KEDUDUKAN ADAB
dan SEJARAH PENULISANNYA
Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada
KEDUDUKAN ADAB DALAM PANDANGAN SALAF
Telah disebutkan dari para ulama Salaf tentang pujian terhadap adab dan ahlinya, keutamaan serta dorongan kepadanya. Banyak sekali riwayat dan penukilan yang menjelaskan kedudukan adab1 dalam pandangan mereka.
Di antaranya adalah:
Habib al-Jalab رحمه الله berkara: "Aku bertanya kepada Ibnul Mubarak: 'Apakah Sebaik-baik perkara yang diberikan kepada seseorang?' Dia menjawab: 'Akal yang cerdas.' Aku berkata: 'Kalau tidak bisa?' Dia menjawab: 'Adab yang baik.' Aku berkata: 'Kalau tidak bisa?' Dia menjawab 'Saudara penyayang yang selalu bermusyawarah dengannya.' Aku berkata: 'Kalau tidak bisa?' Dia menjawab: 'Diam yang panjang,' Aku berkata: 'Kalau tidak bisa?' Dia menjawab; 'Kematian yang segera'"2
Imam asy-Syafi'i رحمه الله berkata: "Barang siapa yang ingin Allah membukakan hatinya atau meneranginya, hendaklah ia ber-khalwat (menyendiri), sedikit makan, meninggalkan pergaulan dengan orang-orang bodoh, dan membenci ahli ilmu yang tidak memiliki inshaf (sikap objektif) dan adab."3
Ibnu Sirin رحمه الله berkata: "Para Salaf mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu."4
Al-Hasan رحمه الله berkata; "Sesungguhnya seorang laki-laki keluar untuk menuntut ilmu adab baginya selama dua tahun, kemudian dua tahun."5
Habib bin asy-Syahid رحمه الله berkata kepada anaknya: "Wahai, anakku, pergaulilah para fuqaha' dan ulama; belajarlah dan ambillah adab dari mereka. Sesungguhnya hal itu lebih aku sukai daripada banyak hadits."6
Seorang Salaf berkata kepada anaknya: "Wahai anakku, engkau mempelajari satu bab tentang adab lebih aku sukai daripada engkau mempelajari tujuh puluh bab dari ilmu.7
Mukhallad bin al-Husain berkata kepada Ibnul Mubarak: "Kami lebih membutuhkan banyak adab daripada banyak hadits."8
Dikatakan kepada Imam asy-Syafi'i: "Bagaimana hasratmu terhadap adab? Dia menjawab: "Aku mendengar satu huruf dari adab yang belum pernah aku dengar, maka seluruh anggota badanku ingin memiliki pendengaran hingga dapat merasakan kenikmatan mendengarnya." Dikatakan; "Bagaimana keinginanmu untuk mendapatkannya?" Dia menjawab: "Seperti keinginan seorang wanita yang kehilangan anaknya, sedang ia tidak memiliki anak selainnya."9
Abu Bakar al-Mithwa'i رحمه الله berkata: "Aku bolak-balik kepada Abu ‘Abdillah—yakni Imam Ahmad bin Hanbal—selama sepuluh tahun, Beliau membacakan kitab al-Musnad kepada anak-anaknya. Aku tidak menulis satu pun hadits darinya, Aku hanya melihat pada adab dan akhlak beliau."10
Adz-Dzahabi رحمه الله menyebutkan: "Bahwasanya majelis Imam Ahmad dihadiri oleh Lima ribu orang, Lima ratus diantaranya mencatat, sedangkan selebihnya mengambil manfaat dari perilaku, akhlak, dan adab beliau"11
lbnul Mubarak berkata:
جَرَّبْتُ نَفْسِي فَمَا وَجَدْتُ لَـهَا مِنْ بَعْــدِ تَقْـــــــوَى الْإِلَهِ كَالْأَدَبِ
فِـي كُلِّ حَالَاتِــــــهَا وَإِنْ كَرِهَـــــتْ أَفْضَلُ مِنْ صَمْتِهَا عَنِ الْكَذِبِ
أَوْ غِيْبَــــــــةِ النَّــــاسِ إِنَّ غِــيْبَــــتَهُــــــمْ حَرَّمَهَا ذُوْالْـجَلاَلِ فِـي الْكُتُـــــــبِ
قُــلْـــــتُ لَـهَا طَائِــــــعًا وَأَكْــرَهُـــــــــهَـــا الْـحِلْمُ وَالْعِلْمُ زَيْنُ ذِيْ الْـحَسَبِ
إِنْ كَانَ مِنْ فِضَّةٍ كَلاَمُـــــكَ يَا نَفْسُ فَإِنَّ السُّكُوْتُ مِنْ ذَهَــــــبِ
aku telah mencoba diriku, maka aku tidak mendapatkan baginya
dalam setiap kondisinya meski jiwaku tidak suka,
selalu lebih baik daripada diamnya dari berbuat bohong
atau mengghibahi manusia sesungguhnya ghibah
telah diharamkan oleh Yang Mahamulia dalam kitab-kitab
aku katakan pada diriku: "Taatlah" dan aku memaksanya
kesantunan dan ilmu adalah perhiasan bagi orangyang memiliki kemuliaan
seandainya ucapanmu itu dan perak, wahai diri, maka diam adalah dari emas.12
Ibnul Mubarak juga berkata: "Aku mempelajari adab selama tiga puluh tahun dan aku mempelajari ilmu selama dua puluh tahun, Adalah para Salaf mempelajari adab, baru kemudian mempelajari ilmu."
Al-Qarafi رحمه الله berkata dalam kitabnya, al-Faruq, ketika menjelaskan kedudukan adab: "Ketahuilah bahwasanya sedikit adab lebih baik daripada banyak amal. Oleh karena itulah Ruwaiyim—seorang alim yang shalih—berkata kepada anaknya: 'Wahai, anakku, jadikanlah amalmu ibarat garam dan adabmu ibarat tepung. Yakni, perbanyaklah adab hingga perbandingan banyaknya seperti perbandingan tepung dan garam—dalam suatu adonan. Banyak adab dengan sedikit amal shalih lebih baik daripada amal dengan sedikit adab."13
-
1. Yang dimaksud adab disini adalah adab dan akhlak islami yang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagaimana telah dijalankan oleh generasi awal islam, bukan adab dan akhlak dalam pandangan manusia semata, betapa banyak orang yang beradab menurut manusia tapi ia membelakangi Allah dan Rasul-Nya. Ibnu Majjah
-
2. Siyar A'laamin Nubalaa' (VIII/397).
-
3. Muqaddimah al-Majmuu' Syarah Muhadzdzab (I/31).
-
4. Tadzkiratus Saami' wal Mutakallim (hal.2).
-
5. Tadzkiratus Saami' wal Mutakallim (hal.2).
-
6. Tadzkiratus Saami' wal Mutakallim (hal.2).
-
7. Ibid. (hal.3).
-
8. Ibid. (hal.3).
-
9. Ibid. (hal.3).
-
10. Siyar A'laamin Nubalaa' (XI/316).
-
11. Ibid. (XI/316).
-
12. Al-Mashdar as-Sabiq (VIII/416).
-
13. Al-Faruq (III/96, IV/272).
Publication : 1437 H_2016 M
KEDUDUKAN ADAB dan SEJARAH PENULISANNYA
Oleh : Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada
Disalin dari Kitab Ensiklopedi Adab Islam Menurut al-Qur'an dan As-Sunnah,
Terbitan Pustaka Imam Syafi'i Jakarta, hal 9-12,
Pada Bab Pendahuluan, Pembahasan Pertama dan Kedua
dikutib dari e-Book ibnumajjah.com
author; Rachmat M
Sejarah Penulisan Tentang Adab Syar'i
Posting Komentar