Apa kata Imam Syafi'i tentang Dzikir Berjama'ah
setelah Shalat Wajib dengan Suara Keras?
Muraja'ah Ust. Abdul Hakim bin Amir Abdat
Pustaka Al مكتبة العلم
Bab: III
Sikap Para Shahabat Terhadap Mereka yang Berdzikir Dengan Suara Keras dan Berjama'ah & Sekilas Tentang Sejarahnya
Dalam bab ini akan saya turunkan beberapa contoh dari pernyataan dan sikap para ulama dari generasi Shahabat yang mereka adalah panutan kita semua terhadap mereka yang melakukan dzikir dengan suara keras dan berjama'ah dan dikomandoi oleh seorang, seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang pada zaman kita hidup ini!
PERTAMA: Sikap Umar bin Khththab رضي الله عنه
Abu 'Utsman an Nahdiy mengatakan:
Seorang pegawai Umar bin Khaththab رضي الله عنه melaporkan kepadanya:
Bahwa di wilayahnya ada sekelompok orang yang (sering) berkumpul untuk mengadakan do'a (bersama) untuk kaum muslimin dan penguasa.
Maka Umar mengirimkan surat balasan kepadanya (yang isinya):
Hadapkan mereka itu kepadaku bersamamu! Kemudian Umar meminta disiapkan untuknya sebuah cambuk, ketika mereka itu masuk menghadap Umar, langsung beliau menyambuk dengan sebuah cambukan kepada pemimpin mereka. Maka aku berkata: Wahai Umar! Kami bukanlah orang-orang yang dimaksud, mereka itu adalah orang-orang yang akan datang dari arah Timur.1
KEDUA: Sikap Ibnu Mas'ud & Abu Musa al Asy'ariy رضي الله عنهما
Dahulu di kota Kufah (wilayah Iraq saat ini) ada sekelompok orang yang mengadakan dzikir secara berjama'ah di masjid setelah shalat Maghrib, yang salah seorang dari mereka memimpin dengan mengatakan:
bertasbihlah kalian sebanyak 100 kali, dan seterusnya, maka hal itu dilaporkan oleh Abu Musa al Asy'ariy رضي الله عنه kepada Ibnu Mas'ud رضي الله عنه (sebagai walikota Kufah saat itu), maka mereka berdua langsung mendatangi sekolompok orang yang sedang mengadakan dzikir berjama'ah itu untuk melarang mereka dari perbuatan itu, seraya Ibnu Mas'ud berkata kepada mereka:
"Demi Dzat Yang tidak berhak untuk disembah dengan benar kecuali Dia, kalian semua telah berbuat sebuah bid'ah dengan zhalim, dan kalian juga telah merasa lebih berilmu daripada para Shahabat Muhammad صلي الله عليه وسلم "?!'.
Maka 'Amr bin 'Utbah menyangkal: Kami hanya beristigfar kepada Allah. Ibnu Mas'ud berkata lagi: "Hendaklah kalian cukup mengikuti Sunnah, dan pegang teguhlah Sunnah itu, karena bila kalian mengambil dari sana dan sini (selain apa yang telah ditetapkan Sunnah), maka kalian akan tersesat dengan kesesatan yang jauh".2
Bahkan Ibnu Mas'ud صلي الله عليه وسلم juga pernah menghancurkan sebuah masjid yang dibangun kota Kufah yang biasa digunakan untuk berdzikir berjama'ah oleh 'Amr bin 'Ut-bah bersama para pengikutnya.3
KETIGA: Sikap Khabbab bin Art
Setelah sempat hilang, maka bid'ah ini muncul kembali setelah wafatnya Shahabat Ibnu Mas'ud, sekitar tahun 32 atau 33 H.
Abdullah bin Khabbab bin Art, pernah duduk bersama beberapa orang yang memimpin dzikir mereka, maka ketika ayahnya Khabbab bin Art رضي الله عنه, melihatnya berbuat demikian, iapun memanggilnya dan mengambil sebuah cambuk untuk memukul kepala putranya itu, lalu putranya bertanya: Mengapa engkau memukulku? "Karena engkau duduk bersama orang-orang Amaliqah4" jawabnya.5
Begitulah juga sikap yang ditunjukkan oleh para ulama dari kalangan Tabi-'in dan para ulama yang datang setelah mereka rahimahumullahul jami’6 Sekilas Tentang Sejarah Dzikir Berjama'ah Setelah Shalat Wajib Di Masjid:
Adapun yang pertamakah mengadakan dzikir "Takbir" berjama'ah adalah: Ma'dhad bin Yazid al 'Ijliy bersama kelompok (dzikirnya) di kota Kufah,7 sebelum tahun 32 atau 33 H, kemudian dilarang oleh Ibnu Mas'ud رضي الله عنه lalu muncul kembali pada masa Khabbab bin Art رضي الله عنه seperti tertera di atas, lalu pada tahun 116 H Khalifah al Makmun memerintahkan orang-orang untuk bertakbir setiap selesai shalat wajib di masjid, dan ini merupakan salah satu bid'ah yang diadakan olehnya.8
Footnote;
1 Kisah ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitabnya al Bida Wan Nahyu 'Anha hal. 10 dan Ibnu Abi Syaibah di dalam kitabnya al Mushannaf (VIll: 746) no: 6242 dengan sanad yang hasan, sebagaimana dikemukakan oleh DR. Al Khumais di dalam kitabnya adz DzikrulJama'iy Bainal Ittiba' WalIbtida' hal. 29.
2 Kisah ini telah diriwayatkan oleh ad Darimi di dalam kitab Sunannya (I: 68-69), Ibnu Wadhdhah di dalam kitabnya al Bida' Wan Nahyu 'Anha hal. 5 dari banyak jalan, Ibnul Jauziy di dalam kitabnya Talbisul Iblis hal. 28-29. Dan telah disebutkan oleh Imam Suyuthiy di dalam kitabnya al Amru bil Ittiba' hal. 83-84, dan Syaikh Masyhur Alu Salman berkata di dalam catatan kakinya: Atsar ini shahih; karena jalannya yang banyak.
3 Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitabnya alBida' Wan Nabyu 'Anha hal. 5.
4 Maksudnya adalah: Karena kamu telah berbuat suatu urusan yang teramat besar dalam Agama ini.
5 Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kilahnya al Bida' Wan Nahyu 'Anha hal. 10, dan Ibnu Abi Syaibah di dalam kitabnya al Mushannaf (VIII: 559).
6 Lihat keterangannya di kitab al Bida' Wan Nahyu 'Anha karya Imam Ibnu Wadhdhah al Qurthubiy
7 Majmu' Fatawa (XXXV: 41), sebagaimana yang disebutkan oleh DR. Nashir al ‘Aql di dalam kitabnya Rasaa-il Wal Dirasat Fil Ahwaa-i Wal Iftiraq Wal Bida' (I: 226).
8 Lihat kitab al Bidayah Wan Nihayah (X: 270)
Di Nukil dari eBook, IbnuMajjah 4 Ummat Muslim

Posting Komentar