Berakhlak Mulia dihadapan Allah عزّوجلّ
Penyusun : Ustadz Abu Abdillah al-Atsari خفظه الله
Adab Kepada Alloh
Sekarang mari kita masuki inti pembahasan kali ini, yaitu adab kepada Alloh. Jika ada yang bertanya mengapa topik ini perlu dibahas, kami jawab: bahwa masalah adab atau akhlak adalah masalah penting yang tidak bisa dianggap sepele, terlebih lagi adab kepada Alloh. Apabila sesama manusia kita dituntut untuk beradab, sopan santun, dan sebagainya maka tentu lebih utama lagi kita harus mempunyai adab kepada Alloh. Yang kedua, anggapan sebagian orang bahwa adab itu hanya kepada manusia, tentu ini adalah anggapan yang keliru, atau bahkan kita katakan kesalahan yang fatal, karena dengan demikian kita akan melalaikan hak terbesar yang harus diberikan oleh setiap insan kepada Penciptanya yaitu beribadah dengan mentauhidkan dan tidak menyekutukan-Nya.
Ibnul Qoyyim berkata: "Maksud adab kepada Alloh adalah menegakkan agama-Nya, beradab dengan adab-adabnya secara zhohir dan batin. Tidaklah sempurna adab seseorang kepada Alloh kecuali dengan tiga perkara: mengenal nama dan sifat-sifat-Nya, mengenal agama dan syari'at-Nya, mengenal apa yang Dia cintai dan Dia benci dengan jiwa yang pasrah dan siap menerima kebenaran secara ilmu dan amal." (Madarijus Salikin 2/438, tahqiq Amir bin Ali Yasin). Lalu bagaimanakah beradab kepada Alloh?

Pertama:
Mentauhidkan dan Tidak Menyekutukan-nya
Inilah hak dan adab terbesar yang harus diberikan oleh seorang hamba kepada Alloh, mentauhid-kan-Nya dalam peribadahan dan tidak menyekutukan-Nya sedikit-pun.
Alloh berfirman:
وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً
“Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya....” (QS.an-Nisa'[4]:36)
Al-Hafizh Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan: "Alloh memerintahkan untuk beribadah kepada-Nya saja dan jangan berbuat syirik, karena Dialah yang memberi rezeki, yang memberi nikmat, yang Maha memberi keutamaan kepada makhluk-Nya pada setiap waktu dan keadaan. Dialah yang paling berhak agar mereka mentauhidkan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan seorang makhluk pun." (Tafsir Ibnu Katsir 2/297 —tahqiq Sami bin Muhammad as-Salamah-)
Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
يَا مُعَاذُ هَلْ تَدْرِي حَقَّ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ؟ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ: حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
"Wahai Mu'adz tahukah kamu apa hak Alloh yang wajib bagi para hamba dan hak hamba bagi Alloh?" Mu'adz رضي الله عنه menjawab: "Alloh dan Rosul-Nya yang lebih tahu." Nabi صلى الله عليه وسلم menjelaskan: "Hak Alloh yang wajib bagi setiap hamba adalah agar mereka mentauhidkan dan tidak menyekutukan-Nya. Dan hak hamba bagi Alloh adalah Alloh tidak menyiksa orang yang tidak menyekutukan-Nya." (HR. Bukhori: 128, Muslim: 30)
Hasan al-Bashri رحمه الله pernah ditanya: "Adab apakah yang paling bermanfaat?" Beliau menjawab: "Tafaqquh di dalam agama, zuhud di dunia, dan mengenal kewajiban yang harus engkau berikan kepada Alloh." (Madarijus Salikin 2/428)
Berkata Ibnul Qoyyim رحمه الله: "Tujuan mulia yang dapat menghantarkan kebahagiaan dan keselamatan bani Adam adalah mengenal Alloh, mencintai, menyembah hanya kepada-Nya, dan tidak berbuat syirik. Inilah hakikat perkataan seorang hamba: La llaha Illalloh (Miftah Darus Sa'adah 3/27 -tahqiq Ali bin Hasan al-Halabi-)
Kedua:
Menerima Kabar dari Alloh dengan Mengimani dan Membenarkannya
Hal ini terwujud tanpa keraguan secuilpun dalam hati seorang muslim terhadap berita dan kabar yang datang dari Alloh. Sudah sepantasnya bagi siapapun mengimani dan membenarkan berita Alloh, karena berita yang datang dari-Nya pasti benar. Alloh عزّوجلّ menegaskan:
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللهِ حَدِيثاً
.... Dan siapakah orang yang lebih benar perkataannya daripada Alloh? (QS.an-Nisa' [4]: 87)
Syaikh Abdurrahman as-Sa'di رحمه الله mengatakan: "Ini adalah penjelasan bahwa kebenaran perkataan dan kabar-kabar-Nya berada pada derajat tertinggi. Oleh karena itu, setiap yang dikatakan dalam masalah aqidah, ilmu, atau amalan yang menyelisihi apa yang Alloh kabarkan maka ketahuilah bahwa itu adalah sebuah kebatilan karena jelas-jelas bertentangan dengan kabar yang lebih benar dan yakin." (Taisir Karim Rohman hal. 195)
Sebagai contoh, kabar yang datang dalam al-Qur'an berupa perkara ghoib, atau hadits-hadits Rosululloh صلي الله عليه وسلم yang sekilas nampak tidak masuk akal, maka sikap yang benar dan harus kita kedepankan adalah membenarkan dan mengimani berita tersebut dan tidak menolaknya sedikitpun walaupun akal ini tidak bisa menjangkau atau jiwa merasa belum siap menerimanya. Karena berita yang datang dari Alloh adalah benar tidak ada keraguan sedikitpun, dan sesuatu yang yakin tidak boleh ditolak hanya dengan keraguan atau sesuatu yang belum jelas. Demikianlah, selayaknya kaum muslimin beradab kepada Alloh dalam kabar dan berita yang datang dari-Nya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata: "Nash-nash yang telah tetap di dalam Kitab dan Sunnah tidak boleh ditentang hanya dengan akal semata, maka apa yang telah jelas kebenarannya tidak boleh ditentang hanya dengan keraguan atau kerancuan yang belum jelas kebenarannya." (Muwafaqoh Shohihil Manqul li Shorihil Maqul 1/126)
Ketiga:
Menerima dan Melaksanakan Segala Hukum-Hukum Alloh
Hendaklah seseorang tidak menolak hukum-hukum yang telah Alloh tetapkan kepada seluruh makhluk-Nya. Jangan menolak ketetapan hukum Alloh baik dengan pengingkaran, sombong, atau hanya karena malas melaksanakannya, semua ini temasuk adab yang jelek kepada Alloh. Ingatlah, kita lahir ke dunia ini untuk sebuah tujuan yang agung yaitu beribadah kepada-Nya serta berhukum dengan hukum-hukumnya. Alloh عزّوجلّ berfirman:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
“.... Keputusan itu hanyalah kepunyaan Alloh. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS.Yusuf [ 12]: 40)
Contoh pertama, ibadah puasa. Tidak diragukan lagi, puasa terasa berat bagi jiwa karena mening galkan makan dan minum yang merupakan kebutuhan jiwa. Namun sebagai seorang muslim kita harus menerima hukum ini dengan lapang dada, dan melaksanakan sepenuh hati, inilah bentuk adab kepada Alloh.
Contoh kedua, sholat. Barangkali, sholat terasa berat bagi sebagian orang, apalagi bagi orang munafik. Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ
"Sholat yang paling berat bagi orang munafik adalah sholat Isya' dan Shubuh." (HR. Bukhori: 644, Muslim: 651)
Akan tetapi, sholat bagi orang mu'min sejati apabila dikerjakan dengan ikhlas, sepenuh hati, dan menyadari bahwa ini adalah perintah Alloh, akan terasa ringan.
Alloh berfirman:
وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ. الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُوا رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Dan mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. Yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Robbnya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS.al-Baqoroh [2]: 45-46)
Berakhlak mulia kepada Alloh dalam hal sholat adalah dengan mengerjakannya sedangkan hatimu tenteram dan senang, merasa rindu dengan sholat apabila waktunya akan datang, atau ketika engkau belum melaksanakannya. Maka gantungkanlah hatimu pada sholat, perbagusilah kondisimu dan perhatikanlah syarat serta rukun-rukunnya karena hal itu termasuk berakhlak baik kepada Alloh عزّوجلّ.
Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
“Dan dijadikan pandangan sejuk mataku di dalam sholat." (HR. Nasa'i: 3939, Ahmad 3/128. Lihat al-Misykah: 5261, Shohihul Jami': 3134)
Contoh ketiga, pengharoman riba. Ini dalam masalah mu'amalah. Riba termasuk keharaman yang telah Alloh haramkan dengan tegas. Alloh عزّوجلّ berfirman:
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“....Alloh telah menghalalkan jual beli dan mengharomkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Robbnya, lalu terus berhenti dari mengambil riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu dan urusannya terserah kepada Alloh. Sedangkan orang yang mengulangi mengambil riba maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqoroh [2]: 275)
Orang yang beriman menerima hukum ini dengan lapang dada, ridho, dan pasrah. Dia meninggalkan riba dalam seluruh bentuk mu'amalah.
Imam Abul Hasan al-Asy'ari mengatakan: "Ahlus Sunnah wal Jama'ah bersepakat wajibnya setiap makhluk ridho dengan hukum Alloh yang Dia perintahkan kepada para hamba-Nya. Menerima segala perintah-Nya dan sabar dalam melaksanakannya." (Risalah ila Ahli Tsaghor hal. 244 -tahqiq Abdulloh Syakir Muhammad-)
Dikutib dari; e-Book .ibnumajjah.com
Baca Juga Adab Kepada Allah; Sabar dan Menerima Keputusan Allah
author; Rachmat. Flimban

Posting Komentar