Latest Post
Tampilkan postingan dengan label tradisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tradisi. Tampilkan semua postingan
5/10/2017 04:11:00 AM
Beberapa Tradisi Islam di Indonesia yang Berasal dari Ajaran Hindu
Written By Rachmat.M.Flimban on 10 Mei 2017 | 5/10/2017 04:11:00 AM
Beberapa Tradisi Islam di Indonesia yang Berasal dari Ajaran Hindu
Indonesia adalah sebuah negara dengan jumlah populasi muslim terbanyak di dunia, dan di negara ini juga terdapat beraneka macam tradisi masyarakat Islam yang bisa kita jumpai di sekeliling kita. Kita tentu sering mendengar istilah selamatan 7 hari, 40 hari, 100 hari dan seterusnya.
Tradisi-tradisi tersebut memang di kemas secara islami, namun tahukah Anda bahwa ternyata selama ini tradisi tersebut bersumber dari ajaran agama Hindu? agar kita menjadi lebih tahu, mari kita coba menelaah secara singkat tentang tradisi-tradisi yang bermuatan Islam tetapi sebenarnya bersumber dari ajaran agama Hindu.
Seperti kita ketahui, sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu dan Buddha sudah lebih dulu menjadi agama yang dianut oleh penduduk Nusantara. Sebagaimana kita ketahui, dulu juga terdapat beberapa kerajaan Hindu yang paling menonjol di Nusantara seperti Mataram, yang terkenal karena membangun Candi Prambanan yang megah, diikuti oleh Kerajaan Kediri dan Singhasari.
Hindu di Indonesia mengalami puncak kejayaan pada abad ke-14, Majapahit adalah salah satu kerajaan Hindu-Buddha terbesar yang pernah ada dalam sejarah Indonesia. Tradisi-tradisi Hindu dari masa lampau hingga kini masih sering kita jumpai di kalangan masyarakat muslim Nusantara.
Dan berikut ini adalah beberapa tradisi yang bersumber dari agama Hindu:
1. Selamatan 7, 40, 100 dan 1000 Hari Kematian
Saat terjadi salah seorang anggota keluarga atau tetangga yang meninggal dunia, sering kita jumpai ritual keagamaan yang disebut dengan selamatan atau kenduri kematian yang berupa melakukan doa-doa, tahlilan, dan yasinan yang di lakukan pada hari ke-7, 40, 100, dan 1000 setelah kematian.
Setelah diteliti, ternyata amalan tersebut tidak dapat di temukan di dalam kitab suci Alquran, Hadits (sunnah Rasul) maupun Ijma dari para Sahabat. Justru, Anda dapat menemukannya di dalam kitab-kitab agama Hindu.
Dalam Kitab Weda Smerti Hal. 99 No. 192, agama Hindu meyakini bahwa roh dari leluhur atau orang yang sudah meninggal harus di hormati, karena mereka meyakini bahwa roh tersebut bisa menjadi dewa terdekat manusia. Selain itu, dalam agama Hindu juga mempercayai tentang adanya Samsara (menitis/reingkarnasi).
Dalam Kitab Manawa Dharma Sastra Weda Smerti hal. 99, 192, 193 berbunyi:
“Termashurlah selamatan yang diadakan pada hari pertama, ketujuh, keempat puluh, keseratus dan keseribu.”
Dalam buku media Hindu yang berjudul: “Nilai-nilai Hindu dalam budaya Jawa, serpihan yang tertinggal” karya dari: Ida Bedande Adi Suripto, ia mengatakan: “Upacara selamatan untuk memperingati hari kematian orang Jawa hari ke 1, 7, 40, 100, dan 1000 hari, jelas adalah ajaran Hindu”.
Sedangkan penyembelihan kurban untuk orang mati pada hari (hari 1,7,4,…1000) terdapat pada kitab Panca Yadnya hal. 26, Bagawatgita hal. 5 no. 39 yang berbunyi:
“Tuhan telah menciptakan hewan untuk upacara korban, upacara kurban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan dunia.”
2. Kenduri atau Kenduren
Genduri merupakan upacara ajaran Hindu. Masalah ini terdapat pada kitab sama weda hal. 373 (no.10) yang berbunyi:
“Sloka prastias mai pipisatewikwani widuse bahra aranggaymaya jekmayipatsiyada duweni narah”
Yang memiliki arti: “Antarkanlah sesembahan itu pada Tuhanmu Yang Maha Mengetahui”. Yang gunanya untuk menjauhkan kesialan.
Juga terdapat pada kitab Siwa Sasana hal. 46 bab ‘Panca maha yatnya‘ dan pada Upadesa hal. 34, yang isiya:
Dewa Yatnya (selamatan) yaitu korban suci yang secara tulus ikhlas ditujukan kepada Sang Hyang Widhi dengan jalan bakti sujud memuji, serta menurut apa yang diperintahkan-Nya (tirta yatra) metri bopo pertiwi.
Pitra Yatnya yaitu korban suci kepada leluhur (pengeling-eling) dengan memuji yang ada di akhirat supaya memberi pertolongan kepada yang masih hidup.
Manusia Yatnya yaitu korban yang diperuntukan kepada keturunan atau sesama supaya hidup damai dan tentram.
Resi Yatnya yaitu korban suci yang diperuntukan kepada guru atas jasa ilmu yang diberikan (danyangan).
Buta Yatnya yaitu korban suci yang diperuntukan kepada semua makhluk yang kelihatan maupun tidak, untuk kemulyaan dunia ini (unggahan).
Upacara Telonan, Mitoni dan Tingkepan Pada Wanita Hamil
Telonan, Mitoni dan Tingkepan yang sering kita jumpai di tengah-tengah masyarkat adalah tradisi masyarakat Hindu. Upacara ini dilakukan dalam rangka memohon keselamatan anak yang ada di dalam rahim (kandungan).
Upacara ini biasa disebut Garba Wedana (garba : perut, Wedana : sedang mengandung). Selama bayi dalam kandungan dibuatkan tumpeng selamatan/sesaji Telonan, Mitoni, Tingkepan.
Intisari dari sesajinya adalah (terdapat dalam Kitab Upadesa hal. 46) :
1. Pengambean, yaitu upacara pemanggilan atman (urip)
2. Sambutan, yaitu upacara penyambutan atau peneguhan letak atman (urip) pada si jabang bayi
3. Janganan, yaitu upacara suguhan terhadap “Empat Saudara” (sedulur papat) yang menyertai kelahiran sang bayi, yaitu : darah, air, barah, dan ari-ari (orang Jawa menyebut kakang kawah adi ari-ari)
Hal ini dilakukan untuk panggilan kepada semua kekuatan-kekuatan alam yang tidak kelihatan tapi mempunyai hubungan langsung pada kehidupan sang bayi dan juga pada panggilan kepada ‘Saudara Empat’ yang bersama-sama ketika sang bayi dilahirkan, untuk bersama-sama diupacarai, diberi pensucian dan suguhan agar sang bayi mendapat keselamatan dan selalu dijaga oleh unsur kekuatan alam.
Sedangkan upacara terhadap ari-ari, ialah setelah ari-ari terlepas dari si bayi lalu dibersihkan dengan air yang kemudian dimasukkan ke dalam tempurung kelapa selanjutnya dimasukkan ke dalam kendil atau guci. Ke dalamnya dimasukkah tulisan ‘Aum‘ agar sang Hyang Widhi melindungi.
Selain itu dimasukkan juga berbagai benda lain sebagai persembahan kepada Hyang Widhi. Kendil kemudian ditanam di pekarangan, dikanan pintu apabila bayinya laki-laki, dikiri pintu apabila bayinya perempuan.
Kendil yang berisi ari-ari ditimbun dengan baik, dan pada malam harinya diberi lampu, selama tiga bulan. Apa yang diperbuat kepada si bayi maka diberlakukan juga kepada Saudara Empat tersebut.
Kalau si bayi setelah dimandikan, maka airnya juga disiramkan kepada kendil tersebut.
(Kitab Upadesa, tentang ajaran-ajaran Agama Hindu, oleh: Tjok Rai Sudharta, MA. dan Drs. Ida Bagus Oka Punia Atmaja, cetakan kedua 2007)
Sumber Artikel; Frame.bloglovin.com
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ