DUA PULUH EMPAT JAM
DALAM KEHIDUPAN SEORANG MUSLIM
MENURUT AJARAN AL QUR’AN
Oleh Harun Yahya
Bangun di Pagi Hari
Sebelumnya,
Pendahuluan
Salah
satu perbedaan mendasar antara seorang Islam yang menjalani hidupnya menurut
ajaran Al Qur’an dengan mereka yang menolak Allah adalah: kearifan yang
dikaruniakan Allah kepada orang yang menggunakan nurani dan teguh dalam
kekuasaan Allah. (Untuk pembahasan lebih terperinci, bacalah karya Harun Yahya:
True Wisdom Described in The Al Qur’an) Karena kearifannya, orang beriman segera
menyadari alasan di balik berbagai peristiwa yang menurut orang tak bertuhan dan
mereka yang tak mampu meraih kebenaran sebagai kejadian tak bermakna.
Sejak
bangun di pagi hari, seorang beriman mengetahui bahwa ada (seperti yang disebut
oleh Allah dalam Al Qur’an) sebuah “tanda” di setiap pengalaman yang dialaminya
sepanjang hari. Kata “tanda” (atau ayat dalam bahasa Arab) diberikan untuk
kejadian tersebut dalam wujudnya yang merupakan bukti nyata akan keberadaan,
keesaan dan sifat-sifat Allah, ayat juga merupakan nama untuk bagian dari surat
dalam Al Qur’an. Pendapat lain yang hampir sama dengan hal itu adalah “kenyataan
yang menuntun kepada iman”. Hal ini dapat dijabarkan sebagai kenyataan yang
membawa seseorang kepada iman, dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tumbuh,
berkembang dan menjadi kuatnya iman. Namun hanya mereka yang dengan ikhlas
kembali kepada Allah-lah yang dapat mengenali “tanda” tersebut dan kenyataan
yang menuntunnya kepada iman. Ayat ke-190 Surat Ali ’Imran adalah contohnya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat) bagi orang-orang yang berakal. (QS. Al 'Imran,
3:190)
Bagi
mereka yang beriman dan hidup berdasarkan ajaran Al Qur’an, setiap hari baru
penuh akan bukti keberadaan Allah dan kenyataan yang menuntun kepada iman.
Sebagai contoh, membuka mata dan memulai hari merupakan salah satu nikmat Allah
kepada manusia dan kenyataan yang menuntun kepada iman yang perlu direnungkan.
Hal ini karena kita tidak sadarkan diri sepanjang malam dan semua yang dapat dia
ingat dari tidur selama berjam-jam itu adalah beberapa mimpi yang tidak jelas
selama 3-5 detik. Pada saat tersebut, seseorang tertidur tanpa berhubungan
dengan dunia ini. Tubuh dan jiwanya terpisah. Saat ini, yang dia pikirkan
sebagai tidur, sebenarnya adalah sejenis kematian. Allah menerangkan dalam Al
Qur’an bahwa jiwa manusia diambil pada saat mereka tertidur.
Allah
memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati
di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan
kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan (QS
Az Zumar, 39:42)
Dan
Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu
kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk
disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu
kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan (QS Al
An'am, 6:60)
Dalam
ayat-ayat tersebut, Allah berfirman bahwa jiwa manusia diambil pada saat tidur,
namun dikembalikan lagi sampai waktu yang telah ditentukan untuk kematian datang.
Selama tidur, seseorang setengah kehilangan kesadaran terhadap dunia luar. Untuk
bangkit dari “kematian” tidur kepada kesadaran dan kondisi yang sama seperti
pada hari sebelumnya, dan untuk dapat melihat, mendengar, dan merasakan dengan
baik dan sempurna adalah sebuah keajaiban yang harus kita renungkan. Seseorang
yang berangkat tidur di malam hari tidak dapat memastikan bahwa nikmat yang
tiada bandingannya ini akan diberikan lagi kepadanya besok pagi. Dan kita tidak
pernah dapat memastikan apakah kita akan mengalami bencana atau bangun dalam
kondisi sehat.
Orang
yang beriman memulai hari barunya dengan memikirkan kenyataan ini dan berterima
kasih kepada Allah yang telah meliputinya dengan kasih sayang-Nya dan
perlindungan-Nya. Dia menatap hari baru sebagai sebuah kesempatan yang diberikan
kepadanya oleh Allah untuk meraih ridha-Nya dan mendapatkan Surga. Di saat dia
membuka matanya di pagi dini hari, dia menujukan pikirannya kepada Allah dan
memulai hari dengan sebuah sholat yang khusyuk, Sholat subuh.
Sepanjang hari, dia bertindak atas dasar pengetahuan bahwa Allah senantiasa
mengawasinya, dan dengan seksama mencari ridha Allah dengan mematuhi perintah
dan petunjuk-Nya. Dia menjalin hubungan erat dengan Allah dan memulai hari
dengan sholat Subuh. Dengan cara ini, kemungkinan bahwa ia akan lupa pada nikmat
Allah sepanjang hari atau tidak mempedulikan larangan-Nya menjadi kecil; dia
akan berperilaku sepanjang hari dengan menyadari bahwa Allah sedang mengujinya
di dunia ini.
Seseorang yang secara tulus mengarahkan pikirannya kepada Allah akan dituntun
untuk melihat bahwa dia harus dengan seksama merenungkan nikmat Allah yang telah
diterimanya dan tak ada yang lain selain Allah yang berkuasa memberikan itu
semua kepadanya. Dalam Al Qur’an, Allah berfirman agar manusia merenungkan hal
ini dalam-dalam:
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan
penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa
mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali
memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga).
(QS Al An'am, 6:46)
Pastilah Allah, Yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui, yang menjadikan tidur
sebagai waktu istirahat bagi manusia dan memberikan kembali nikmat-Nya pada
mereka di pagi hari. Mereka yang mengetahui ini merasakan kedekatan Allah sejak
saat mereka memulai hari mereka dan bergembira dengan karunia tiada tara yang
mereka nikmati.
Mereka
yang berpaling dari agama dan menolak untuk merenungkan kenyataan ini tidak akan
pernah sepenuhnya menyadari nikmat yang mereka miliki atau mengetahui nikmat
yang dirasakan oleh orang beriman. Pada umumnya, di pagi hari, mereka merasa
sulit untuk beranjak dari tempat tidur hangat mereka dan tertekan dengan
kekhawatiran untuk melangkah dalam memulai hari. Beberapa dari mereka merasa
resah dan tertekan karena hal-hal yang harus mereka kerjakan setiap pagi. Mereka
tidak mau bangun dari tempat tidur; ada perjuangan dalam diri mereka antara
bangun dan tidur barang semenit lagi. Gangguan rohani yang sering dihadapi oleh
orang-orang semacam ini adalah rasa terganggu, tertekan dan tidak senang saat
mereka bangun tidur.
Orang
tak bertuhan tidak dapat menikmati kesenangan dalam nikmat Allah; sejak mereka
bangun tidur di pagi hari mereka kembali pada kebosanan karena melakukan hal-hal
yang sama setiap hari. Ada lagi jenis lain orang yang tidak menyadari bahwa hari
baru tersebut mungkin saja merupakan kesempatan terakhir yang Allah berikan
kepada-Nya: dia mempersiapkan diri secepatnya untuk memulai hari dengan hasrat
untuk mendapatkan lebih banyak uang, untuk pamer kepada orang lain dengan harta
maupun penampilannya, untuk menarik perhatian orang dan disukai.
Orang
yang tidak peduli pada kenyataan yang diwahyukan Allah dalam Al Qur’an akan
memulai hari mereka dengan cara mereka sendiri. Umumnya, mereka kurang arif
dalam cara berperilaku: mereka tidak mempertimbangkan bahwa Allah telah
menciptakan mereka, bahwa mereka bertanggung jawab untuk mengabdi pada-Nya dan
meraih ridha-Nya dan bahwa hari baru di depan mereka mungkin saja merupakan
kesempatan terakhir yang mereka miliki untuk melaksanakan kewajiban mereka
kepada-Nya. Allah menerangkan keadaan mereka dalam ayat berikut:
Telah
dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada
dalam kelalaian lagi berpaling (dari hal itu). (QS Al Anbiya', 21:1)
Jelas
bahwa mereka yang hidup tenggelam dalam kekeliruan luar biasa ini telah
melakukan kesalahan besar. Setiap orang tidak boleh lupa bahwa setiap pagi
mungkin merupakan permulaan dari hari terakhir yang telah ditentukan bagi
seseorang untuk hidup di dunia. Kematian dapat datang kapan saja, karena
kecelakaan lalu-lintas, serangan penyakit mendadak dan penyebab lain yang tak
terhitung jumlahnya. Untuk itu, seperti yang telah diungkapkan di atas, kita
harus merenungkan apa yang harus kita kerjakan dalam pemanfaatan hari yang akan
kita jalani, agar kita meraih ridha Allah.
Bersambung ke Kebersihan
Dikutip dari eBook Harun Yahya
Posting Komentar