Berakhlak Mulia dihadapan Allah عزّوجلّ
Penyusun : Ustadz Abu Abdillah al-Atsari خفظه الله

Adab Kepada Alloh
Keempat:
Sabar dan Menerima Keputusan Alloh
Kita menyadari, takdir Alloh yang ditentukan kepada makhluk-Nya berbeda-beda. Dalam pandangan manusia, takdir Alloh ada yang menyenangkan dan ada yang membuat derita. Sakit misalnya, hal ini tidak diinginkan oleh manusia. Contoh lain ialah kemiskinan, ini pun tidak kita inginkan, karena kita semua ingin hidup kecukupan, tetapi takdir Alloh berbeda-beda sesuai dengan hikmah-Nya, lalu bagaimana sikap yang benar dan beradab dalam menerima takdir Alloh?
Yaitu engkau ridho dengan ketentuan Alloh dan meyakini bahwa hal itu sudah ketentuan-Nya. Takdir Alloh mengandung hikmah yang mungkin tidak kita ketahui baik dan buruknya, maka bersabar dan berprasangka baiklah kepada-Nya. Alloh berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ. الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ
“Dan sungguh akan Kami beri cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengatakan:"lnna lillahi wa inna ilaihi roji'un." (QS. al-Baqoroh [2]: 155-156)
Rosululloh bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
"Sungguh mengherankan perkara orang mu'min itu, semua perkaranya baik dan tidaklah hal itu ada kecuali pada orang mu'min. Apabila memperoleh kesenangan dia bersyukur dan itu baik baginya. Apabila kesusahan menimpanya dia bersabar dan itu pun baik baginya." (HR. Muslim: 2999, Ahmad 5/24, Darimi: 2780)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata: "Hendaknya seluruh manusia ridho menerima segala ketentuan Alloh berupa musibah yang menimpanya. Semisal Alloh mengujinya dengan kemiskinan, sakit, kehinaan, gangguan manusia, dan sebagainya. Karena sabar dalam menerima musibah adalah wajib sedangkan ridho sangat dianjurkan." (Majmu' Fatawa 8/191)
Kelima:
Meyakini Bahwa Hukum Alloh Membawa Kebaikan dan Keadilan Bagi Hamba-nya
Hal kita perhatikan pula, tidak ada satu pun hukum atau syari'at yang Alloh embankan kepada para hamba-Nya kecuali akan membawa kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat mereka. Hukum Alloh seluruhnya adil dan sesuai dengan kemampuan para makhluk. Tidak ada kebaikan sedikitpun kecuali telah dijelaskan dan tidak ada kejelekan kecuali kita telah diperingatkan akan bahayanya. Maka jangan sampai ada prasangka bahwa hukum Alloh itu tidak adil, tidak sesuai zaman dan sebagainya. Alloh عزّوجلّ berfirman:
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقاً وَعَدْلاً لاَّ مُبَدِّلِ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Telah sempurnalah kalimat Robbmu, sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. al-An'am [6]: I 15)
Imam Qotadah رحمه الله berkata: "Yaitu benar di dalam janji-Nya dan adil di dalam hukum-Nya. Benar dalam seluruh berita-Nya dan adil dalam perintah-Nya. Maka seluruh yang Alloh kabarkan adalah benar, tidak ada keraguan. Seluruh perintah-Nya adil, tidak ada yang berbuat adil selain-Nya. Seluruh yang Dia larang adalah batil karena Alloh tidak melarang kecuali dari kejelekan dan bahaya." (Tafsir Ibnu Katsir 2/322)
Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: "Apabila engkau memperhatikan syari'at-syari'at agama Alloh yang Dia embankan kepada para hamba-Nya, niscaya engkau akan mendapati bahwa syari'at-Nya selalu membawa kebaikan.
Apabila berbenturan beberapa kebaikan, didahulukan yang lebih penting dan lebih besar kebaikannya. Demikian pula, syari'at ini selalu menolak bahaya. Apabila saling berbenturan, dihilangkan bahaya yang paling besar. Karena itulah, Alloh sebagai Hakim yang seadil-adilnya meletakkan asas ini, sebagai dalil akan kesempurnaan ilmu dan hikmah-Nya serta kemurahan dan kebaikan-Nya kepada para hamba." (Miftah Darus Sa'adah 2/362)
Keenam:
Mengagungkan Al-Qur'an Kalamulloh
Al-Qur"an adalah Kalamulloh, maka merupakan bentuk perwujudan beradab kepada Alloh adalah dengan memuliakan dan semangat untuk mempelajarinya. Berusaha untuk merenungi, mentadabburi, dan memahami isinya, kemudian mengamalkan dan mengajarkan kepada manusia. Berakhlak dan beradab dengan adab-adab yang pantas, tidak merendahkan al-Qur'an dengan menempatkan pada tempat yang kotor, atau malah menghinakannya, semua ini tidak pantas dan tidak beradab karena al-Qur'an termasuk kalam-Nya yang mulia yang diturunkan kepada Nabi yang mulia صلى الله عليه وسلم.[1] Alloh berfirman:
وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ. نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ. عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنذِرِينَ
“Dan sesungguhnya al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Robb semesta alam. Dan dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.” (QS. asy-Syu'aro' [26]: 192-194)
Ketujuh:
Baik Sangka Kepada Alloh
Alloh Maha mengetahui kondisi para hamba-Nya. Maka apabila ada hukum Alloh yang menurut persangkaan kita tidak baik, janganlah hal itu menjadikan kita berburuk sangka kepada Alloh. Misalnya ketika kita berdoa dan belum dikabulkan, hilangkanlah perasaan bahwa Alloh tidak mengasihi kita, ini bentuk kurang adab kepada-Nya. Berbaik sangkalah kepada Alloh karena Dia akan menuruti persangkaan para hamba-Nya. Berdasarkan hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَقُولُ اللَّهُ: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
“Dari Abu Huroiroh رضي الله عنه bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: Alloh berfirman: "Aku menuruti persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku." (HR. Bukhori: 7405, Muslim: 2675)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz رحمه الله berkata: "Makna hadits ini, Alloh akan menuruti persangkaan hamba-Nya. Dia akan memperlakukan hamba-Nya sesuai persangkaan hamba itu kepada-Nya berupa kebaikan atau kejelekan." (Fathul Bari 13/472)
Kedelapan:
Santun Dalam Berbicara
Maksudnya, janganlah lancang dalam berbicara tentang Alloh, sopan dan santunlah ketika menyandarkan sesuatu kepada-Nya. Contoh ucapan yang perlu diluruskan adalah menyandarkan kejelekan kepada Alloh, seperti ucapan: "Takdir memang kejam, ya Alloh, apa dosaku sehingga engkau memberi kesusahan ini"; ini tidak patut diucapkan, bahkan Rosululloh صلى الله عليه وسلم mengajarkan kita agar tidak menyandarkan kejelekan kepada-Nya. Beliau bersabda:
وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ
"Kejelekan itu tidak disandarkan kepada-Mu." (HR. Muslim: 771)
Kesembilan:
Mengenal dan mengamalkan Konsekuensi Nama dan Sifat Alloh
Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
"Sesungguhnya Alloh mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa menghitungnya, masuk surga." (H R. Bukhori: 6410, Muslim: 2677)
Abu Nu'aim al-Ashbahani رحمه الله mengatakan: "Maksud menghitung dalam hadits di atas bukan hanya sekedar menghitung, tetapi mengamalkan, memahami makna nama-nama-Nya dan mengimaninya." (Fathul Bari II/271)
Maka termasuk bentuk adab kepada Alloh dalam nama dan si-fat-Nya adalah memahami dengan baik nama dan sifat-Nya serta mengamalkan tuntutannya.
Contohnya, Alloh mempunyai nama as-Sami' (Maha Mendengar) dan al-Bashir (Maha Melihat). Maka termasuk tuntutannya adalah engkau menetapkan dua nama ini dengan tidak menyerupakan kepada seorang pun, meyakini kesempurnaan dzat Alloh dan engkau merasa terawasi bahwa Alloh akan mendengar dan melihat segala perbuatanmu. Takut Alloh akan melihat kita ketika sedang berbuat maksiat, takut Alloh akan mendengar kita pada perkara yang tidak diridhoi-Nya. Dan barangsiapa yang meyakini bahwa Alloh mempunyai nama al-Aziz (Maha Perkasa) maka dia tidak akan tunduk kecuali hanya kepada Alloh, tidak merendahkan diri kecuali hanya kepada-Nya. Demikianlah seterusnya pada nama-nama dan sifat-Nya. (Lihat Syarh al-Aqidah al-Washithiyyah 1/208, Mausu'ah al-Adab al-lslamiyyah hal. 36)
Kesepuluh:
Membela dan Mendakwahkan Agama Alloh
Setelah seorang muslim memahami dengan baik hak-hak dan adab-adab kepada Alloh, maka tuntutan berikutnya adalah dia mendakwahkan agama Alloh ini semampunya kepada manusia, terutama bagi yang telah Alloh anugerahi ilmu. Mendakwahi manusia agar mentauhidkan Alloh semata dan tidak berbuat syirik, menyeru manusia agar kembali kepada agama yang lurus. Inilah jalan yang telah ditempuh oleh para rosul -aiaihimushsholatu was salam-. AIIoh عزّوجلّ berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan: "Sembahlah Alloh saja dan jauhilah thoghut." (QS. an-Nahl [16]: 36)
Orang yang berdakwah di jalan Alloh adalah sebaik-baik manusia. Alloh berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Alloh, mengerjakan amal yang sholih dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (QS. Fushshilat [41]: 33)
Demikian pula, hendaknya setiap muslim memiliki rasa cemburu dan pembelaan terhadap agama ini dari makar orang-orang yang hendak menghancurkan dan merusak agama Alloh. Camkan perkataan emas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berikut ini:
"Agama ini tidak bisa dihapus selama-lamanya, akan tetapi kadangkala di dalamnya masuk penyelewengan, perubahan, dan kedustaan yang membuat rancu antara kebenaran dan kebatilan. Maka sudah sepantasnya Alloh membangkitkan orang-orang yang bisa menegakkan hujjah sebagai penerus para rosul, mereka menghilangkan penyelewengan orang-orang yang melampaui batas, (membantah) kedustaan orang-orang yang berbuat batil dan takwil orang-orang yang bodoh. Alloh menampakkan kebenaran sebagai kebenaran dan menghancurkan kebatilan walaupun orang-orang musyrik membencinya." (Majmu' Fatawa I 1/435)
Demikianlah beberapa adab kepada Alloh yang dapat kami kumpulkan dari penjelasan para ulama. Sebenarnya masih ada beberapa adab lainnya, namun kami kira penjelasan di atas sudah cukup mewakili. Semoga menjadi tambahan ilmu bagi kita semua dan bermanfaat bagi kaum muslimin di manapun berada. Amin.
Allohu A'lam . []
1. Untuk mengetahui bagaimana adab terhadap al-Qur’an, silakan baca kembali tulisan kami pada Edisi 2 Thn.3 (1425 H) dan edisi 2 Thn.4 (1425 H)
Dikutib dari; e-Book .ibnumajjah.com
author; Rachmat. Flimban

Posting Komentar