Tidak Melampaui Batas Dalam Berdoa
Ustadz 'Ashim bin Musthofa حفظه الله
Disalin dari Majalah As-Sunnah Ed.12 Thn. XI_1429H/2008M
Dinukil dari e-Book Ibnumajjah,com
Contoh-Contoh I’tida‘ (Melampaui Batas Dalam Berdoa)
Sikap melampaui batas dalam berdoa tidak hanya satu macam saja, namun banyak dan bahayanya juga bertingkat-tingkat, tergantung jenis perbuatannya.
Syaikh ‘Abdur-Razzâq حفظه الله mengingatkan bahaya melampaui batas dalam berdoa. Beliau berkata: “Bagaimana mungkin doa orang yang berbuat melampui pedoman-pedoman syariat dan tidak mengindahkan batasan yang sudah ditetapkan itu bisa diharapkan untuk dikabulkan. Doa yang mengandung perbuatan melampaui batas tidak disukai Allah dan tidak diridhai-Nya. (Maka) bagaimana seseorang bisa berharap doanya dikabulkan dan diterima Allah?”1
Berikut ini beberapa contoh i’tida’ dalam doa.
Jenis yang paling parah, yaitu berdoa kepada selain Allah عزّوجلّ. Tidak ada i’tida’ yang lebih besar dan paling parah daripada orang yang memperuntukkan doa kepada selain Allah atau mempersekutukan sesuatu dengan-Nya dalam berdoa. Kekeliruan i’tida‘ bentuk ini disebutkan oleh Allah عزّوجلّ dalam firman-Nya:
- Memohon kepada Allah عزّوجلّ hal-hal yang tidak diperbolehkan, seperti memohon pertolongan untuk melakukan perbuatan haram dan mengerjakan kemaksiatan.
- Memohon kepada Allah sesuatu yang tidak dikabulkan oleh Allah karena bertentangan dengan sifat hikmah-Nya. Atau meminta sesuatu yang mestinya ditempuh dengan sebab-sebab, namun ia enggan untuk melaksanakannya. Misal, permintaan agar dapat memperoleh anak tanpa menikah, menghilangkan sifat-sifat manusia, yang membutuhkan makanan dan minuman serta oksigen, ingin tahu ilmu gaib, dan sebagainya.
- Memohon derajat dan martabat yang tidak layak, sementara sunnatullah tidak memungkinkanya untuk dapat meraih hal tersebut. Seperti, meminta menjadi malaikat, menjadi nabi dan rasul. Atau memohon supaya menjadi muda kembali setelah memasuki usia tua.
- Berdoa kepada Allah tidak dengan tadharru’.
- Berdoa yang mengandung laknat bagi kaum mukminin.
- Berdoa dengan meninggikan dan mengeraskan suara sehingga bertentangan dengan etika, adab dan sopan santun.
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى? يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ
Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyeru tuhan-tuhan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doanya) sampai hari Kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka. (QS. al Ahqâf/46:5).
Sebagian ulama Salaf menjelaskan makna orang-orang yang melampaui batas pada ayat di atas, bahwasanya mereka ialah orang-orang yang melaknat kaum mukminin pada kondisi yang tidak diperbolehkan, seraya berseru: “Ya Allah, hinakan mereka. Ya Allah, laknatlah mereka”.2
Catatan Kaki
1. Fiqhul-Ad’iyah, 2/75.
2. Ma’âlimut-Tanzîl, 2/166.
Posting Komentar