بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Menyiramkan pasir pada wajah orang yang memuji
Segala puji hanyalah milik Allah, shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Ada suatu adab yang penah Rumaysho.com bahas yaitu tentang larangan memuji
orang lain di hadapannya.
orang lain di hadapannya.
Di antara alasan tidak dibolehkan hal ini adalah karena akan membuat orang
lain itu ujub dan sombong.
lain itu ujub dan sombong.
Di samping itu ada adab yang diajarkan kala orang lain memuji kita di hadapan
kita, yaitu sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Ma'mar berikut ini.
kita, yaitu sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Ma'mar berikut ini.
Dari Abu Ma'mar, ia berkata, "Ada seorang pria berdiri memuji salah seorang
gubernur.
gubernur.
Miqdad [ibnul Aswad] lalu menyiramkan pasir ke wajahnya dan berkata,
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ نَحْثِىَ فِى وُجُوهِ الْمَدَّاحِينَ التُّرَابَ.
"Kami diperintahkan oleh Rasulullah –shallallahu 'alaihi wa sallam- untuk
menyiramkan pasir ke wajah orang-orang yang memuji.” (HR. Muslim no. 3002).
menyiramkan pasir ke wajah orang-orang yang memuji.” (HR. Muslim no. 3002).
Imam Nawawi membuat judul Bab 'Larangan memuji orang lain secara berlebihan dan
dikhawatirkan menimbulkan fitnah bagi yang dipuji'.
dikhawatirkan menimbulkan fitnah bagi yang dipuji'.
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
Menurut Miqdad yang meriwayatkan hadits tersebut, hadits ini diamalkan secara
tekstual. Sebagian ulama ada yang mengamalkan demikian. Jika ada yang memuji di
depan wajahnya, maka mereka melemparkan debu di wajahnya sesuai hakekat hadits
tersebut. Sedangkan ulama lainnya memaknakan hadits 'menyiramkan pasir' bahwa
pujian mereka itu ditolak mentah-mentah dan tidak kita terima. Ada pula pandapat
lain yang mengatakan bahwa jika kalian dipuji, maka ingatlah bahwa kalian itu
berasal dari tanah, maka bersikaplah tawadhu' (rendah diri) dan janganlah merasa
ujub (bangga diri). Namun tafsiran terakhir ini lemah. (Al Minhaj Syarh Shahih
Muslim, 18/128)
tekstual. Sebagian ulama ada yang mengamalkan demikian. Jika ada yang memuji di
depan wajahnya, maka mereka melemparkan debu di wajahnya sesuai hakekat hadits
tersebut. Sedangkan ulama lainnya memaknakan hadits 'menyiramkan pasir' bahwa
pujian mereka itu ditolak mentah-mentah dan tidak kita terima. Ada pula pandapat
lain yang mengatakan bahwa jika kalian dipuji, maka ingatlah bahwa kalian itu
berasal dari tanah, maka bersikaplah tawadhu' (rendah diri) dan janganlah merasa
ujub (bangga diri). Namun tafsiran terakhir ini lemah. (Al Minhaj Syarh Shahih
Muslim, 18/128)
Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan perkataan Ibnu Baththol rahimahullah,
"Yang dimaksud hadits tersebut adalah bagi siapa yang memuji orang lain dan
pujian itu tidak ada pada orang yang dipuji. Pujian ini juga terlarang jika
tidak aman dari ujub (menyombongkan diri) bahwa kedudukan orang yang dipuji
memang seperti pujian itu. Maka pujian ini hanyalah menyia-nyiakan amalan dan
terlalu membebani diri dengan sifat pujian yang diangkat. 'Umar berkata, "Pujian
bagaikan sembelihan". Adapun jika memuji orang yang benar-benar pujian ada pada
dirinya, maka seperti itu tidak terlarang. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam
sendiri pernah dipuji dalam hal sya'ir dan khutbah beliau, namun beliau tidak
menyiram pasir di hadapan orang yang memuji." (Fathul Bari, 10/477)
pujian itu tidak ada pada orang yang dipuji. Pujian ini juga terlarang jika
tidak aman dari ujub (menyombongkan diri) bahwa kedudukan orang yang dipuji
memang seperti pujian itu. Maka pujian ini hanyalah menyia-nyiakan amalan dan
terlalu membebani diri dengan sifat pujian yang diangkat. 'Umar berkata, "Pujian
bagaikan sembelihan". Adapun jika memuji orang yang benar-benar pujian ada pada
dirinya, maka seperti itu tidak terlarang. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam
sendiri pernah dipuji dalam hal sya'ir dan khutbah beliau, namun beliau tidak
menyiram pasir di hadapan orang yang memuji." (Fathul Bari, 10/477)
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pujian yang terlarang adalah:
Pujian yang berlebihan.
Pujian yang mengandung sifat yang tidak ada pada diri orang yang dipuji.
Namun sebisa mungkin kita menghindari pujian di hadapan orang lain. Adapun
kalau pujian tersebut tidak di hadapann orang yang dipuji dan itu benar ada
padanya, maka tidak ada masalah.
kalau pujian tersebut tidak di hadapann orang yang dipuji dan itu benar ada
padanya, maka tidak ada masalah.
Dalil bolehnya memuji orang lain selama tidak menimbulkan fitnah (sikap
sombong) adalah hadits dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
sombong) adalah hadits dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَ الرَّجُلُ أَبُو بَكْرٍ نِعْمَ الرَّجُلُ عُمَرُ نِعْمَ الرَّجُلُ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ نِعْمَ الرَّجُلُ أُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ نِعْمَ الرَّجُلُ ثَابِتُ بْنُ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ نِعْمَ الرَّجُلُ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ نِعْمَ الرَّجُلُ مُعَاذُ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْجَمُوحِ
"Sebaik-baik pria adalah Abu Bakr, ‘Umar, Abu ‘Ubaidah, Usaid bin Hudhair,
Tsabit bin Qais bin Syammas, Mu'adz bin Jabal dan Mu’adz bin Amru ibnul Jamuh.”
(HR. Tirmidzi no. 3795 dan Ahmad 2/419. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih).
Tsabit bin Qais bin Syammas, Mu'adz bin Jabal dan Mu’adz bin Amru ibnul Jamuh.”
(HR. Tirmidzi no. 3795 dan Ahmad 2/419. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih).
Semoga pelajaran singkat di malam ini bermanfaat dan moga Allah senantiasa
memberikan kita taufik untuk mengikuti teladan Rasul kita Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam.
memberikan kita taufik untuk mengikuti teladan Rasul kita Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam.
Wallahu waliyyut taufiq.
Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga dan sahabatnya.
keluarga dan sahabatnya.
Walhamdulillahi robbil 'alamin.
@ Ummul Hamam, Riyadh KSA, 19 Dzulqo'dah 1432 H (17/10/2011)
Disalin dari Artikel; Rumaysho.com
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
author;
Rachmat Machmud. Flimban
Posting Komentar