بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Hukuman dan Peradilan KAIDAH FIQH اَلْإِقْرَارُ حُجَّةٌ قَاصِرَةٌ Pengakuan Adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas Ustadz Ahmad Sabiq Abu Yusuf حفظه الله |
CONTOH PENERAPAN KAEDAH
- Kalau si A mengatakan: Saya telah berzina, maka pengakuannya ini diterima dan bisa ditegakan hujjah atas penegakan hukum rajam atau cambuk oleh sang hakim, namun kalau dia mengatakan si C telah berzina, maka dia butuh mendatangkan empat saksi, karena sekarang ucapannya itu menjadi sebuah tuduhan.
Begitu pula kalau ada seorang laki-laki yang mengatakan: Saya telah berzina dengan si fulanah itu. Maka ucapannya ini hanya berlaku untuk dirinya sendiri, adapun bagi si fulanah maka ini sifatnya tuduhan, dan harus mendatangkan empat saksi.
Oleh karena itu Rosululloh صلى الله عليه وسلم tidak menanyakan kepada Ma'iz tatkala dia mengaku berzina: dengan siapa dia berzina.
- Kalau si A berkata: "si B pernah menghutangi saya juga pernah menghutangi si C, masing-masing satu juta rupiah", maka ini hanya berlaku untuk dirinya sendiri dan bukan pada si C kecuali kalau bisa mendatangkan saksi.
HUKUM MENCABUT PENGAKUAN
Kalau seseorang mencabut kembali pengakuannya, apakah diterima?
Pencabutan kembali sebuah pengakuan itu ada dua kemungkinan:
Pertama:
Diterima, kalau berhubungan dengan hak Allloh Ta'ala atau pengakuannya tersebut
bertentangan dengan kenyataan yang ada.
Seperti kalau seseorang mengaku berzina, lalu beberapa saat kemudian dia mengatakan: Saya tidak berzina, maka diterima ucapannya dan tidak dihukum zina, karena dia telah mencabut kembali pengakuanya, sedangkan hukuman zina adalah hak Alloh Ta'ala.
Juga seperti kalau ada seseorang yang mengatakan bahwa saya telah membunuh si A, temyata kemudian ditemukan bahwa si A masih hidup, maka pengakuannya bisa dicabut kembali.
Kedua:
Tidak dapat diterima, hal ini kalau berhubungan dengan hak sesama manusia
Contohnya kalau ada yang berkata: Si A telah menghutangi saya sebesar satu juta rupiah dan belum saya bayar. Lalu beberapa saat kemudian dia mengatakan bahwa si A tidak menghutangi dia, maka ucapannya tidak bisa diterima, kecuali kalau si A mengakui bahwa dia memang tidak pernah menghutanginya.
KAPAN PENGAKUAN SESEORANG DITERIMA?
Pengakuan seseorang diterima apabila dia sudah baligh dan berakal sehat, adapun seseorang yang masih kecil atau tidak sehat akalnya maka tidak boleh untuk diterima pengakuannya.
Hal ini berdasarkan keumuman sabda Rosululloh صلى الله عليه وسلم:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَـحْتَلِمَ، وَعَنِ الْـمَجْنُوْنِ حَتَّى يَقْقِلَ
"Pena itu diangkat dari tiga orang, dan orang tidur sampai bangun, dari anak kecil sampai baligh, dan dari orang gila sampai sadar kembali."
Juga disyaratkan pengakuan itu bukan karena keterpaksaan, kalau karena terpaksa maka pengakuan itu tidak bisa diterima berdasarkan pada keumuman sabda Rosululloh صلى الله عليه وسلم:
عَنِ ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ اللهَ تَـجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي : الْـخَطَأُ وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
Dari Ibnu Abbas bahwasannya Rosululloh bersabda: "Sesungguhnya Alloh mengampuni umatku terhadap apa yang mereka kerjakan karena salah, lupa dan terpaksa. "(HR Ibnu Majah 2043 dan Baihaqi dengan sanad shohih, lihat Misykah Mashobih: 6294)
Wallohu a'lam.[]
Publication 1437 H_2016 M Kaidah Fiqh Pengakuan adalah Sebuah Hujjah yang Terbatas Oleh : Ustadz Ahmad Sabiq Abu Yusuf خفظه الله Disalin dari Kaidah-Kaidah Praktis Memahami Fiqih Islam Terbitan Pustaka Al-Furqon-Gresik, hal. 201-206 Disalin dari» eBook Ibnumajjah.com |
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
author;
Rachmat Machmud. Flimban

Posting Komentar