بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Fiqh, Syarah Keutamaan Dzikir, 1-13
Disalin dari: eBook Ibnu Majjah
1. Terjemah Hishnul Muslim oleh Syaikh Dr. Sa'id bin Ali bin Wahf al-Qahthani
2. Terjemah Syarah Do'a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad,
dengan koreksian Syaikh Dr. Sa'id bin Ali bin Wahf al-Qahthani, hal 59-78.
Syarah Keutamaan Dzikir (1 dari 13)
Allah Ta'ala berfirman,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِي وَلاَ تَكْفُرُونِ
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku." (QS. Al-Baqarah/2: 152)
Dengan kata lain, ingatlah kepada-Ku dengan ketaatan, maka Aku akan mengingatmu dengan ampunan. Hak Allah Ta'ala mengingatkan orang agar berdzikir kepada-Nya. Siapa saja yang dzikir kepada-Nya dengan ketaatan, maka Allah akan ingat kepadanya dengan kebaikan. Sedangkan siapa yang ingat kepada-Nya dengan berbagai kemaksiatan, maka dia akan diingat Allah dengan laknat dan tempat kembali yang sangat buruk.
Dikatakan, "Ingatlah kepada-Ku ketika dalam kebahagiaan, maka Aku ingat kepadamu ketika dalam bala."
Syarah Keutamaan Dzikir (2 dari 13)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً
"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya." (QS. Al-Ahzab/33: 41)
Dengan kata lain dzikirlah kepada Allah dengan lisan, dzikirlah kepada-Nya dalam segala keadaan, karena manusia tidak akan lepas, apakah dalam keadaan taat ataupun maksiat, nikmat ataupun sangat sulit. Jika dalam keadaan taat, maka dia harus dzikir kepada Allah Ta'ala dan tetap dengan ikhlas dan memohon kepada-Nya penerimaan dan taufik-Nya. Sedangkan jika dalam keadaan maksiat, maka dia harus dzikir kepada Allah Ta'ala dengan memohon taubat dan ampunan kepada-Nya. Sedangkan jika dalam keadaan nikmat, maka dia harus dzikir kepada-Nya dengan syukur kepada-Nya. Sedangkan jika dalam keadaan yang sangat sulit, maka dia harus dzikir kepada Allah dengan sabar.
Dikatakan, اذْكُرُوا اللَّهَ 'berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah' adalah pujilah Dia dengan berbagai macam pujian, baik berupa pensucian, pemuliaan, tahlil, pengagungan, dan semua pujian yang layak bagi-Nya. Dan perbanyaklah semua itu.
Bisa saja yang dimaksud dengan dzikir dan memperbanyaknya adalah memperbanyak semangat untuk beribadah. Sesungguhnya semua ketaatan dan semua kebaikan adalah bagian dari dzikir.
Syarah Keutamaan Dzikir (3 dari 13)
وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيراً وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
"... Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS. Al-Ahzab/33: 35)
Dengan kata lain, mereka yang dzikir kepada Allah Ta’ala dengan lisan, baik laki-laki atau perempuan. Ungkapan ini dalam kapasitas pujian bagi laki-laki dan perempuan yang dzikir kepada Allah.
Siapa saja yang banyak berdzikir kepada Allah sehingga hatinya nyaris tidak pernah kosong dari dzikir kepada Allah, demikian juga lisannya atau keduanya.
Banyak membaca Al-Qur’an dan sibuk dengan ilmu dan dzikir.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ اسْتَيْقَظَ مِنْ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ جَمِيعًا كُتِبَا مِنْ الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ
"Barangsiapa bangun dari tidurnya, lalu membangunkan istrinya, kemudian keduanya melakukan shalat dua rakaat berjama'ah, maka keduanya telah tertulis sebagai laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah."1
Jika seseorang merutinkan berbagai dzikir yang ma’tsur pada waktu pagi dan sore dan dalam setiap waktu dan kondisi yang bermacam-macam di malam dan siang hari, maka dia termasuk orang yang banyak berdzikir kepada Allah.
Syarah Keutamaan Dzikir (4 dari 13)
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعاً وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلاَ تَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan sore, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al-A'raf/7: 205)
Dengan kata lain: bacalah, wahai Muhammad jika engkau menjadi imam dalam dirimu; تَضَرُّعاً 'dengan merendahkan diri', dengan kata lain, dengan tenang; وَخِيفَةً 'dan rasa takut' adalah takut dari adzab-Nya.
Adh-Dhahhak berkata, "Artinya jaharkanlah (mengeraskan suara) dalam membaca pada shalat shubuh, maghrib, dan isya."
وَلاَ تَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ 'dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai', dengan kata lain, jangan lupa membaca dalam shalat dzuhur dan ashar, karena engkau menyembunyikan bacaan dalam kedua shalat itu.
Az-Zamakhsyari Rahimahullah berkata, "Firman Allah Ta'ala وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعاً 'dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri' bersifat umum dan berkaitan dengan semua macam dzikir berupa bacaan Al-Qur’an, do'a, tasbih, tahlil, dan lain sebagainya. تَضَرُّعاً وَخِيفَةً 'dengan merendahkan diri dan rasa takut', dengan penuh rasa harap dan rasa takut. وَدُونَ الْجَهْرِ 'dan dengan tidak mengeraskan suara', dengan berbicara menggunakan suara yang tidak terlalu keras. Karena dengan menyernbunyikan lebih dalam masuk ke dalam wilayah keikhlasan dan lebih dekat kepada tafakur yang baik. بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ 'di waktu pagi dan sore', karena kesibukan yang padat pada dua waktu tersebut atau menghendaki untuk dijadikan rutin. Makna بِالْغُدُوّ 'di waktu pagi' adalah pada waktu-waktu di pagi hari. Itulah waktu-waktu yang disebut ghadawaat. وَلاَ تَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ 'dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai', dari golongan mereka yang lalai untuk dzikir kepada Allah dan melupakannya.
بِالْغُدُوّ 'di waktu pagi' adalah permulaan siang hari.
Ungkapan وَالآصَالِ 'di waktu sore' adalah bentuk jamak dari ashiil, yaitu waktu antara ashar dan maghrib.
Syarah Keutamaan Dzikir (5 dari 13)
Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda,
مَثَلُ الَّذِيْ يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِيْ لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
"Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dan orang yang tidak berdzikir kepada Rabbnya adalah seperti orang hidup dan orang mati." (Muttafaq alaih)2
Shahabi hadits di atas adalah Abu Musa Al-Asyari Abdullah bin Qais Radhiyallahu Anhu.
Ungkapan مَثَلُ الَّذِيْ 'perumpamaan orang yang' adalah perumpamaan orang yang يَذْكُرُ رَبَّهُ 'berdzikir kepada Rabbnya' dengan suatu macam dari berbagai macam dzikir.
Wajh tasybiih 'bentuk keserupaan' antara orang mati dan orang lalai adalah masing-masing keduanya tiada manfaat dan pemanfaatan. Bisa juga yang dimaksud ungkapan الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ 'orang hidup dan orang mati' adalah yang ada dan yang tiada. Sehingga orang yang berdzikir sama dengan orang yang ada; sedangkan orang yang lalai sama dengan orang yang tiada. Sebagaimana halnya yang ada memiliki buah-buahnya, maka demikian juga orang yang berdzikir memiliki buah-buahnya di dunia dan di akhirat. Dan sebagaimana yang tiada tidak memiliki sesuatu apa-pun, maka sedemikian pula orang yang lalai tidak memiliki sesuatu apa pun, baik di dunia ataupun di akhirat.
Kemudian perumpamaan pada perkataan mereka itu berarti perbandingan.
Syarah Keutamaan Dzikir (6 dari 13)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda,
أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ، وَأَرْفَعِهَا فِيْ دَرَجَاتِكُمْ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ؟ قَالُوْا بَلَى. قَالَ: ذِكْرُ اللهِ تَعَالَى
'"Maukah kusampaikan kepada kalian semua sebaik-baik amal kalian, sesuci-sucinya menurut Penguasa kalian, yang paling tinggi derajatnya bagi kalian, dan lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, lebih baik bagi kalian daripada kalian bertempur dengan pasukan musuh sehingga kalian menebas leher mereka dan mereka menebas leher kalian?' Mereka menjawab, 'Ya'. Beliau bersabda, 'Dzikir kepada Allah Ta'ala'."3
Perawi hadits ini adalah Shahabat Abu Ad-Darda Uwaimir bin Amir Radhiyallahu Anhu.
Sesungguhnya dzikir kepada Allah Azza wa Jalla adalah lebih utama dari segala macam amal. Bahkan merupakan amal yang paling suci. Paling tinggi derajatnya. Dan dia lebih utama daripada sedekah. Di mana beliau bersabda,
وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ
"... Dan lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak..."
Dzikir lebih utama daripada jihad, di mana beliau bersabda,
وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ
"... Dan lebih baik bagi kalian daripada kalian bertempur dengan pasukan musuh sehingga kalian menebas leher mereka ..."
Menebas leher para musuh adalah jihad. Bahkan lebih utama daripada kesyahidan, hingga beliau bersabda,
وَيَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ
"... Dan mereka menebas leher kalian."
Karena kesyahidan yang utama adalah terpenggalnya leher-leher oleh tangan-tangan para musuh di jalan Allah Ta'ala.
Ungkapan أَلاَ 'maukah' atau 'ketahuilah' adalah ungkapan yang berfungsi untuk menarik perhatian. Seakan-akan pembicara mengingatkan dan menarik perhatian orang kedua karena adanya perkara yang agung keadaannya dan jelas dalilnya.
Ungkapan أُنَبِّئُكُمْ 'kusampaikan kepada kalian semua', dari kata an-naba` yang artinya berita atau kabar. Dari kata itu pula muncui kata jadian nabi 'orang yang diberi kabar dari Allah Ta'ala'.
Ungkapan وَخَيْرٍ 'dan sebaik-baik' di sini artinya 'lebih baik'. Lafazh خير dan شر dipakai untuk bentuk dengan wazan أفْعَلُ untuk arti 'lebih' (tafdhil) sesuai dengan bentuk keduanya yang demikian.
Ungkapan وَأَزْكَاهَا 'sesuci-sucinya', dengan kata lain, adalah lebih suci yang berasal dari akar kata زَكَاةٌ yang artinya bersuci. Allah Ta'ala berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)." (Al-A'la/87: 14)
Dengan kata lain, telah bersuci. Atau dari akar kata النّمَاءُ 'pertumbuhan'. Dikatakan زَكَى الزَّرْعُ jika tanaman itu tumbuh.
Ungkapan اَلْـمَلِيْكُ adalah salah satu nama di antara nama-nama Allah ta'ala. اَلْـمَلِيْكُ, اَلْـمَلِكُ, dan اَلْـمَالِكُ semuanya adalah dari akar kata اَلْـمَلِكُ.
Ungkapan الْوَرِقِ adalah perak.
Ungkapan بَلَى 'ya', dengan kata lain, adalah 'ya sampaikan kepada kami'. Karena kata بَلَى adalah khusus untuk menjawab pertanyaan dalam bentuk penafian, baik peniadaan itu dalam bentuk pertanyaan atau bentuk kabar. Terhadap orang yang mengatakan: لَـمْ يَقُمْ زَيْدٌ أَوْ أَلَـمْ يَقُمْ زَيْدٌ؟ 'Zaid belum bangun' atau 'bukankah Zaid belum bangun?' Maka jawabnya adalah بَلَى 'ya', dengan kata lain, 'ya dia telah bangun'. Yang demikian pula firman Allah Ta'ala.
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى
'"Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, 'Betul (Engkau Tuhan kami)'." (Al-A'raf/7: 172)
Dengan kata lain, benar Engkau adalah Tuhan kami. Jika mereka mengatakan نَعَمْ 'ya', maka jadilah mereka itu kafir, karena نَعَمْ akan menetapkan apa-apa sebelumnya, apakah dalam bentuk penafian atau pun positif, kecuali jika dibawa kepada tradisi.
Bookmark;
1. Abu Dawud, no. 1309, dan lain-lainnya. Kemudian dishahihkan Al-Albani. Lihat Shahih Abu Dawud.
2. Al-Bukhari dalam Fathul Bari, (11/208), hadits ini darinya no. 6407; dan Muslim, (1/539), no. 779, dengan lafazh:
مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ وَالْبَيْتِ الَّذِي لاَ يُذْكَرُ الله فِيْهِ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
"Perumpamaan rumah yang di dalamnya dzikir kepada Allah dan rumah yang di dalamnya tiada dzikir kepada Allah adalah seumpama orang hidup dan orang mati.".
3. At-Tirmidzi, (5/459), no. 3377; Ibnu Majah, (2/1246), no. 3790. Juga lihat Shahih Ibnu Majah, (2/316); dan Shahih At-Tirmidzi, (3/139).
Sumber; Di Nukil dari eBook Karya Ibnu majjah
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
author;
Rachmat Machmud. Flimban
Posting Komentar