله عنهما, beliau mengatakan:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُتَنَفَّسَ فِي الْإِنَاءِ أَوْ يُنْفَخَ فِيهِ
"Rasulullah صلى الله عليه وسلم melarang bernapas di bejana atau meniupnya." (HR. Abu Dawud 3728, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah: 3428)
Hadits ini menunjukkan larangan bernapas dan meniup makanan atau minuman yang sangat panas. Selain itu, hal itu juga membahayakan kesehatan sebab orang yang bernapas atau meniup akan mengeluarkan CO2 sehingga akan bercampur dengan uap panas yang berbahaya jika dihirup dan akan merusak keasaman darah manusia.
Hadits ini juga mengisyaratkan supaya kita bersabar menunggu sampai makanan atau minuman itu reda panasnya, sebab jika seseorang makan atau minum sesuatu yang sangat panas makan akan mengakibatkan iritasi tenggorokan, kemudian infeksi, lalu berakibat kanker tenggorokan dan semisalnya.
6. MINUM DENGAN DUDUK, KECUALI BILA KONDISI MENDESAK
Sebagaimana Nabi صلى الله عليه وسلم melarang dalam haditsnya:
عَنْ أَنَس أَنَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم زَجَرَ عَنْ الشُّرْبِ قَائِمًا
Dari Anas bin Malik رضي الله عنه (berkata), "Nabi صلى الله عليه وسلم melarang keras minum sambil berdiri." (HR. Muslim: 3771)
Hadits ini secara lahir menunjukkan keharaman minum sambil berdiri. Hanya, dalam hadits yang lain Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah minum sambil berdiri. Ini menunjukkan bahwa petunjuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam minum adalah dengan duduk, tetapi jika ada kondisi mendesak—seperti jika tempatnya sesak dan semisalnya—boleh-boleh saja minum sambil berdiri. Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata, "Aku pernah menuangkan air zamzam untuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم, lalu beliau minum sambil berdiri." (HR. Bukhari dalam kitab al-Haj dan al-Asyribah, dan Muslim: 2027)
Adapun hikmah larangan minum sambil berdiri:8
• Tidak menghilangkan dahaga secara sempurna.
• Air tidak akan bertempat di badan sehingga kurang bermanfaat secara sempurna.
• Dikhawatirkan masuknya air dingin secara langsung dan cepat sehingga mengenai panas-nya saluran pencernaan sebab haus dan air langsung mengalir ke bagian bawah badan tanpa ada tahapan, dan ini semua membahayakan kesehatan jika dilakukan terus-menerus, tetapi jika hal itu dilakukan jarang-jarang (karena kondisi mendesak), maka hal ini tidak membahayakan.
7. SEDERHANA DAN TIDAK BERLEBIHAN TETAPI TIDAK KEKURANGAN
Allah Ta'ala berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Dan makanlah serta minumlah, tetapi jangan ber-lebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. al-A'raf [7]: 31)
Ibnul Qayyim رحمه الله mengatakan, "Allah menunjuki hamba-Nya supaya mengonsumsi makanan dan minuman yang bermanfaat bagi tubuh sebagai ganti dari apa yang keluar darinya (supaya tidak kekurangan), dan hendaknya mengonsumsi (makanan dan minuman) menurut kadar yang dibutuhkan. Jika melebihi yang dibutuhkan maka itulah israf (berlebih-lebihan) dan kedua perkara ini (berlebih-lebihan dan kekurangan dalam makan dan minum) dapat menghalangi kesehatan, dan akan mendatangkan penyakit." (Zadul Ma'ad fi Hadyi Khairil 'Ibad 4/195)
Dalam sebuah hadits, Dari Miqdam bin Ma'dikarib رضي الله عنه, beliau berkata, "Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda;
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ حَسْبُ الْآدَمِيِّ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ غَلَبَتْ الْآدَمِيَّ نَفْسُهُ فَثُلُثٌ لِلطَّعَامِ وَثُلُثٌ لِلشَّرَابِ وَثُلُثٌ لِلنَّفَسِ
"Tidak ada suatu bejana yang diisi manusia yang lebih buruk dibandingkan perut. Cukuplah bagi manusia beberapa suap (makanan) untuk menegakkan tulang punggungnya. jika dia tidak kuasa maka cukup sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk bernapas." (HR. Ibnu Majah: 3340, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah: 2265)
Demikianlah teladan terbaik kita, dalam sebuah hadits, dari Sahl bin Sa'ad صلى الله عليه وسلم beliau berkata:
مَا شَبِعَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِيْ يَوْمٍ شَبْعَتَيْنِ حَتَّى فَارَقَ الدُنْيَا
"Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah kenyang dua kali dalam satu hari sampai beliau meninggal dunia." (HR. Thabrani, dan dinyatakan shahih li ghairihi oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib: 3268)
8. TIDAK MEMBIASAKAN DIRI TERLALU KENYANG, KECUALI SAAT-SAAT TERTENTU
Makan terlalu kenyang bukan termasuk petunjuk Nabi صلى الله عليه وسلم, sebagaimana hadits-hadits di atas. Jika makan terlalu kenyang dilakukan terus-menerus maka hal itu akan berbahaya bagi kesehatan, sebagaimana dibuktikan oleh kenyataan dan dikuatkan secara medis.
Hanya, dibolehkan bagi seorang muslim makan sampai kenyang pada-saat-saat tertentu bukan menjadi kebiasaan sehari-harinya, terutama ketika menjamu tamu atau ketika dia sangat menginginkan makanan tersebut atau ketika sangat lapar dan semisalnya. Dalam sebuah hadits dikatakan oleh Malik bin Dinar رضي الله عنه:
مَا شَبِعَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ خُبْزٍ قَطُّ وَلاَ لَحْمٍ إِلاَّ عَلَى ضَفَفٍ
"Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah kenyang makan roti dan tidak pula daging kecuali jika menjamu tamu (maka beliau makan sampai kenyang)." (HR. Tirmidzi: 2357, dinyatakan mursal shahih9 oleh al-Albani dalam Mukhtashar asy-Syama'il al-Muhammadiyah hlm. 76-77)
Kisah di bawah ini juga menguatkan apa yang kita katakan:
Dari Anas bin Malik رضي الله عنه tatkala Nabi صلى الله عليه وسلم menikahi Zainab رضي الله عنها, kaum muslimin datang ke walimahnya, maka mereka makan lalu keluar. Nabi صلى الله عليه وسلم memasukkan tangannya ke makanan (yang sedikit) tersebut sambil berdo'a, (kemudian timbul-lah berkah) lalu mereka semua makan sampai kenyang. (HR. Bukhari: 4962 dan Muslim: 2573)10
Syaikh Abdul Aziz bin Baz رحمه الله mengatakan, "Nabi صلى الله عليه وسلم pernah memberikan minuman susu kepada ahlu shuffah. Abu Hurairah رضي الله عنه berkata, Aku memberikan susu kepada mereka (dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم) sehingga mereka semua kenyang, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, 'Minumlah, wahai Abu Hurairah!' Berkata (Abu Hurairah), Aku sudah minum.' Kemudian beliau berkata lagi, 'Minumlah!' Lalu aku minum, kemudian beliau berkata lagi, 'Minumlah!' Lalu aku minum lagi, lalu aku mengatakan, 'Demi Zat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, sungguh aku tidak menjumpai tempat lagi untuk susu ini.' kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم mengambil sisa air susu itu dan beliau meminumnya."' (HR. Bukhari 11/281-282 dengan Fathul Bari)
Syaikh Ibnu Baz رحمه الله berkata, "Kisah ini menunjukkan bolehnya kenyang dan puas (makan atau minum), tetapi tidak boleh sampai memudaratkan."11
Adapun perkataan yang dianggap hadits yang berbunyi;
نَحْنُ قَوْمٌ لاَ نَأْكُلُ حَتَّى نَجُوْعَ وَإِذَا أَكَلْنَا لاَ نَشْبَعُ
"Kami adalah kaum yang tidak akan makan sehingga kami lapar, dan jika makan kami tidak akan kenyang."
Maka perkataan ini belum kami jumpai dalam kitab-kitab hadits, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai hujjah/dalil.
Syaikh Bin Baz رحمه الله berkata, "Perkataan ini diriwayatkan dari para pendatang belakangan, dan dalam sanadnya ada yang lemah. Mereka bermaksud (dengan perkataan ini) supaya bersikap sederhana. Kalau demikian maka maknanya benar. Akan tetapi, (hadits ini) sanadnya lemah."
Lalu beliau menambahkan, "Hal ini akan bermanfaat jika seseorang makan ketika merasa lapar atau ketika membutuhkan makanan, dan tidak berlebih-lebihan serta terlalu kekenyangan. Adapun makan sampai kenyang, jika tidak memudharatkan maka boleh-boleh saja."12
9. MENGHINDARI PANTANGAN TERMASUK AJARAN ISLAM
Ada orang yang mengidap suaru penyakit dan disarankan oleh para ahlinya untuk menghindari makanan tertentu, lalu dia mengatakan, "Semuanya takdir Allah, sehat dan sakit juga demikian", lalu dia tidak menggubris nasihat sehingga menjadilah penyakitnya semakin parah. Padahal, dalam Islam, menjaga pantangan termasuk diajarkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan menghindari pantangan tidak bertentangan dengan takdir.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah صلى الله عليه وسلم makan kurma (yang belum matang) yang masih di tandannya di rumah Ummu Mundzir, lalu Ali رضي الله عنه, juga hendak mengambil kurma tersebut, kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم menegurnya, "Berhenti, wahai Ali, bukankah engkau sakit?" Lalu Ali رضي الله عنه diam, sedangkan Nabi صلى الله عليه وسلم terus makan. Lalu Ummu Mundzir merebus kurma tersebut dicampur dengan gandum, kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
يَا عَلِيُّ مِنْ هَذَا فَأَصِبْ فَإِنَّهُ أَوْفَقُ لَكَ
"Wahai Ali, makanlah ini karena ini lebih cocok buat-mu." (HR. Abu Dawud: 3855, dan dihasankan oleh al-Albani dalam al-Misykat: 3216)
Syaikh al-Albani رحمه الله mengatakan, "Diambil istinbath dari kisah/hadits ini, anjuran menghindari pantangan bagi orang sakit dan orang yang baru sembuh dari sakit."'13
Wallahu A'lam. []

Footnote;
1. Lihat QS. al-A'raf [7]: 157 dan al-Baqarah [2]: 172.
2. Diterjemahkan secara bebas dari perkataan Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma'ad fi Hadyi Khairil 'Ibad 4/198-199, cet. Muassasah ar-Risalah, thn. 1418 H, dan ditambahkan dari Mukhtashar asy-Syama'il al-Muhammadiyah, Bab "Ma ja'a fi idami Rasulullah".
3. Zadul Ma'ad 4/201
4. Zadul Ma'ad 4/199
5. Dhab/ضَبٌّ (genus: Uromastyx) berbeda dengan biawak/nyambik/monitor lizard/وَرَلٌ (genus: Varanus). Dhab adalah herbivora, sedang biawak adalah karnivora. (Lihat: http://id.wikipedia.org/wiki/Biawak)
6. Diterjemahkan secara bebas dari perkataan Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma'ad 4/199.
7. Fatawa Syabakah Islamiyah Mu'addalah 9/2886
8. Lihat perkataan ini oleh Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma'ad 4/210.
9. Artinya, meskipun hadits ini hanya sampai pada seorang tabi'i, tetap dianggap shahih karena ada riwayat serupa dari Qatadah dari Anas رضي الله عنه, sehingga hadits di atas menjadi kuat. (Mukhtashar asy-Syama'il al-Muhammadiyah hlm. 76)
10. Dalam Perang Khandaq, Jabir bin Abdillah رضي الله عنه ; juga pernah mengundang Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersama dua atau tiga sahabatnya untuk makan di rumahnya, tetapi Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengajak sekitar 300 orang Muhajirin dan Anshar, lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang menciduk masakan dalam periuk yang hanya untuk sekitar beberapa orang saja, tetapi turunlah mukjizat-Nya, Nabi صلى الله عليه وسلم terus menciduk untuk satu per satu sahabatnya, sampai semuanya kenyang, bahkan masakan tersebut masih utuh di dalam periuk. (HR. Bukhari: 3792)
11. Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah Syaikh Ibnu Baz hlm. 126. Lihat pula penjelasan hadits di atas lebih lengkap dalam Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhush Shalihin 1/562-564 karya Salim bin Id al-Hilali, cet. Dar Ibnul Jauzi, thn.1418 H.
12. Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah Syaikh Ibnu Baz hlm. 122-123
13. Mukhtashar asy-Syama'il al-Muhammadiyah, Imam Tirmidzi, diringkas dan ditahqiq oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, 1422 H.

Pola Makan Sehat ala Nabi صلى الله عليه وسلم
Oleh : Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali A.M. خفظه الله
Dari Majalah Al-Furqon No. 129 Ed. 4_Th. Ke-12_1433 H/2012 M
Di Nukil dari eBook Ibnumajjah.com

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Adab dan Etika Pola Makan Sehat

Written By Rachmat.M.Flimban on 20 April 2017 | 4/20/2017 10:37:00 PM

Pola Makan Sehat
RASULULLAH صلى الله عليه وسلم DAN SAKIT YANG DIALAMI
Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali A.M.حفظه الله

MUQADDIMAH1
Orang yang sehat mempunyai beragam keinginan terhadap berbagai kenikmatan dunia, bisa mencapai ratusan, ribuan, bahkan jutaan keinginan. Akan tetapi, jutaan manusia yang sedang sakit hanya mempunyai satu keinginan yang sama yaitu sehat. Ini menunjukkan bahwa sehat adalah nikmat yang lebih besar dari sekian banyak kenikmatan dunia.2
Islam adalah agama yang paling sempurna. Tidak ada satu pun kebaikan dunia ataupun akhirat yang diabaikan. Islam telah menunjukkan segala kemaslahatan yang dibutuhkan manusia. Jangankan masalah yang sangat penting, masalah-masalah yang dianggap sepele pun telah ditegaskan etikanya oleh uswah 'teladan' kita. Oleh karena itu, Salman al-Farisi رضي الله عنه tatkala disindir tentang hal-hal yang dianggap sepele yang diajarkan Islam, maka dengan bangga dia mengatakan, "Benar, sungguh Nabi صلى الله عليه وسلم melarang kami menghadap kiblat saat buang hajat, bercebok dengan tangan kanan..." (HR. Muslim: 385)
Jika buang hajat telah dibahas oleh Islam melalui petunjuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم maka mustahil Islam mengabaikan perkara yang lebih besar dan yang diinginkan setiap manusia, yaitu kesehatan dan cara pemeliharaannya. Oleh karena itu, tidak ada jalan terbaik untuk mendapatkan kesehatan melainkan dengan meneladani teladan terbaik umat ini (yakni Rasulullah صلى الله عليه وسلم), yang mana beliau lebih sering menikmati masa sehatnya dibanding masa sakitnya.
RASULULLAH صلى الله عليه وسلم DAN SAKIT YANG DIALAMI
Sehat dan sakit pasti menimpa anak manusia. Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga demikian karena beliau adalah manusia biasa yang diciptakan Allah عزّوجلّ dari ayah dan ibunya.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم memang pernah sakit, tetapi sakit beliau tergolong sangat jarang dan itu pun biasanya faktor dari luar pribadinya bukan sebab kecerobohan atau kesengajaan, seperti sakit terkena sihir (HR. Bukhari: 3028), terkena racun orang Yahudi (HR. Bukhari: 5332), sakit terluka saat berperang (HR. Bukhari 12/466 dan Muslim 3346), sakit kepala sebab perjalanan (HR. Bukhari: 6677) dan semisalnya. Tidak dijumpai riwayat-riwayat yang menceritakan bahwa beliau sering terkena diare, sering muntah, sering batuk, dan lainnya.
POLA MAKAN DAN MINUM SEHAT ALA RASULULLAH صلى الله عليه وسلم
Penulis tidak akan menjelaskan adab-adab makan Rasulullah صلى الله عليه وسلم secara keseluruhan seperti membaca basmalah, makan dengan tangan kanan, dan semisalnya karena telah dijelaskan dalam majalah ini pada edisi-edisi yang telah lalu. Akan tetapi, kami sebutkan di sini hanya pola makan Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang ada keterkaitan dengan memelihara kesehatan secara khusus sebagaimana dipaparkan oleh para ahli medis, dan bukan berarti yang tidak disebutkan di sini tidak ada kaitannya dengan kesehatan, bahkan semua petunjuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم adalah yang terbaik bagi manusia.

Footnote
1. Makalah ini disadur dari materi penulis dalam acara kajian umum/bedah buku Mengapa Nabi Tidak Gampang Sakit di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur pada 5 Mei 2012.
2. Hal ini dibuktikan dari dahulu sampai sekarang. Sebagai contoh, dahulu sebelum Islam ada tiga orang bani Israil yang diuji oleh Allah عزّوجلّ dengan penyakit yang berbeda-beda (penyakit kusta, penyakit botak, dan buta) dan semuanya diuji dengan kekurangan harta, lalu mereka semua sepakat ketika ditanya tentang perkara yang paling mereka inginkan adalah sembuh dari penyakitnya, dan mereka tidak meminta kekayaan kecuali setelah penyakitnya sembuh (lihat HR. Bukhari: 3205 dan Muslim: 5265).

Selanjutnya;
MAKANAN YANG SEHAT HANYALAH YANG HALAL

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. HOSE AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger