Jangan Membuat Orang Bodoh Terkenal
Written By Rachmat.M.Flimban on 22 Maret 2018 | 3/22/2018 02:17:00 PM
Nasehat Ulama
Jangan Membuat Orang Bodoh Terkenal
Oleh; dr. Raehanul Bahraen
- Jika kita sebarkan, misalnya:
- Kita akan sibuk mengurus “orang bodoh” dan waktu kita akan habis terbuang percuma
- Jika kita membuat orang-orang yang berbuat bodoh terkenal (misalnya ia menistakan agama), apabila hal ini terlihat banyak dan sering terjadi, maka kita akan sering terpapar dengan penistaan agama, dan apabila terlalu sering bisa jadi kita anggap biasa saja oleh orang-orang (maaf) bodoh lainnya.
ﺑﺎﻝ ﻓﻲ ﺯﻣﺰﻡ ﻟﻴﺸﺘﻬﺮ
“Mengalah” Dalam Debat yang Tidak Bermanfaat
Written By Rachmat.M.Flimban on 19 Maret 2018 | 3/19/2018 09:01:00 PM
Kiat Agar Mudah Bangun Subuh
Written By Rachmat.M.Flimban on 14 Februari 2018 | 2/14/2018 10:59:00 PM
Akhlaq dan Nasehat, Tazkiyatun Nufus
Kiat Agar Mudah Bangun Subuh
Oleh, dr. Raehanul Bahraen
Hukum shalat berjamaah bagi laki-laki di masjid adalah wajib hukumnya (mohon maaf, ini pendapat ulama yang kami pilih). Sebagai bahan pertimbangan, perhatikan hadits berikut mengenai orang buta yang tidak mendapatkan udzur untuk tidak shalat berjamaah selama masih mendengarkan adzan. Lalu, bagaimana dengan kita yang sehat dan normal?
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata,
أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَجِبْ
“Seorang buta pernah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang yang akan menuntunku ke masjid.’ Lalu dia meminta keringanan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk shalat di rumah, maka beliaupun memberikan keringanan kepadanya. Ketika orang itu beranjak pulang, beliau kembali bertanya, ‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat (azan)?’ laki-laki itu menjawab, ‘Iya.’ Beliau bersabda, ‘Penuhilah seruan tersebut (hadiri jamaah shalat).'[1]
Perhatikan juga hadits berikut. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ الْمُؤَذِّنَ فَيُقِيمَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا يَؤُمُّ النَّاسَ ثُمَّ آخُذَ شُعَلًا مِنْ نَارٍ فَأُحَرِّقَ عَلَى مَنْ لَا يَخْرُجُ إِلَى الصَّلَاةِ بَعْدُ
“Sungguh aku sangat ingin memerintahkan shalat untuk didirikan, lalu aku perintahkan seorang laki-laki untuk mengimami orang-orang. Kemudian, aku berangkat bersama beberapa orang laki-laki dengan membawa beberapa ikat kayu bakar kepada orang-orang yang tidak ikut shalat, lalu aku bakar rumah mereka dengan api tersebut.”[2]
Susah dan berat untuk bangun subuh
Ada beberapa sebab, misalnya mungkin sering begadang atau kurang tidur. Bisa juga karena ada maksiat yang dilakukan terus-menerus tanpa istigfar sehingga badan susah melakukan ketaatan, dan hati berat untuk dibawa beribadah. Bisa jadi yang sebelumnya kita bangun dengan mudah ketika adzan berkumandang, kemudian menjadi sulit bangun subuh karena maksiat. Hati mulai keras dan telinga sudah tidak peka lagi dengan suara adzan, badan pun berat dibawa untuk menjawab panggilan masjid.
Dosa dan maksiat bisa menutupi hati dan membuat malas beribadah. Dari Abu Shalih dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ ذَنْبًا نُكِتَ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ زَادَ زَادَتْ حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي الْقُرْآنِ: كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
”Sesungguhnya seorang mukmin, jika melakukan satu perbuatan dosa, maka ditorehkan di hatinya satu titik hitam. Jika ia bertaubat, berhenti dan minta ampun, maka hatinya akan dibuat mengkilat (lagi). Jika semakin sering berbuat dosa, maka titik-titik itu akan bertambah sampai menutupi hatinya. Itulah” raan” yang disebutkan Allah ta’ala, ‘sekali-kali tidak akan tetapi itulah” raan” yang disebutkan Allah dalam Al Qur’an’”.[3]
Salah satu indikator hatinya mulai mengeras adalah susah bangun shalat subuh. Untuk selevel ulama dan orang-orang shalih, salah satu indikator mulai mengerasnya hati adalah susahnya bangun shalat malam.
Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata,
حرمت قيام الليل خمسة أشهر بذنب أذنبته
“Selama lima bulan aku terhalang untuk melakukan shalat malam karena dosa yang aku lakukan.”[4]
Jika ada yang berkata,
“Saya bermaksiat setiap hari, tapi saya mampu bangun shalat malam jika saya menghendaki”.
Maka kita katakan bahwa bisa jadi hatinya sudah tidak peka lagi mendeteksi maksiat. Hati para ulama cukup bersih sehingga sangat peka terhadap maksiat. Ibarat tubuh yang sehat akan terasa jika ada sakit sedikit.
Sering begadang malam bisa menyebabkan sulit bangun shalat subuh.
Tidak diperbolehlah begadang untuk hal yang tidak bermanfaat, bahkan tidak diperbolehkan begadang untuk beribadah shalat malam, tetapi menyebabkan tidak shalat subuh karena ketiduran, sebagaimana kisah berikut.
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ سُلَيْمَانَ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ فَقَدَ سُلَيْمَانَ بْنَ أَبِي حَثْمَةَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ وَأَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ غَدَا إِلَى السُّوقِ وَمَسْكَنُ سُلَيْمَانَ بَيْنَ السُّوقِ وَالْمَسْجِدِ النَّبَوِيِّ فَمَرَّ عَلَى الشِّفَاءِ أُمِّ سُلَيْمَانَ فَقَالَ لَهَا لَمْ أَرَ سُلَيْمَانَ فِي الصُّبْحِ فَقَالَتْ إِنَّهُ بَاتَ يُصَلِّي فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَقَالَ عُمَرُ لَأَنْ أَشْهَدَ صَلَاةَ الصُّبْحِ فِي الْجَمَاعَةِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَقُومَ لَيْلَةً
Dari Abu Bakr bin Sulaiman bin Abi Hatmah, sesungguhnya Khalifah Umar bin al Khattab tidak menjumpai Sulaiman bin Abi Hatmah saat shalat Shubuh. Rumah Sulaiman itu terletak antara pasar dengan masjid nabawi. Pada pagi harinya Umar pergi ke pasar. Umar melewati asy Syifa, ibu dari Sulaiman. Khalifah Umar bertanya kepada sang ibu, “Aku tidak menjumpai Sulaiman dalam jamaah shalat shubuh”. Sang ibu menjawab dengan mengatakan, “Semalaman Sulaiman mengerjakan shalat Tahajud. Pada waktu shubuh matanya tidak kuat untuk diajak bangun mengerjakan shalat shubuh berjamaah.
Khalifah Umar mengatakan, “Sungguh jika aku bisa mengerjakan shalat shubuh berjamaah itu lebih kusukai dari pada aku shalat tahajud semalaman namun tidak kuat untuk bangun shalat shubuh.”[5]
Bagaimana idealnya tidur seoarang muslim? Jika tidak ada keperluan atau hal-hal bermanfaat, hendaknya segera tidur setelah shalat isya untuk bangun tengah malam, kecuali setelah isya ada hal-hal atau kegiatan bermanfaat.
Dari Abu Barzah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata,
أنَّ رسولَ الله – صلى الله عليه وسلم – كان يكرهُ النَّومَ قَبْلَ العِشَاءِ والحَديثَ بَعْدَهَا. متفقٌ عليه
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai tidur sebelum shalat ‘Isya’ dan berbincang-bincang setelahnya.”[6]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan berbincang-bincang yang tidak bermanfaat setelah isya akan menyebabkan shalat subuh tertinggal atau shalat subuh dalam keadaan lemas. Beliau berkata,
فإن النبي صلى الله عليه وسلم كان يكره النوم قبل صلاة العشاء والحديث بعدها وإذا أطال الإنسان السهر فإنه لا يعطي بدنه حظه من النوم، ولا يقوم لصلاة الصبح، إلا وهو كسلان تعبان، ثم ينام في أول نهاره عن مصالحة الدينية والدنيوية، والنوم الطويل في أول النهار يؤدي إلى فوات مصالح كثيرة
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum isya dan berbincang-bincang (tidak bermanfaat) setelahnya. Jika seseorang begadang semalaman dan tidak memberikan hak tidur kepada badannya, bahkan tidak shalat subuh kecuali bangun dengan tubuh yang lelah dan malas, kemudian tidur di awal hari, maka ia telah kehilangan mashlahat yang banyak.”[7]
Demikian semoga kaum muslimin dimudahkan bangun shalat subuh dan shalat malam
Sumber Artikel: Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] HR. Muslim no. 653
[2] HR. Bukhari no.2420, Muslim no.651
[3] HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan dihasankan Al Albani
[4] Qiyaamul Lail, Fadhluhu wa Aadaabuhu
[5] Muwattha’ no 432
[6] HR. Bukhari dan Muslim
[7] Liqaa-usy syahri syaikh Utsaimin
Maraknya Zina Di Hari Valentine
Akhlaq dan Nasehat
Maraknya Zina Di Hari Valentine
Yulian Purnama
Hari valentine bagi pemuda-pemudi barat tidak lepas dari hubungan seks, baik pra nikah maupun pasca nikah. Padahal hubungan seks pra-nikah adalah perbuatan zina yang sangat menjijikan dan merupakan dosa besar.
Hari Valentine dan Zina
Tahukah anda bahwa hari Valentine bagi sebagian pemuda-pemudi barat adalah hari yang spesial sehingga mereka berharap bisa melakukan hubungan seks pertama kali di hari itu? Bahkan mereka hari valentine bagi mereka tidak lepas dari pembicaraan mengenai hubungan seks. Dengan mudah anda bisa membaca “rahasia umum” ini dari bahasa-bahasa menjijikkan mereka di social media seputar hari valentine. Bahkan statistia.com merilis bahwa 32% responden mereka yang merupakan warga Amerika berusia 18 tahun ke atas, menyatakan berniat untuk melakukan hubungan seks di hari Valentine1. Masih dari situs statistia.com, bahwa 16% responden yang berstatus lajang, berniat untuk melakukan hubungan seksual dan 59% responden yang berstatus berpacaran juga demikian2. Angka-angka ini menunjukkan betapa hari Valentine tidak lepas dari budaya zina. Allahul musta’an!
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid menyebutkan:
عيد الحب عيد روماني جاهلي ، استمر الاحتفال به حتى بعد دخول الرومان في النصرانية ، وارتبط العيد بالقس المعروف باسم فالنتاين الذي حكم عليه بالإعدام في ١٤ فبراير عام ٢٧٠ ميلادي ، ولا زال هذا العيد يحتفل به الكفار ، ويشيعون فيه الفاحشة والمنكر
“Hari Valentine adalah hari raya bangsa Romawi jahiliah. Hari tersebut terus berlangsung hingga masuknya bangsa Romawi ke dalam agama Nashrani. Hari ini dikaitkan dengan seorang pastur yang bernama Valentine yang dihukum mati pada tanggal 14 Februari 270M. Hingga kini hari tersebut masih dirayakan orang-orang kafir dan mereka sebarkan perbuatan fahisyah (zina) serta berbagai kemungkaran di dalamnya”3.
Nahasnya, budaya zina ini mulai ditiru oleh pemuda-pemudi Islam. Awalnya mereka sekedar meniru perayaan hari Valentine saja dengan mengadakan perayaan-perayaan, membagi hadiah dan semacamnya. Namun lambat laun mereka juga meniru budaya zina di hari Valentine.
Besarnya dosa zina
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra: 32).
Tingkat fatalitas zina dalam ayat ini bisa kita ketahui dari beberapa poin:
- Penggunaan kata “jangan dekati” ini menunjukkan kerasnya larangan berzina karena mencakup juga semua hal-hal yang bisa menjerumuskan kepada zina. Maka semua hal yang bisa menjerumuskan kepada zina itu terlarang.
- Zina disebut sebagai fahisyah yaitu dosa yang sangat buruk karena dipandang buruk oleh syariat, oleh akal dan oleh fitrah yang lurus. Karena dengan melakukan zina maka ia telah melanggar hak Allah, melanggar hak wanita dan suaminya, merusak rumah tangga, mengacaukan nasab dan kerusakan ang lainnya
- Zina disebut sebagai “jalan yang buruk”, yaitu maknanya dosa yang besar. (Taisir Karimirrahman, Syaikh As Sa’di).
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, beliau berkata:
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الذَّنْبِ عِنْدَ اللَّهِ أَكْبَرُ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya: “dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau menjawab: “engkau menjadikan tandingan bagi Allah (baca: berbuat syirik) padahal Ia yang menciptakanmu”. Ibnu Mas’ud bertanya: “lalu apa lagi?”. Beliau menjawab: “Engkau membunuh anakmu karena takut ia makan bersamamu”. Ibnu Mas’ud bertanya: “lalu apa lagi? Beliau menjawab: “engkau berzina dengan istri tetanggamu“” (HR. Al Bukhari no. 4483).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن
“Pezina tidak dikatakan mukmin ketika ia berzina” (HR. Bukhari no. 2475, Muslim no.57).
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata:
الإيمان نزه فمن زنا فارقه الإيمان ، فمن لام نفسه وراجع راجعه الإيمان
“Iman itu suci. Orang yang berzina, iman meninggalkannya. Jika ia menyesal dan bertaubat, imannya kembali” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Syu’abul Iman, di-shahihkan Al Albani dalam Takhrij Al Iman, 16).
Pelaku zina, hukumannya dicambuk atau dirajam
Karena sangat keji dan buruknya perbuatan zina, hukuman bagi pelaku zina pun sangat mengerikan dan menyakitkan. Agar manusia menjauh sejauh-jauhnya dari perbuatan ini. Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an Al Karim:
الزَّانِيَة وَالزَّانِي فاجلدوا كل وَاحِد مِنْهُمَا مائَة جلدَة وَلَا تأخذكم بهما رأفة فِي دين الله إِن كُنْتُم تؤمنون بِاللَّه وَالْيَوْم الآخر وليشهد عذابهما طَائِفَة من الْمُؤمنِينَ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka cambuklah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali cambukan, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” (QS. An Nur: 2).
Hukuman yang disebutkan ayat ini adalah bagi pezina yang belum menikah dan belum pernah menikah. Adapun bagi mushan, orang yang sudah pernah menikah walaupun sekali, jika berzina maka hukumannya adalah dirajam sampai mati. Imam Adz Dzahabi Asy Syafi’i mengatakan:
قَالَ الْعلمَاء هَذَا عَذَاب الزَّانِيَة وَالزَّانِي فِي الدُّنْيَا إِذا كَانَا عزبين غير متزوجين فَإِن كَانَا متزوجين أَو قد تزوجا وَلَو مرة فِي الْعُمر فَإِنَّهُمَا يرجمان بِالْحِجَارَةِ إِلَى أَن يموتا
“Para ulama mengatakan ini (cambukan) adalah hukuman bagi pezina laki-laki maupun pezina perempuan di dunia. Namun jika mereka berdua masing-masing sudah menikah, atau pernah menikah walaupun hanya sekali, maka hukumannya adalah dirajam sampai mati” (Al Kabair, 50).
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu beliau berkata,
أن رجلاً من أسلمَ، جاء النبيَّ صلى الله عليه وسلم فاعترف بالزنا، فأعرض عنه النبيُّ صلى الله عليه وسلم حتى شَهِدَ على نفسِه أربعَ مراتٍ، قال له النبيُّ صلى الله عليه وسلم:أبك جنونٌ؟ قال: لا، قال: آحصَنتَ؟. قال: نعم، فأمرَ به فرُجِمَ بالمصلى، فلما أذلقته الحجارةُ فرَّ، فأُدرِك فرُجِمَ حتى مات. فقال له النبيُّ صلى الله عليه وسلم خيرًا، وصلى عليه
“Ada seorang lelaki, yang sudah masuk Islam, datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengakui dirinya berbuat zina. Nabi berpaling darinya hingga lelaki tersebut mengaku sampai 4 kali. Kemudian beliau bertanya: ‘Apakah engkau gila?’. Ia menjawab: ‘Tidak’. Kemudian beliau bertanya lagi: ‘Apakah engkau pernah menikah?’. Ia menjawab: ‘Ya’. Kemudian beliau memerintah agar lelaki tersebut dirajam di lapangan. Ketika batu dilemparkan kepadanya, ia pun lari. Ia dikejar dan terus dirajam hingga mati. Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengatakan hal yang baik tentangnya. Kemudian menshalatinya” (HR. Bukhari no. 6820).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
لا يحل دم امرئ مسلم ، يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ، إلا بإحدى ثلاث : النفس بالنفس ، والثيب الزاني ، والمفارق لدينه التارك للجماعة
“Seorang muslim yang bersyahadat tidak halal dibunuh, kecuali tiga jenis orang: ‘Pembunuh, orang yang sudah menikah lalu berzina, dan orang yang keluar dari Islam‘” (HR. Bukhari no. 6378, Muslim no. 1676)
Demikianlah ngerinya dosa zina, maka hukumannya pun berat dan ngeri. Namun pezina yang ditegakkan dihukuman atasnya, itu menjadi penghapus dosa zinanya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ فِي الدُّنْيَا فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ
“Barangsiapa yang melakukan salah satu dari itu (syirik, mencuri, berzina, membunuh anak) maka hukuman yang ditegakkan atasnya di dunia adalah kafarah (penghapus dosa) baginya” (HR. Al Bukhari no. 18).
Dan ditegakkannya hukuman demikian bagi pezina, merupakan perlindungan bagi keamanan dan kehormatan umat manusia. Syaikh Shalih Al Fauzan menjelaskan:
تطبيق الحدود فيها حماية؛ حمايةٌ للنفس، وحماية للعِرض، وحماية للمال، وحماية للأمن، أمن الجميع. وفيها حماية للمسلمين والضرورات الخمس التي هى: حفظ الدين، حفظ النفس، حفظ العِرض، حفظ المال،هذه هى الضرورات الخمس. وكل واحدة لها عقوبةً محددة، حتى يأمنَّ الناس على دمائهم وعلى أعراضِهم وعلى أموالهم، وكل حدود الله رحمة
“Penerapan hudud merupakan upaya perlindungan. Yaitu perlindungan bagi jiwa, kehormatan, harta serta sebagai penjagaan stabilitas keamanan masyarakat. Dan dalam penerapan hudud juga terdapat perlindungan bagi kaum Muslimin dalam dharuriyatul khams (lima perkara urgen), yaitu: penjagaan agama, penjagaan jiwa (nyawa), penjagaan kehormatan, penjagaan akal, dan penjagaan harta. Inilah dharuriyatul khams. Pelanggaran terhadap setiap poin ini terdapat hukuman tertentu. Sehingga terciptalah keamanan bagi darah manusia, kehormatan mereka, dan harta mereka. Setiap hudud yang Allah tetapkan itu merupakan rahmat”4.
Tentu saja yang berwenang menegakkan hukum ini adalah ulil amri atau orang yang mewakili ulil amri, bukan setiap orang.
Merebaknya zina merupakan sebab Allah timpakan bencana kepada suatu kaum
Allah Ta’ala berfirman:
كُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu krikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur (halilintar), dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri” (Qs. Al-Ankabut: 40).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ما ظهرتِ الفاحشةُ في قومٍ قطُّ يعملُ بها فيهم علانيةً ؛ إلا ظهر فيهم الطاعونُ والأوجاعُ التي لم تكن في أسلافِهم
“Tidaklah merebak perbuatan fahisyah di suatu kaum secara yang dilakukan terang-terangan, kecuali akan menyebar di kaum tersebut penyakit tha’un, dan berbagai penyakit yang belum pernah menimpa orang-orang sebelum mereka” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 3/1225, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib no. 2187).
Dari Ummu Salamah radhiallahu’anha, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
إذا ظهرت المعاصي في أمتي، عَمَّهم بعذاب من عنده” . فقلت: يا رسول الله، أما فيهم أناس صالحون؟ قال: “بلى”، قالت: فكيف يصنع أولئك؟ قال: “يصيبهم ما أصاب الناس، ثم يصيرون إلى مغفرة من الله ورضوان“
“Jika maksiat telah menyebar diantara umatku, Allah akan menurunkan adzab secara umum”. Ummu Salamah bertanya: Wahai Rasulullah, bukankah di antara mereka ada orang shalih? Rasulullah menjawab: Ya. Ummu Salamah berkata: Mengapa mereka terkena juga? Rasulullah menjawab: Mereka terkena musibah yang sama sebagaimana yang lain, namun kelak mereka mendapatkan ampunan Allah dan ridha-Nya” (HR. Ahmad no.27355. Al Haitsami berkata: “Hadits ini ada 2 jalur riwayat, salah jalurnya diriwayatkan oleh para perawi yang shahih”, Majma Az Zawaid, 7/217).
Merebaknya zina merupakan tanda akhir zaman
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إن من أشراط الساعة : أن يرفع العلم ويثبت الجهل ، ويشرب الخمر ، ويظهر الزنا
“Tanda-tanda datangnya kiamat diantaranya: Ilmu agama mulai hilang, dan kebodohan terhadap agama merajalela, banyak orang minum khamr, dan banyak orang yang berzina terang-terangan” (HR. Bukhari no.80).
Tolak dan jauhi budaya Valentine
Telah jelas bagi kita bahwa perayaan Valentine bukan berasal dari Islam, bahkan berasal dari kaum kuffar. Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من تشبه بقوم فهو منهم
“Orang yang menyerupai suatu kaum, ia bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud, 4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, di shahihkan oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1/152).
Umar bin Khathab radhiallahu’anhu juga mengatakan:
اجْتَنِبُوا أَعْدَاءَ اللَّهِ فِي عِيدِهِمْ
“Jauhi perayaan hari-hari raya musuh-musuh Allah” (HR. Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir no. 1804, dengan sanad hasan).
Ditambah lagi dengan kerusakan yang ada pada peringatan ini, yaitu budaya zina, semakin menambah lagi alasan untuk menolak dan menjauhi peringatan ini bagi seorang Muslim yang takut kepada Allah.
Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:
ما يترتب على ذلك من المفاسد والمحاذير كاللهو واللعب والغناء والزمر والأشر والبطر والسفور والتبرج واختلاط الرجال بالنساء أو بروز النساء أمام غير المحارم ونحو ذلك من المحرمات، أو ما هو وسيلة إلى الفواحش ومقدماتها، ولا يبرر ذلك ما يعلل به من التسلية والترفيه وما يزعمونه من التحفظ فإن ذلك غير صحيح، فعلى من نصح نفسه أن يبتعد عن الآثام ووسائلها
“Perayaan (hari valentine) ini mengandung berbagai kerusakan dan hal-hal yang dilarang syari’at, seperti perbuatan yang sia-sia, permainan yang sia-sia, nyanyian, musik, kesombongan, terbukanya aurat wanita, tabarruj (menampakkan keindahan wanita) di depan lelaki non mahram, campur baur antara laki-laki wanita, keluarnya wanita dari rumahnya tanpa mahramnya, dan perkara-perkara haram lainnya. Atau perayaan seperti ini juga menjadi sarana terjadinya zina dan hal-hal yang mendekati zina. Hal tersebut tidak dibenarkan hanya dengan alasan mencari hiburan dan selingan, serta pengakuan mereka bahwa mereka dapat menjaga diri mereka. Ini tidak dibenarkan. Maka siapa yang sayang terhadap dirinya, hendaknya dia menjauhi perbuatan dosa dan sarana-sarananya”5.
Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah dan taufik kepada kaum Muslimin kepada jalan yang lurus. Wallahu waliyyu dzalika wal qaadiru ‘alaihi.
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel: Muslim.or.id
- Halaman web: Halaman web: https://www.statista.com/statistics/385968/share-of-americans-who-may-have-sex-on-valentines-day/↩
- Halaman web https://www.statista.com/statistics/666675/share-of-americans-who-may-have-sex-on-valentines-day-by-relationship-status/↩
- Halaman web https://islamqa.info/ar/73007 ↩
- Halaman web: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/16128 ↩
- Halaman web https://islamqa.info/ar/73007 ↩
Penyebab Tidak Berkahnya Ilmu
Written By Rachmat.M.Flimban on 15 Januari 2018 | 1/15/2018 09:43:00 PM
Penyebab Tidak Berkahnya Ilmu
Akhlaq dan Nasehat, Bahasan Utama
Oleh dr. Raehanul Bahraen
Apa Tujuan Menuntut Ilmu yang Sebenarnya?
Perlu kita ingat kembali bahwa ilmu agama bukanlah tujuan paling utama dari belajar agama dan semata-mata hanya ilmu saja. Akan tetapi tujuan kita belajar agama dan menuntut ilmu adalah agar bisa mengamalkan ilmu tersebut. Jika kita sudah berilmu akan tetapi kita tidak bisa mengamalkan ilmu tersebut, inilah yang disebut dengan “ilmu yang tidak berkah.” Tujuan utama ilmu tidak tercapai yaitu diamalkan. Ilmu tersebut bahkan sia-sia karena tidak bisa menjaga orang yang mengetahui ilmu tersebut.
Contoh Ilmu yang Tidak Berkah
Ilmu yang tidak berkah misalnya, ada orang yang tahu banyak hadits dan ayat mengenai “sabar ketika mendapat musibah” bahkan ia hapal ayat dan hadits tersebut. Akan tetapi, ketika ia mendapat musibah, ia malah tidak sabar dan mencela takdir Allah. Semua ayat dan hadits yang ia hapal ia lupakan saat itu .
Contoh Ilmu yang Berkah
Ilmu yang berkah misalnya, ada orang yang mungkin tidak hapal hadits dan ayat tentang “sabar ketika dapat musibah.” Yang ia ingat hanya sepotong perkataan nasehat ustadz yaitu “Orang sabar akan disayang dan dibantu Allah, jadi harus ridha dengan takdir Allah.” Ketika dapat musibah, ia ingat perkataan ini dan iapun sabar serta tetap berbahagia dengan takdir Allah. Ilmu yang sedikit itu berkah dan bisa menjaganya.
Penyebab Tidak Berkahnya Ilmu
1. Niat menuntut ilmu yang tidak ikhlas
Menuntut ilmu harus ikhlas, bukan untuk sombong dan mendapatkan pujian manusia. Seseorang akan mendapatkan ganjaran sesuai niatnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنما الأعمال بالنية و إنما لكل امرء ما نوى
“Sesungguhnya amal itu sesuai dengan niatnya. Setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.“[1]
Hendaknya kita perbaiki niatkan dan selalu intropeksi diri baik di awal maupun di tengah-tengah amal kita karena hati dan niat manusia bisa dengan mudah berbolak-balik.
Sufyan Ats-Tsauri berkata,
ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي
“Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat yaitu meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak-balik.” [2]
2. Menuntut ilmu hanya sebagai wawasan
Artinya kita tidak pernah berniat menuntut ilmu untuk kita amalkan. Segera kita perbaiki niat kita agar menuntut ilmu untuk mengamalkannya.
Abu Qilabah berkata kepada Ayyub As Sakhtiyani,
إذَا حَدَثَ لَك عِلْمٌ فَأَحْدِثْ فِيهِ عِبَادَةً وَلَا يَكُنْ هَمُّكَ أَنْ تُحَدِّثَ بِهِ النَّاسَ
“Apabila kamu mendapat ilmu, maka munculkanlah keinginan ibadah padanya. Jangan sampai keinginanmu hanya untuk menyampaikan kepada manusia.”[3]
3. Kurang adab dalam menuntut ilmu
Jika cara meminta dan menuntut ilmu saja sudah salah cara dan adabnya, bagaimana bisa kita dapatkan keberkahan ilmu tersebut? Ibarat seseorang akan minta uang atau pinjam sesuatu pada orang lain, akan tetapi dengan cara yang kasar dan membentak serta adab yang jelek, apakah akan diberi?
Maaf, berikut contoh praktik menuntut ilmu dengan adab yang kurang baik:
-Terlambat datang dan tidak minta izin dahulu, tetapi kalau gurunya terlambat langsung ditelpon atau SMS: “ustadz kajiannya jadi tidak?”
-Kalau tidak datang, tidak izin dahulu (untuk kajian yang khusus) dan kajian datang semaunya
-Duduk selalu paling belakang dan sambil menyandar (tanpa udzur)
-ketika kajian terlalu banyak memainkan HP dan gadget tanpa ada keperluan
-Terlalu banyak bercanda atau ribut dalam majelis Ilmu
-Terlalu Fokus ke Ilmu saja tanpa memperhatikan adab, niatnya hanya ingin memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat serta lupa memperhatikan dan mencontoh adab dan akhlak gurunya.
Contoh adab dalam menuntut ilmu adalah tenang dan fokus ketika di majelis ilmu. Ahmad bin Sinan menjelaskan mengenai majelis Abdurrahman bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,
ﻛﺎﻥ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﻣﻬﺪﻱ ﻻ يتحدث في ﻣﺠﻠﺴﻪ، ﻭﻻ ﻳﻘﻮﻡ ﺃﺣﺪ ﻭﻻ ﻳﺒﺮﻯ ﻓﻴﻪ ﻗﻠﻢ، ﻭﻻ ﻳﺘﺒﺴﻢ ﺃﺣﺪ
“Tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang mengasah/meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum.”[4]
4. Sangat jarang atau tidak pernah menghadiri majelis ilmu
Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi kita. Tidak bijak jika secara total kita hanya mengandalkan belajar lewat sosial media yang ilmu tersebut datang kepada kita dengan sendirinya. Ulama dahulu menjelaskan,
ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻳﺆﺗﻰ ﻭ ﻻ ﻳﺄﺗﻲ
“Ilmu (agama) itu didatangi bukan ilmu yang mendatangi”
5. Tidak menuntut ilmu secara bertahap dan tidak istiqamah
Yaitu menuntut ilmu agama tidak teratur dan tidak berurutan sesuai arahan guru. Perhatikan nasihat Syaikh Muhammad Shalih bin Al-‘Utsaimin rahimahullahu berikut:
ﺃﻻ ﻳﺄﺧﺬ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻛﺘﺎﺏ ﻧﺘﻔﺔ، ﺃﻭ ﻣﻦ ﻛﻞ ﻓﻦ ﻗﻄﻌﺔ ﺛﻢ ﻳﺘﺮﻙ؛ ﻷﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻀﺮ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ، ﻭﻳﻘﻄﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻷﻳﺎﻡ ﺑﻼ ﻓﺎﺋﺪﺓ، ﻓﻤﺜﻼً ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻳﻘﺮﺃ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺤﻮ : ﻓﻲ ﺍﻷﺟﺮﻭﻣﻴﺔ ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﻣﺘﻦ ﻗﻄﺮ ﺍﻟﻨﺪﻱ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺍﻷﻟﻔﻴﺔ . .. ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﻘﻪ : ﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺯﺍﺩ ﺍﻟﻤﺴﺘﻘﻨﻊ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﻋﻤﺪﺓ ﺍﻟﻔﻘﻪ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻐﻨﻲ ، ﻭﻣﺮﺓ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ، ﻭﻫﻜﺬﺍ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻛﺘﺎﺏ، ﻭﻫﻠﻢ ﺟﺮﺍ ، ﻫﺬﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻐﺎﻟﺐ ﻻ ﻳﺤﺼﻞُ ﻋﻠﻤﺎً، ﻭﻟﻮ ﺣﺼﻞ ﻋﻠﻤﺎً ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺤﺼﻞ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﻻ ﺃﺻﻮﻻً
“Janganlah mempelajari buku sedikit-sedikit, atau setiap cabang ilmu sepotong-sepotong kemudian meninggalkannya, karena ini membahayakan bagi penuntut ilmu dan menghabiskan waktunya tanpa faidah,
Misalnya:
Sebagian penuntut ilmu memperlajari ilmu nahwu, ia belajar kitab Al-Jurumiyah sebentar kemudian berpindah ke Matan Qathrun nadyi kemudian berpindah ke Matan Al-Alfiyah. Demikian juga ketika mempelajari fikih, belajar Zadul mustaqni sebentar, kemudian Umdatul fiqh sebentar kemudian Al-Mughni kemudian Syarh Al-Muhazzab, dan seterusnya. Cara seperti Ini umumnya tidak mendapatkan ilmu, seandainya ia memperoleh ilmu, maka ia tidak memperoleh kaidah-kaidah dan dasar-dasar.”[5]
Demikian semoga bermanfaat
Sumber Artikel : Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] HR. Muslim
[2] Jami’ Al-‘ulum wal hikam hal. 18, Darul Aqidah, Koiro, cet.I, 1422 H
[3] Al-Adab Asy-Syar’iyyah 2/45, Muhammad Al-Maqdisy, Syamilah
[4] Siyaru A’lamin Nubala’ 17/161, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah
[5] Kitabul ‘ilmi syaikh ‘Utsaimin hal. 39, Darul Itqaan, Iskandariyah