Kebenaran Untuk Anak, Berangkat Tidur di Malam Hari
Written By Rachmat.M.Flimban on 09 Februari 2017 | 2/09/2017 02:06:00 AM
Kebenaran Untuk Anak, Berdo'a
Kehidupan Seorang Muslim Menurut Ajaran Al Qur'an
Kebenaran Untuk Anak, Berbelanja
Written By Rachmat.M.Flimban on 08 Februari 2017 | 2/08/2017 10:36:00 PM
Dua Puluh Empat Jam Dalam Kehidupan
Seorang Muslim Menurut Ajaran Al Qur'an
Oleh Harun Yahya
Berbelanja
Saat ini berbelanja
merupakan kegiatan penting bagi banyak orang. Misalnya, banyak orang
menghabiskan berjam-jam, bahkan berhari-hari mendatangi toko demi mendapatkan
busana untuk dipamerkan kepada teman-teman mereka. Mereka menghabiskan banyak
uang untuk pakaian yang akan dikenakan beberapa saat saja dalam hidup mereka.
Tanpa peduli dengan keadaan lemari mereka yang sudah penuh, mereka mungkin akan
membeli pakaian baru dengan hasrat yang tidak berkurang. Bagi orang ini,
berbelanja lebih dari sekadar sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menjadi
bagian penting dalam hidup mereka. Inilah sifat orang yang lupa diri saat
berbelanja dan seringkali membeli barang kemudian mereka sesali telah membelinya.
Sudah barang tentu,
berbelanja adalah penting bagi setiap orang dan bahkan bisa menjadi sebuah
kegiatan sehari-hari yang menyenangkan. Namun yang salah adalah jika belanja
dapat menimbulkan hasrat duniawi dalam diri manusia dan membuat mereka
sepenuhnya lalai akan kehidupan setelah mati. Mereka mencurahkan seluruh hidup,
pikiran, dan kegiatan untuk kegiatan ini. Bukan mencari jalan yang diridhai oleh
Allah Yang telah menciptakan mereka, mereka malah mencoba mencari kepuasan dalam
pekerjaan sepele seperti berbelanja.
Seperti dalam bagian lain
dari kehidupan, seseorang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an pun akan
mencoba memandang kegiatan berbelanja sebagai kebaikan yang telah diciptakan
oleh Allah serta makna di balik peristiwa yang terjadi. Baginya, berbelanja
bukan sekadar berjalan-jalan tanpa tujuan, melainkan kesempatan untuk mencukupi
dirinya dan keluarganya dengan barang yang dia butuhkan. Berbelanja sudah pasti
tidak akan menjauhkannya dari melakukan kewajibannya kepada Allah. Allah
memerintahkan orang beriman di dalam Al Qur’an:
Dan bersabarlah kamu
bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari
dengan mengharap ridha-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena)
mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang
hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya;
dan adalah keadaan (mereka itu) melewati batas. (QS Al Kahfi, 18:28)
Orang beriman yang pergi
berbelanja akan selalu ingat: Allah telah menciptakan berbagai macam makanan,
pakaian, dan nikmat-nikmat lainnya bagi orang beriman. Namun di banyak negara,
karena pengangguran, kemiskinan atau konflik, orang tidak dapat menemukan apa
pun untuk dimakan. Walaupun tinggal di negara yang kaya akan sumber daya alam,
ada orang yang terlalu miskin untuk dapat membeli kebutuhan mereka. Semua ini
berada di bawah kekuasaan Allah. Jumlah rezeki yang telah ditetapkan oleh Allah
untuk diberikan kepada manusia memiliki alasan tersendiri. Allah mengingatkan
kita akan hal ini dalam Al Qur’an:
Dan tidakkah mereka
mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang
dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman. (QS Az Zumar, 39:52)
Allah telah menciptakan
berbagai macam keadaan untuk menguji manusia. Dan orang beriman tidak akan
berhenti bersyukur atas apa yang diterimanya, dalam keadaan apa pun dia berada.
Dia menyadari bahwa ujian dan keadaan dirinya hanyalah bersifat sementara. Untuk
itu, dia berkemauan keras untuk bertindak setiap saat dengan cara yang disukai
Allah. Dia mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah atas nikmat-Nya di dalam
hati, dalam ucapannya, dan dalam tindakannya. Dia membelanjakan karunia yang
dimilikinya pada amal saleh, dan jika Allah membatasi nikmat yang diterimanya,
dia akan bersabar dan tetap bersyukur dengan ikhlas kepada-Nya. Dia tahu bahwa
dia sedang diuji dengan kemiskinan dan berdoa agar Allah memberinya kesabaran.
Dalam segala keadaan, orang beriman ridha atas keputusan Allah dan berharap agar
Allah merasa ridha dengannya.
Namun manusia yang
mengikuti tradisi, kebiasaan, dan norma masyarakat yang tidak hidup berdasarkan
ajaran Al Qur'an, segera kehilangan rasa bersyukur mereka di saat berhadapan
dengan ketidaknyamanan yang paling kecil sekalipun. Allah melaknat mereka dalam
Al Qur'an, sebagai kehinaan karena tidak mampu melihat bahwa kekayaan dan
kemakmuran mereka adalah sebuah cobaan yang sama dengan pengalaman mereka akan
kemiskinan dan kekurangan:
Adapun manusia, apabila
Tuhannya mengujinya, lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia
akan berkata, "Tuhanku telah memuliakanku." Adapun bila Tuhannya mengujinya,
lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, "Tuhanku menghinakanku." (QS Al Fajr,
89:15-16)
Allah telah menciptakan
nikmat yang tidak terhitung jumlahnya di bumi ini. Namun, orang yang tidak
menyadari hal ini lupa bahwa hanya atas kehendak Allah dan izin-Nya sajalah
mereka dapat membeli makanan dan pakaian mereka. Mereka tidak berterima kasih
kepada Allah. Mereka justru terus-menerus bertindak di bawah kendali hawa nafsu.
Semua yang mereka pikirkan di saat berbelanja adalah pakaian mana yang akan
dikagumi teman-teman mereka. Apa yang memenuhi pikiran mereka seringkali adalah:
di mana mereka dapat membeli pakaian dengan model terbaru dan paling menarik
dalam hal warna dan mutu yang mereka inginkan. Mereka selalu menaruh perhatian
kepada apa yang dimiliki orang lain. Mereka iri akan semua itu. Mereka tidak
sanggup hidup tanpa harta benda maupun materi. Mereka sangat menginginkan
memiliki kekayaan dan harta benda. Mereka membandingkan apa yang telah mereka
terima dengan apa yang diterima oleh orang lain. Mereka menjadi tidak sabar.
Mereka berpikir bahwa mereka diperlakukan tidak adil dan mereka tidak bersyukur.
Dalam Al Qur'an, Allah menerangkan sikap tidak bersyukur orang yang tidak puas
dengan apa yang mereka miliki dan selalu menginginkan lebih banyak lagi:
Dan sesungguhnya Tuhanmu
benar-benar mempunyai kurnia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia,
tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya). (QS An Naml, 27:73)
Orang beriman yang hidup
sesuai dengan ajaran Al Qur'an mengetahui bahwa nikmat yang ada di sekelilingnya
merupakan pemberian dari Allah. Mereka berhati-hati untuk tidak membelanjakan
uang dengan tergesa-gesa. Di saat sedang berbelanja, dia berusaha sekuat tenaga
untuk menghindari buang-buang uang dan waktu. Dia bertindak sesuai dengan firman
Allah dalam Al Qur'an:
“.. makan dan minumlah,
dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan (QS Al A’raf, 7:27).
Dia tidak pernah lupa
bahwa Allah menyebut orang yang menghambur-hamburkan uang secara berlebihan
sebagai “saudara-saudara setan” (QS Al Isra’, 17:27).
Al Qur'an menuntut kita
untuk tidak menghamburkan uang dalam berbelanja atau membeli barang lainnya.
Seperti itu pula kita dituntut untuk bersifat dermawan. Allah menerangkan hal
ini di dalam Surat al-Furqan: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),
mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu)
di tengah-tengah yang demikian (QS. al-Furqan, 25:67)”. Ayat ini meningkatkan
kearifan yang ditunjukkan oleh orang-orang beriman dalam cara mereka berbelanja.
Bersambung
» Olahraga dan Latihan Fisik
Kebenaran Untuk Anak, Ditempat kerja
Dua Puluh Empat Jam Dalam Kehidupan
Seorang Muslim Menurut Ajaran Al Qur'an
Oleh Harun Yahya
Di Tempat Kerja
Pada umumnya orang dewasa menghabiskan sebagian besar hari mereka untuk
bekerja. Namun mereka yang bertindak sesuai dengan ajaran Al Qur’an sangat berbeda dengan rekan-rekan kerjanya, yang memiliki kesamaan nilai moral. Bagi
orang beriman, tidak peduli betapa penting urusannya di hari itu, melakukan pengabdian dan menyembah Allah adalah lebih penting daripada apa pun. Allah
menerangkan hal ini dalam Al Qur’an:
Katakanlah, "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan
perniagaan," dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki." (QS Al Jumu'ah, 62:11)
Orang beriman menyadari hal ini, dan tidak ada pekerjaan yang akan
mencegahnya dari mengingat nama Allah atau melakukan sholat. Dia tidak akan mengabaikan atau menunda kewajiban agama apa pun demi meraih materi. Allah
mengajak kita untuk memperhatikan ini dalam sebuah ayat Al Qur’an:
Bertasbih kepada Allah di mesjid-mesjid yang telah diperintahkan untuk
dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli
dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang. (QS An Nur, 24:36-37)
Alasan di balik memberikan perhatian pada perniagaan dalam ayat ini adalah
karena keinginan yang besar akan keuntungan materi merupakan salah satu kelemahan terbesar pada manusia. Sebagian orang rela mengabaikan ajaran agama
demi mendapatkan uang lebih banyak, memperoleh harta lebih banyak, dan meraih kekuasaan lebih besar. Misalnya, mereka tidak melaksanakan sholat atau
menunaikan kewajiban lainnya, dan mereka tidak menunjukkan watak terpuji, walaupun mereka mampu melakukannya.
Ada beberapa hal yang mereka harap dapat diraih dari pekerjaan mereka. Mereka
menginginkan kehidupan yang baik di dunia ini, menjadi kaya-raya, mendapat jabatan dan penghormatan dan dimuliakan masyarakat, memiliki perkawinan yang
baik dan anak-anak yang terpuji.. Hal-hal inilah yang memisahkan manusia dari nilai-nilai Al Qur’an, bahkan tersesat lebih jauh dengan mengutamakannya
daripada kehidupan setelah mati. Memang benar, semua itu adalah nikmat yang boleh kita tuju untuk meraih ridha Allah dan menggapai akhirat sebagai cita-cita.
Orang beriman juga ingin mendapatkan nikmat yang sama: pekerjaan yang berguna, mendapatkan uang dan harta milik sendiri. Namun mereka memiliki beberapa sifat
yang membedakan mereka dari orang lain: mereka melakukan semua pekerjaan mereka demi ridha Allah, membelanjakan uang mereka di jalan yang dituntun oleh Allah.
Dan dalam perniagaan mereka, sebagaimana dalam hal lainnya, mereka sangat berhati-hati mematuhi perintah Allah.
Di dalam ayat Al Qur’an, Allah mengajak kita memperhatikan bahaya karena
mengutamakan perniagaan di atas agama:
Katakanlah, "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada
Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik." (QS At Taubah, 9:24)
Orang beriman dengan iman yang sangat mendalam akan berbuat sekuat tenaga
untuk menghindar dari terjebak dalam nafsu semacam ini. Ada sebuah sifat mulia yang dikehendaki oleh Allah dari orang beriman, dan yang akan mereka tunjukkan,
dalam pekerjaan apa pun yang mereka lakukan. Dalam melakukan pekerjaan mereka jujur, ikhlas, rela berkorban, bekerja keras, adil, dan sederhana. Seluruh
perhatian mereka diarahkan untuk meraih ridha Allah dan menjaga batasan yang telah ditetapkan antara yang benar dan yang salah. Allah telah memerintahkan
orang beriman bahwa dalam bekerja mereka dilarang melanggar hak orang lain, mereka harus memberikan takaran dan berat yang sempurna berdasarkan keadilan,
dan tidak mengurangi hak milik orang lain. (Surah Hud: 85).
Dalam beberapa ayat Allah menerangkan pentingnya kejujuran dalam bekerja,
memperlakukan orang dengan adil dan, dalam melakukan itu, menunjukkan sikap mencari ridha Allah:
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca
yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS Al Isra', 17:35)
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi
neraca itu. (QS Ar Rahman, 55:9)
Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bagaimana seharusnya kita melakukan
perdagangan dan perniagaan. Pertama-tama, Allah dengan jelas melarang riba: ".. padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. " (QS Al
Baqarah, 2:275)
Hal lain yang diterangkan oleh Allah adalah bagaimana mengatur perdagangan
dan utang-piutang. Allah memerintahkan bahwa, dalam bekerja, saat berutang (yang akan dibayar di kemudian hari pada waktu yang telah ditentukan), dia harus
menuliskannya. Apabila orang yang berutang tersebut tidak mampu atau lemah atau tidak mampu menyebutkannya, maka walinya harus menyebutkan untuknya dengan adil.
Dan dua orang dari golongan mereka harus harus menjadi saksi. (QS Al Baqarah, 2:282)
Hal lain yang harus dilakukan dengan seksama oleh orang beriman dalam
pekerjaan mereka adalah membahas pandangan orang lain saat mengambil keputusan, memulai usaha baru, dan memajukan kegiatan mereka. Allah berfirman dalam Al
Qur’an bahwa hal ini adalah sifat dari orang beriman.
Seperti halnya dalam setiap segi kehidupan, begitu pula dalam perdagangan dan perniagaan, Al Qur’an membawa hal terbaik, termudah, dan paling benar ke dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini, Al Qur’an membantu manusia keluar stress dan
tekanan batin dan memungkinkan mereka bekerja dalam lingkungan yang sehat dan damai, tempat mereka dapat berserah diri kepada Allah, mengambil keputusan yang
tepat, dan berunding dengan orang lain saat mengambil keputusan.
Di samping itu, orang beriman sangat berpikiran terbuka dalam kehidupan
kerjanya, dalam menyusun rencana, baik jangka panjang maupun jangka pendek dan merancang berbagai tahapannya. Dan setelah dia mulai bekerja, dia akan
benar-benar memperhitungkan tahapan selanjutnya, tindakan apa yang akan memastikan kesuksesan baginya untuk waktu yang lama dan kemungkinan jalan lain.
Dan dia akan memperhatikan segala peringatan yang telah diberikan Allah dalam Al Qur’an untuk memastikan bahwa langkah yang menurutnya bermanfaat untuk dilakukan
tidak akan merugikannya di tahapan berikutnya. Selagi terlibat dalam pekerjaannya, dia akan berdoa terus-menerus kepada Allah di dalam hati, meminta
Allah untuk memudahkannya dan dia akan memahami bahwa tidak ada perusahaan yang berhasil, kecuali Allah menghendaki. Dia berharap agar pekerjaan yang dia
kerjakan menjadi sarana untuk meraih ridha Allah.
Di masa kita hidup saat ini, penemuan baru dan perkembangan ilmu pengetahuan
telah terjadi. Orang-orang di masa lampau bahkan tidak pernah dapat membayangkannya. Ajaran Al Qur’an mewajibkan kita untuk berterima kasih atas
kesempatan yang tidak ada bandingannya ini. Misalnya, ilmu pengetahuan, teknologi, transportasi canggih, dan komunikasi telah mencapai tingkatan
kemajuan seperti saat ini. Berkat komputer dan teknologi internet, orang dari seluruh dunia dapat saling berkomunikasi dalam hitungan detik, berbagi informasi,
dan menjalin hubungan. Tentu saja, semuanya adalah nikmat yang harus direnungkan dalam-dalam. Para nabi yang telah dijadikan sebagai contoh oleh Allah dalam Al
Qur’an senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan ikhlas, dan senantiasa mengingat Allah serta bersyukur kepada-Nya di saat menjalani pekerjaan mereka.
Dalam Surat Saba’, Allah berfirman:
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya (dalam bentuk)
gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung serta piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah, Hai
keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. (QS Saba', 34:13)
Bersambung ; »Berbelanja
Kebenaran Untuk Anank, Dalam Perjalanan
Kebenaran Untuk Anak
Dua Puluh Empat Jam Dalam Kehidupan
Seorang Muslim Menurut Ajaran Al Qur'an
Oleh Harus Yahya
Dalam Perjalanan
Orang yang telah selesai makan pagi dan telah berbenah diri, siap menyambut
berbagai tantangan di tempat kerja mereka, sekolah, atau tempat lainnya.
Sebagian besar orang memperoleh yang mereka butuhkan sebelum hari itu berakhir.
Allah menggambarkan keadaan ini dalam Al Qur’an:
Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). (QS Al
Muzzammil, 73:7)
… dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha. (QS. al-Furqan, 25:47)
Orang beriman melihat hari di hadapannya sebagai kesempatan untuk meraih cinta
dan ridha Allah serta untuk mendapatkan Surga. Untuk itu dia perlu bekerja keras
melakukan pekerjaan yang baik. Bagaimanapun sibuknya, dia tetap waspada agar
tidak lalai dari mencari ridha Allah. Dia meneladani doa Nabi Sulayman AS,
sebagaimana difirmankan dalam ayat ke-19 Surat An Naml, dengan harapan bahwa
Allah akan memberinya petunjuk dalam kegiatannya sepanjang hari:
"Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku, dan untuk mengerjakan
amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam
golongan hamba-hamba-Mu yang saleh." (QS An Naml, 27:19)
Setiap orang yang meninggalkan rumah menuju ke sekolah atau bekerja, akan
menghadapi banyak orang, hal, dan kejadian yang dapat direnungkan. Setiap hal
yang dilihat oleh seorang manusia ada dalam pengetahuan Allah, muncul atas
kehendak-Nya, dan terjadi dengan alasan tertentu. Maka, ketika orang beriman
memandang ke langit dalam renungan ini, dia melihat bahwa semua itu telah
diciptakan dengan cara yang menakjubkan. Dia memahami bahwa kebenaran ayat
berikut berada di hadapannya: "Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang
terpelihara…" (QS Al Anbiya', 21:32)
Orang yang telah selesai makan pagi dan telah berbenah diri, siap menyambut
berbagai tantangan di tempat kerja mereka, sekolah, atau tempat lainnya.
Sebagian besar orang memperoleh yang mereka butuhkan sebelum hari itu berakhir.
Allah menggambarkan keadaan ini dalam Al Qur’an:
Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). (QS Al
Muzzammil, 73:7)
… dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha. (QS. al-Furqan, 25:47)
Orang beriman melihat hari di hadapannya sebagai kesempatan untuk meraih cinta
dan ridha Allah serta untuk mendapatkan Surga. Untuk itu dia perlu bekerja keras
melakukan pekerjaan yang baik. Bagaimanapun sibuknya, dia tetap waspada agar
tidak lalai dari mencari ridha Allah. Dia meneladani doa Nabi Sulayman AS,
sebagaimana difirmankan dalam ayat ke-19 Surat An Naml, dengan harapan bahwa
Allah akan memberinya petunjuk dalam kegiatannya sepanjang hari:
"Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku, dan untuk mengerjakan
amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam
golongan hamba-hamba-Mu yang saleh." (QS An Naml, 27:19)
Setiap orang yang meninggalkan rumah menuju ke sekolah atau bekerja, akan
menghadapi banyak orang, hal, dan kejadian yang dapat direnungkan. Setiap hal
yang dilihat oleh seorang manusia ada dalam pengetahuan Allah, muncul atas
kehendak-Nya, dan terjadi dengan alasan tertentu. Maka, ketika orang beriman
memandang ke langit dalam renungan ini, dia melihat bahwa semua itu telah
diciptakan dengan cara yang menakjubkan. Dia memahami bahwa kebenaran ayat
berikut berada di hadapannya: "Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang
terpelihara…" (QS Al Anbiya', 21:32)
Orang beriman yang melihat dengan mata yang penuh renungan akan memperhatikan
keindahan di sekelilingnya dan ciptaan yang menakjubkan. Misalnya, karena
merupakan nikmat Allah, burung di langit, buah-buahan yang menghiasi jendela
pajang toko dengan warnanya yang menarik, dan bau sedap yang berasal dari toko
roti punya makna bagi orang beriman. Makna ini tidak dapat dimengerti oleh orang
lain.
Orang beriman yang merenungkan berbagai macam bukti yang tidak terhitung
jumlahnya yang dia temui selagi berjalan di jalanan juga akan berhati-hati dalam
berperilaku. Sebagai contoh, dia akan berjalan tanpa menyombongkan diri atau
pamer karena Allah berfirman dalam sebuah ayat: “Dan sederhanalah kamu dalam
berjalan…" (QS Luqman, 31:19). Orang yang rendah hati patuh pada perintah Allah
dan, seperti dalam aktivitas-aktivitasnya yang lain, tidak berlebihan dalam cara
berjalan. Hal ini dapat disukai dalam pandangan Allah maupun di mata orang
beriman.
Orang beriman mengetahui bahwa Allah telah menciptakan manusia dan mengaruniai
mereka dengan semua sifat-sifatnya. Namun orang-orang yang tidak mengikuti
ajaran Al Qur’an tidak akan peduli pada kenyataan ini dan menganggap bahwa sifat
yang ada pada mereka merupakan milik mereka sendiri. Orang-orang yang berpikir
bahwa kecantikan, kemakmuran, pengetahuan, dan kesuksesan mereka adalah milik
mereka sendiri menjadi bangga dan sombong. Karena kesombongan tersebut, mereka
ingin menunjukkan keunggulan mereka dengan menindas orang lain. Tingkah laku ini
terlihat dari cara mereka berjalan sebagaimana cara mereka berbicara dan
bertindak. Padahal, semua orang tidak ada artinya di hadapan ilmu dan kekuasaan
Allah. Kita membutuhkan Allah di tiap saat dalam hidup kita. Dalam Al Qur’an,
Allah memperingatkan kita mengenai hal ini dan melarang kita untuk bersikap
sombong:
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Luqman, 31:18)
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan
sampai setinggi gunung. (QS Al Isra', 17:37)
Setiap orang yang hidup berdasarkan ajaran Al Qur’an selalu menyadari
ketidakberdayaannya, dan dia hidup berdasarkan kehendak Allah. Hanya Tuhan
Semesta Alam saja yang telah memberikan apa yang dia miliki. Dan karena dia
hidup dalam kesadaran ini, dia memahami semua yang terjadi di sekitarnya
berdasarkan Al Qur’an.
Jelaslah bahwa seseorang tidak dapat menempuh jarak jauh dengan berjalan kaki
dalam sehari. Mudah untuk menempuh jarak yang dekat. Kemampuan untuk berjalan
memang merupakan nikmat yang sangat besar dari Allah. Namun, manusia tidak mampu
berkelana menempuh jarak yang sangat jauh dengan berjalan kaki. Tubuh mereka
akan menjadi lelah dan dalam batas tertentu tidak mampu berjalan lebih jauh lagi.
Allah mengetahui kelemahan hamba-hamba-Nya ini dan telah menciptakan binatang
dan kendaraan untuk membawa mereka, dan telah membuat transportasi menjadi mudah.
Berikut adalah beberapa ayat Al Qur’an yang terkait dengan nikmat Allah yang
menunjukkan kemuliaan, kasih sayang, dan belas kasih-Nya kepada hamba-Nya:
Dan mereka (ternak-ternakmu) memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu
tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang
menyulitkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu
menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang
kamu tidak mengetahuinya. (QS An Nahl, 16:7-8)
Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal
dan binatang ternak yang kamu tunggangi. (QS Az Zukhruf, 43:12)
Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di
bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan (benda-benda)
langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia. (QS Al Hajj, 22:65)
Dengan menggunakan akal, jelaslah bagi kita bahwa Allah-lah Yang telah
menciptakan bahan-bahan seperti besi dan baja yang memiliki kemampuan tertentu,
dan mengilhami manusia untuk memanfaatkannya dalam menciptakan bermacam-macam
kendaraan. Dan dengan kehendak Allah pula orang membuat kendaraan seperti mobil,
bus, kereta, kapal dan pesawat terbang. Ya, Allah telah mempermudah kita untuk
menempuh perjalanan yang tidak mungkin kita lakukan seorang diri. Apa yang harus
kita lakukan sebagai balasan atas nikmat ini adalah dengan mengingat Allah di
saat kita naik ke atas kendaraan, memuji nama-Nya, dan berterima kasih
kepada-Nya. Allah berfirman kepada kita mengenai ini:
Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila
kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: "Maha Suci Tuhan yang
telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu
menguasainya." (QS Az Zukhruf, 43:13)
Berjalan jauh masa kini jauh lebih cepat, mudah dan nyaman daripada masa lalu.
Bagi orang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an, merenungkan hal ini
merupakan cara penting untuk mendekatkan diri kepada Allah dan bersyukur
kepada-Nya dengan ikhlas atas segala nikmat-Nya.
Orang beriman juga mengingat Allah ketika dia berada dalam perjalanan. Dia
merenungkan orang di sampingnya yang mengemudikan mobil, model dan warna mobil
tersebut, mobil lain dan orang di sekelilingnya, pergerakan mereka, tulisan di
jendela belakang mobil yang ada di depannya, barisan bangunan sepanjang jalan,
bentuknya, jendelanya, papan reklame, dan tulisan yang ada padanya. Semuanya
telah diciptakan oleh Allah atas perintah-Nya. Allah menyampaikan ini kepada
manusia dalam ayat berikut:
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS Al Qamar,
54:49)
Allah menciptakan benda-benda yang kita temui setiap saat dalam hidup kita,
bukan hanya untuk orang tertentu, tetapi juga untuk miliaran manusia di bumi.
Bagi seseorang yang hidup mengikuti ajaran Al Qur’an, memikirkan hal ini adalah
sebuah jalan baginya untuk mengetahui bahwa Allah senantiasa berada di sisinya,
dan Dia melihat setiap gerak-gerik dan perbuatannya. Karena kesadaran akan
kenyataan ini senantiasa bersamanya sepanjang hari, kemacetan, atau kendaraan
yang mengambil jalurnya, atau kesulitan lain yang dia alami tidak akan mengubah
sikap berserah dirinya kepada Allah.
Sebagian orang memandang ketidakberuntungan kecil saja sebagai sebuah hambatan
besar. Mereka menjadi tidak sabar dan terkadang kehilangan kendali atas diri
sendiri, bertingkah laku secara tidak masuk akal. Mereka mungkin mulai
menggerutu sendiri atau berteriak. Mereka tidak memiliki kesabaran saat mereka
terjebak dalam kemacetan dan mereka menunjukkannya dengan membunyikan klakson
terus-menerus dan mengganggu orang lain. Semua itu adalah karena mereka telah
lupa bahwa segalanya berada dalam kendali Allah.
Bagi orang yang berpaling dari Allah, transportasi bukanlah sebuah nikmat,
melainkan sebuah gangguan dan hal yang menjengkelkan. Misalnya, lubang di jalan,
kemacetan lalu-lintas, hujan angin tiba-tiba dan banyak hal lainnya memenuhi
pikirannya sepanjang hari. Padahal, pikiran yang tak berguna ini tidaklah
bermanfaat baginya, baik dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang akan datang.
Sebagian orang mengaku bahwa hal utama yang mencegah mereka dari berpikir
terlalu dalam mengenai masalah ini adalah perjuangan yang mereka lakukan di
dunia. Karena waktu yang harus mereka korbankan untuk memenuhi kebutuhan makan,
tempat tinggal dan kesehatan, mereka mengaku tidak punya waktu untuk berpikir
mengenai keberadaan Allah atau bukti-bukti yang menuntun kepada iman. Namun ini
tak lain hanyalah tindakan menghindari tanggung jawab. Tugas seseorang sebagai
kepala keluarga dan jabatannya tidak ada hubungannya dengan berpikir. Seseorang
yang, dalam rangka meraih ridha Allah, memikirkan bukti-bukti yang menuntun
kepada iman, perintah Allah, akhirat, kematian, dan merenungkan nikmat yang
telah Allah berikan kepadanya dalam kehidupan ini, akan mendapatkan pertolongan
Allah bagi dirinya. Dia akan melihat bahwa banyak permasalahannya dapat dengan
mudah diselesaikan dan dia akan mampu meluangkan waktu dan istirahat untuk
merenung.
Orang beriman tidak pernah lupa bahwa Allah telah menciptakan setiap situasi
yang dialaminya sepanjang hari. Tujuan dari penciptaan tersebut adalah agar kita
bersabar atau menggunakan pikiran kita untuk menyelesaikan masalah dengan cara
yang paling disukai Allah. Apabila ada masalah yang tidak mampu diselesaikan
seorang diri, maka yang harus dilakukan adalah bersabar. Marah, berteriak, dan
menghujat seperti yang dilakukan sebagian orang, adalah keliru dan tidak ada
artinya karena dapat membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain.
Salah jika ada orang yang menganggap bahwa cobaan hanya muncul dalam bentuk
kepedihan yang luar biasa dan tragedi sebagai ujian bagi kesabaran kita. Allah
menguji manusia sepanjang hari dengan berbagai cobaan, baik yang besar maupun
kecil. Jadi, hal yang menjengkelkan seperti terjebak kemacetan atau terlambat
menuju suatu tempat dan kecelakaan kecil adalah ujian bagi manusia. Namun, dalam
situasi ini, mereka yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an tidak merasa
jengkel dan tetap bersabar tanpa berkeluh-kesah. dalam Al Qur’an, Allah
menerangkan bahwa salah satu sifat orang beriman adalah tetap bersabar dengan
cobaan yang datang kepada mereka:
(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka,
orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang
mendirikan sembahyang, dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang
telah Kami rezekikan kepada mereka. (QS Al-Hajj, 22:35)
Dalam menghadapi kecelakaan lalu lintas yang mungkin mereka alami, orang beriman
menjaga ketenangan mereka dan berserah diri kepada takdir, tidak dalam arti diam
saja, tetapi secara realistis menerima apa yang telah Allah tentukan pada mereka.
Dalam situasi tersebut mereka bertindak arif dengan menyadari bahwa Allah telah
menciptakan apa yang terjadi kepada mereka dan mereka mencoba melakukan sesuatu
untuk mengobati lukanya, mencari bantuan, dan menghentikan kerusakan. Mereka
tahu bahwa mereka bertanggung jawab setiap saat dalam kehidupan duniawi ini
untuk bertindak dengan apa yang disukai oleh Allah.
Dalam Surat Al-Mulk, Allah menerangkan tujuan penciptaan manusia dan tanggung
jawab yang diberikan kepada kita:
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia mengujimu, siapa di antaramu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Al Mulk, 67:2)
Orang beriman yang menjalani setiap saat dalam kehidupan dunianya sesuai dengan
ajaran Al Qur’an tidak akan membiarkan pikirannya dikuasai oleh pikiran yang
tidak berguna dan tidak masuk akal selama perjalanan. Dia mengarahkan
perhatiannya pada hal dan peristiwa yang dapat dia renungkan dengan mendalam.
Misalnya, mereka yang telah jauh dari ajaran Al Qur’an, ketika memperhatikan
burung yang terbang di udara akan melihatnya sebagai kejadian biasa. Namun
demikian, bagi orang beriman, burung yang jelas tidak menempel pada suatu apa
pun, tetapi tetap melayang di udara yang renggang dan melakukan gerakan manuver
dengan sayapnya yang lemah; dan sayap mereka yang dirancang agar mereka dapat
terbang, bergerak cepat dan melakukan manuver ini; dan paruh mereka mereka
dengan susunan yang diciptakan khusus agar mereka dapat makan dengan baik; cara
terbang mereka, susungan rangka tulang yang khusus, dan sistem pernapasan,
syaraf dan lainnya; susunan aerodinamis dan rumit dari bulu-bulu mereka; cara
pembuatan sarang mereka; alat penginderaan mereka, cara berburu dan memberi
makan, tingkah laku mereka, suara yang mereka buat di saat kawin dan waktu-waktu
lainnya; kenyataan bahwa sistem yang mereka amati pada burung jelas adalah
rancangan yang menakjubkan, adalah bukti keberadaan Allah, kekuatan, dan
ilmu-Nya. Allah menuntun kita untuk memperhatikan hal ini dalam Al Qur’an: “Dan
apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan
mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain
Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu" (QS Al Mulk,
67:19).
Di saat orang beriman berada dalam perjalanan mereka, mereka mengamati ciptaan
yang menakjubkan seperti yang ada di sekeliling mereka. Mereka menjadi saksi
setiap saat akan kekuasaan Allah yang tidak terbatas.
Bersambung > Di Tempat Kerja
Kebenaran Untuk Anak, Sarapan Pagi
Kebenaran Untuk Anak
Dua Puluh Empat Jam Dalam Kehidupan Seorang
Muslim Menurut Ajaran Al Qur'an
Oleh; Harun Yahya
Sarapan Pagi
Setiap orang beriman yang dikaruniai oleh Allah dengan kemampuan untuk berpikir dan memiliki pemahaman, mengerti tentang suatu hal penting saat dia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Hal penting itu adalah bahwa semua nikmat
yang diciptakan dan diberikan dalam bentuk makanan dan minuman adalah bukti (penciptaan) yang menuntunnya pada keimanan.
Misalnya, api yang digunakannya untuk memasak makanan dapat menyebabkan bahaya besar baginya bahaya besar pula pada banyak makhluk lain. Api juga dapat menghancurkan. Namun panas merupakan kebutuhan dalam mengolah makanan agar dapat dimakan. Dan dari sudut pandang ini, api justru adalah nikmat yang sangat besar. Dengan kata lain, sebagaimana hal-hal lainnya di dunia, api telah ditundukkan untuk melayani manusia. Dalam Al Qur’an Allah berfirman:
Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya…. (QS Al Jatsiyah, 45:13)
Selain itu, api adalah peringatan bagi orang beriman dalam hidup ini akan pedihnya api Neraka. Dalam Al Qur’an, ketika menggambarkan orang-orang yang dimasukkan ke dalam neraka, Allah menyebut adanya api yang pedih. Dalam beberapa ayat, Dia enggambarkan pedihnya api yang telah diciptakan-Nya untuk orang-orang yang berpaling dari-Nya:
(Hari pembalasan itu) ialah hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (QS Adz Dzariyat, 51:13)
Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. (QS Al Mu’minun, 23:104)
Dan barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Kami menyediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang bernyala-nyala. (QS AL Fath, 48:13)
Saat orang beriman memikirkan dengan imannya yang mendalam mengenai api yang bergejolak dalam Neraka tersebut, ketakutan kepada Allah pun muncul. Mereka berdoa kepada-Nya dan berlindung kepada-Nya dari api Neraka. Dengan cara ini, hal keseharian yang sangat remeh pun dapat menjadi peringatan akan persoalan yang besar ini, dan ini merupakan ciri amal yang sangat penting bagi orang beriman.
Seseorang yang sungguh-sungguh merenung tanpa prasangka mengenai makanan yang dimakannya untuk sarapan akan memperoleh banyak petunjuk darinya. Rasa dan aroma roti, madu, keju, tomat, teh, sari buah, pentingnya makanan dan warna-warninya
merupakan nikmat. Semuanya menyediakan protein, asam amino, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan cairan yang dibutuhkan tubuh. Untuk menjalani hidup sehat, kita harus makan secara teratur dan cukup. Yang menakjubkan, ini bukan pekerjaan yang sulit bagi kita. Ini malah merupakan sesuatu yang kita nikmati. Buah-buahan, sayuran, nasi, dan roti memenuhi kebutuhan makanan seseorang dan juga memberikan banyak kesenangan.
Sebenarnya, semua yang telah kita bahas tadi merupakan hal yang amat sepele dan diketahui dengan baik oleh setiap orang. Semua orang akrab dengan kegiatan itu dalam setiap 24 jam kesehariannya, sejak dia dilahirkan. Namun sebagian besar orang tidak merenungkan hal ini dengan benar. Dia tidak sadar bahwa semua itu telah dikaruniakan oleh Allah untuk kehidupan keseharian kita. Semuanya disepelekan begitu saja, tidak ada kesadaran tentang betapa berharganya itu semua.
Padahal, semua makanan dan minuman lezat tersebut mampu menyediakan berbagai manfaat bagi tubuh manusia, dan setiap makanan atau minuman itu merupakan ciptaan yang mengagumkan. Sebagai contoh, seekor lebah yang berbobot hanya beberapa gram menghasilkan madu. Karena vitamin dan mineral yang dikandungnya atau karena kekhasan struktur yang dimilikinya, madu berguna untuk kesehatan dan obat bagi manusia. Dalam Al Qur’an Allah berfirman bahwa Dia mengilhamkan sifat madu dan memberi ilham pada lebah madu saat bekerja:
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibangun oleh manusia," kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang
telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS An Nahl, 16:68-69)
Orang beriman yang merenungkan proses pembuatan madu menjadi sadar akan keajaiban penciptaan yang terkandung di dalamnya. Dia segera mengerti bahwa mekarnya pohon yang berbuah, yang menjadi bahan mentah dasar untuk madu, yang sari bunganya diubah oleh lebah menjadi madu, maupun madu yang menakjubkan itu sendiri, tidak dapat terjadi secara kebetulan. Hal ini mendekatkan dirinya kepada Allah.
Lebih lanjut, kepatuhan tanpa syarat dari seekor lebah kecil kepada Allah juga merupakan bukti lain yang menuntun kepada iman. Orang beriman akan mengerti bahwa berdasarkan petunjuk Allah-lah, seekor lebah madu yang tidak memiliki kecerdasan ataupun kesadaran sebagaimana yang telah kita pahami, bekerja tanpa henti dan dengan disiplin sempurna melaksanakan tugasnya yang menakjubkan itu.
Pentingnya daging, susu, keju, dan manfaat lain dari binatang sebagai nikmat bagi manusia dari Allah difirmankan dalam Al Qur’an:
Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagimu. Kami memberimu minum dari air susu yang ada dalam perutnya. Dan pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untukmu, sebagian darinya kamu makan. (QS Al Mu’minun, 23:21)
Ada keterangan tentang “apa yang ada dalam perutnya”, ketika ayat tersebut
menerangkan kepada kita tentang manfaat yang kita ambil dari hewan. Misalnya,
ada sesuatu yang tertinggal dalam proses pencernaan dari pakan yang dimakan oleh
sapi, air yang diminum oleh sapi, darah yang mengalir dalam pembuluh darah, dan
alat-alat tubuh sapi. Sungguh merupakan keajaiban bahwa aroma manis, bersih,
campuran putih semacam susu yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia, dapat
dihasilkan dari campuran rumit semacam itu. Hebatnya lagi, susu dihasilkan
dengan sifat paling menyehatkan, padahal jelas susu terletak pada bagian yang
mengandung kotoran.
Petunjuk lain tentang pengetahuan Allah yang Mahaluas adalah kenyataan bahwa
satu-satunya bahan mentah yang digunakan untuk menghasilkan susu adalah rumput
hijau. Namun hewan yang menghasilkan susu ini dapat mengeluarkan cairan putih
dari bahan hijau kaku tersebut berkat sistem mengagumkan yang Allah ciptakan
dalam tubuh mereka. Dalam Al Qur’an, Allah menerangkan kepada kita tentang
bagaimana susu dibuat:
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagimu.
Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang
bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang
meminumnya. (QS An Nahl, 16:66)
Seperti kita ketahui, susu merupakan minuman yang sangat kaya akan beberapa
bahan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Susu merupakan cairan yang berperan
penting dalam pertumbuhan anak-anak dan orang dewasa.
Makanan lain yang berasal dari hewan, kecil bentuknya namun nilai gizinya sangat
besar, adalah telur. Pembentukan gudang protein, vitamin, dan mineral ini
merupakan keajaiban yang lain. Seekor ayam yang rendah tingkat kecerdasannya
mampu menghasilkan telur setiap hari dan melindungi telur yang dihasilkannya
dengan kemasan yang mengagumkan. Memperhatikan bagaimana kulit telur dibentuk
secara menakjubkan mengelilingi cairan yang ada di dalam kulitnya, walaupun
tanpa pelindung, meningkatkan kekaguman yang dirasakan oleh orang beriman
terhadap seni penciptaan Allah.
Berbagai minuman, yang dianggap oleh sementara manusia harus tersedia dalam
sarapan, berasal dari tumbuhan. Setelah daun-daun tumbuhan tersebut mengalami
proses tertentu, daun tersebut menjadi cairan beraroma manis. Beribu-ribu macam
tumbuhan yang tumbuh dari tanah yang sama menunjukkan kekuasaan, kekuatan, dan
kasih sayang tak terbatas dari Allah yang telah menciptakannya. Sebagaimana
difirmankan oleh Allah dalam Al Qur’an:
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung,
pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang
serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya)… (QS Al An'am, 6:141)
Allah memberi kita nikmat yang tak terhitung jumlahnya. Dia menciptakannya
banyak nikmat untuk kita makan. Dia menguji manusia dalam hidup di dunia ini
dengan kekayaan dan kemiskinan. Dia menyukai orang yang menunjukkan akhlak
terpuji di saat berhadapan dengan ujian ini. Dia menerangkan dalam Al Qur’an
bahwa mereka akan menerima nikmat yang kekal di dalam Surga. Sebagai contoh,
sementara sebagian orang menyantap sarapan yang lezat, orang lain hanya memiliki
sedikit makanan. Namun orang beriman, kaya atau miskin, akan selalu bertingkah
laku dengan cara diridhai oleh Allah dan bersyukur kepada-Nya dengan ikhlas.
Apabila dia kaya, dia tidak akan sombong atau menjadi tinggi hati. Apabila dia
miskin, dia tidak akan khawatir dan menyesali keadaannya.
Orang beriman menyadari bahwa Allah sedang mengujinya. Dia juga menyadari bahwa
segala hal dalam hidup ini adalah tidak kekal. Al Qur’an menyatakan bahwa Allah
akan menguji manusia melalui kebaikan dan keburukan. “Tiap-tiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan
sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan." (QS Al Anbiya', 21:35). Dengan alasan ini, orang yang hidup
sesuai dengan Al Qur’an mengetahui bahwa bukanlah nikmat yang dia terima,
melainkan sikapnya terhadap nikmat tersebutlah yang bernilai di hadapan Allah.
Walaupun dia tidak kaya, orang beriman dengan ikhlas bersyukur kepada Allah.
Dalam Al Qur’an Allah menerangkan bahwa Dia akan menambah nikmat kepada mereka
yang bersyukur dengan ikhlas dan kesungguhan hati. Dia juga memperingatkan orang
yang tidak bersyukur akan pedihnya siksa di Neraka:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS Ibrahim, 14:7)
Orang yang merenungkan bukti kesempurnaan ciptaan di sekililingnya, dan juga
alasan di balik penciptaan makanan, juga akan melihat kehendak Yang Mahakuasa di
dalam susunan dan cara kerja mulut yang diciptakan untuk memakan makanan dengan
mudah. Agar manusia dapat makan, makanannya, bibirnya, gigi, lidah, rahang,
kelenjar ludah, dan jutaan sel bekerja sama dalam keselarasan yang sempurna.
Semua ini diatur sedemikian rupa sehingga beberapa fungsi dapat dilakukan pada
waktu bersamaan tanpa menimbulkan gangguan. Gigi memotong makanan menjadi
bagian-bagian kecil, dan lidah terus-menerus mendorong makanan di sela-sela gigi
untuk dikunyah. Dengan otot yang kuat, rahang membantu gigi mengunyah ketika
orang yang makan menggerakkan lidahnya dengan cara yang sesuai. Bibir berperan
sebagai pintu yang tertutup dengan rapat untuk mencegah makanan keluar dari
mulut.
Selain itu, bagian-bagian yang membentuk organ-organ tubuh ini bekerja sama
dalam keselarasan yang sempurna. Misalnya, gigi, sesuai dengan tempat dan
susunannya, menggigit makanan menjadi bagian-bagian kecil dan mengunyahnya.
Seluruh gigi diatur dan disusun pada tempatnya sesuai dengan fungsinya
masing-masing. Setiap gigi tumbuh dan tinggal dalam ukuran panjang tertentu agar
dapat bekerja sama dengan baik dengan gigi yang ada di tempat yang berlawanan
dengannya. Tentunya organ ini tidak memiliki kesadaran atau kecerdasan. Gigi
tidak dapat menentukan sendiri bagaimana bekerja sama dengan gigi yang lain. Dan
koordinasi luar biasa seperti yang telah dijelaskan tersebut tidak terjadi
secara kebetulan. Setiap bagian dibuat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai
tujuan tertentu. Tidak ada keraguan bahwa rancangan menakjubkan ini berasal dari
Allah Yang “telah menciptakan segala sesuatu, dan menetapkan ukuran-ukurannya
dengan serapi-rapinya.” (QS Al Furqan, 25:2). Allah telah menciptakan semua ini
untuk memudahkan manusia memakan makanannya dan mengambil manfaat serta
menikmatinya.
Hal penting lainnya yang direnungkan oleh orang beriman adalah kenyataan bahwa
dia dapat mencium bau makanan di dapur dan mengecapnya tanpa susah payah. Hal
ini dimungkinkan oleh indera yang dimilikinya. Indera pengecap dan penciumannya,
yang tidak berhenti sepanjang hidupnya, bekerja dengan sempurna tanpa biaya apa
pun; mereka tidak pernah berlatih untuk menggunakannya dengan cara yang benar,
dan mereka pun tidak menyadari kegiatan indera tersebut.
Apabila seseorang tidak memiliki indera pengecap ini, berbagai macam rasa dari
daging, ikan, sayuran, sup, selada, buah, minuman, dan selai tidak akan ada arti
baginya. Selain itu, rasa makanan tersebut mungkan tidak akan lezat, hambar,
tawar, atau tidak mengenakkan dan memualkan perut. Tidak diragukan lagi bahwa
rasa dan indera yang menerimanya telah secara khusus diciptakan untuk manusia.
Adalah kesalahan besar jika tidak menyadarinya karena kelalaian akibat kebiasaan.
Al Qur’an menerangkan bahwa Allah menciptakan makanan yang baik dan bersih untuk
manusia:
Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap,
dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki dengan
sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung
Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Ghafir, 40:64)
Sudah barang tentu, bagi orang-orang yang berpikir, setiap rasa merupakan sarana
untuk bersyukur kepada Allah dengan sebaik-baiknya, mengingat-Nya dengan penuh
rasa terima kasih, memuji-Nya, dan berterima kasih pada-Nya. Orang beriman yang
mengetahui bahwa setiap jenis makanan lezat dan minuman datang dari Allah,
memikirkannya saat dia duduk di meja makan, sehingga bersyukur kepada Allah.
Allah berfirman dalam Al Qur’an:
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari itulah mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur, dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? (QS Ya Sin, 36:33-35)
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka. Maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat dan minuman. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? (QS. Ya Sin, 36: 71-73)
Sebagian orang tidak berpikir tentang pentingnya beberapa kenyataan yang sangat penting. Padahal, mereka telah menyantap makanan yang berasa dan beraroma lezat yang telah memenuhi kebutuhan mereka secara sempurna sepanjang hidup mereka. Kenyataan yang mereka abaikan tersebut adalah, bahwa Allah telah menciptakan nikmat yang tiada bandingannya ini bagi mereka, dan mereka harus bersyukur kepada Allah, Yang telah menyediakan itu semua. Jelas sebuah sikap yang keliru. Mereka seharusnya tidak melupakan bahwa mereka akan ditanya di akhirat, tentang apakah mereka telah bersyukur kepada Allah.
Orang beriman menyadari bahwa Allah telah memberikan tubuh sebagai amanat. Dia bertanggung jawab untuk menjaga nikmat tiada tara ini sebaik mungkin. Untuk itu dia harus memberi tubuh tersebut makanan dengan cara yang sehat. Dia tahu bahwa
agar bekerja dengan baik, tubuh harus sehat, sehingga harus diberi makanan yang cukup dengan menu yang seimbang. Dia tahu bahwa tubuhnya harus mendapat semua makanan yang dibutuhkannya untuk pertumbuhan 100 triliun sel dan agar tubuh bisa pulih dan berfungsi sebagaimana mestinya. Jadi, baik di saat sarapan, maupun
pada waktu lainnya di hari tersebut, dia akan makan makanan sehat dan alami. Dia menghindari makanan yang berbahaya, walaupun terlihat menarik dan lezat. Dia tidak akan lalai atau ceroboh dalam masalah ini. Misalnya, dia tahu bahwa berfungsinya alat tubuhnya, kemampuan tubuhnya untuk membersihkan bahan beracun, dan kemampuan tubuhnya untuk menghilangkan sakit dan lelah, semuanya tergantung pada air (banyak orang mengabaikan untuk meminumnya secara teratur). Dia dengan seksama meminumnya dalam jumlah yang cukup sepanjang hari. Nabi kita, SAW dalam beberapa kesempatan menunjukkan kepada kita akan pentingnya air.
"All praise is due to Allah Who has made it delicious and sweet by His grace and has not made it either salty or unsavoury." (Imam Ghazali's Ihya Ulum ad-Din)
Sebagai contoh, dalam sebuah perjalanan dia duduk di suatu tempat dan meminta air dari orang yang berada di sebelahnya. Setelah membasuh tangan dan wajahnya dan meminum air, beliau bersabda pada pengikutnya, “Percikkan sebagian airnya
pada wajah dan dadamu.” (Sahih al-Bukhari) Nabi Muhammad, SAW bersabda setelah meminum air:
“Segala puji bagi Allah Yang telah membuatnya lezat dan manis dengan kasih sayang-Nya dan tidak membuatnya asin atau membahayakan.” (Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin)
Bersambung ; Dalam Perjalanan