Ada lima kesalahan yang sering kita temukan ketika shalat tarawih.
- Dzikir berjama’ah di antara sela-sela shalat tarawih dan ba’da witir. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah berkata, “Tidak diperbolehkan para jama’ah membaca dzikir secara berjama’ah. Akan tetapi yang tepat adalah setiap orang membaca dzikir sendiri-sendiri tanpa dikomandai oleh yang lain. Karena dzikir secara berjama’ah (bersama-sama) adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam yang suci ini”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 11:190)
- Melafazhkan niat selepas shalat tarawih. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dan pendapat ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” (Raudhah Ath-Thalibin, 1:268).
- Memanggil jama’ah dengan ‘ash sholaatul jaami’ah’. Tidak ada tuntunan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan ‘ash sholaatul jaami’ah’. Ini termasuk perkara yang diada-adakan, sebagaimana pendapat menurut ulama Hambali. (Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 27:140).
- Mengkhususkan dzikir atau do’a tertentu antara sela-sela duduk shalat tarawih, tidak ada dalil yang mendukungnya. Demikian pendapat ulama Hambali. (Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 27:144).
- Ada doa antara shalat tarawih yang dua atau empat raka’at seperti berikut: ASYHADU ALLA ILAAHA ILLALLAH WA ASTAGHFIRULLAH WA AS-ALUKAL JANNAH WA A’UDZU BIKA MINAN NAAR.
Asal haditsnya berikut ini, “Perbanyaklah melakukan 4 hal dalam bulan Ramadan. Dengan dua hal, kalian akan mendapatkan ridha dari Rabb kalian; dua hal lainnya sangat kalian butuhkan. Dua hal, yang dengannya kalian mendapatkan ridha Rabb kalian, adalah syahadat Laa ilaaha illallaah dan beristigfar kepada-Nya. Adapun dua hal yang sangat kalian butuhkan adalah kalian meminta surga dan memohon perlindungan dari neraka.”
Dijelaskan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah, “Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Muhamili dalam Al-Amali (jilid 5, no.50) dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya (no. 1887). Ibnu Khuzaimah berkomentar, ‘Andaikan shahih, bisa menjadi dalil.’ Juga diriwayatkan oleh Al-Wahidi dalam Al-Wasith (1: 640). Sanad hadits ini dha’if karena adanya sanad dari ‘Ali bin Zaid bin Jada’an, dari Sa’id bin Al-Musayyib, dari Salman Al-Farisi, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hari terakhir dari bulan Sya’ban, lantas disebutkan hadits tersebut. ‘Ali bin Zaid bin Jada’an itu dha’if, sebagaimana keterangan Imam Ahmad dan yang lainnya. Imam Ibnu Khuzaimah telah menjelaskan, ‘Saya tidak menjadikan perawi ini sebagai dalil, karena hafalannya jelek.’” (Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaifah, 2: 263)
Konteks hadits secara lebih lengkap memang membicarakan tentang bulan Ramadhan. Namun dzikir di atas tidak disebutkan secara khusus untuk shalat tarawih. Sehingga mengkhususkan untuk dzikir shalat tarawih saja adalah sesuatu yang mengada-ada. Silakan lihat hadits secara lengkap dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah no. 871 karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah. Apalagi dilihat dari kesimpulan, hadits tersebut munkar, atau masuk golongan hadits yang lemah. Menurut pendapat paling kuat, hadits lemah tidak bisa diamalkan.
Moga Allah beri hidayah agar terus berpegang teguh dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masih murni.
Selesai disusun di Kamis pagi, 28 Syaban 1438 H @ DS Panggang, Gunungkidul
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber : Rumaysho.com
Posting Komentar