Fiqh, Fikih Sirah Nabawiyah
Faedah Sirah Nabi: Penjagaan Allah yang Luar Biasa
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Pada edisi sebelumnya telah dibahas bagaimanakah bentuk penjagaan Allah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum diangkat menjadi seorang Nabi.
Apa hikmah dan pelajaran yang diambil dari kisah yang lalu:
Pada edisi sebelumnya telah dibahas bagaimanakah bentuk penjagaan Allah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum diangkat menjadi seorang Nabi.
Apa hikmah dan pelajaran yang diambil dari kisah yang lalu:
- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki karakteristik kemanusiaan yang sempurna. Beliau adalah anak muda seperti anak muda lainnya. Beliau bersosialisasi dengan masyarakat dan bekerjasama dengannya. Beliau merasakan seperti yang dirasakan oleh anak muda lainnya, dan jiwanya memiliki kecenderungan seperti kecenderungan anak muda lainnya dalam masalah yang lumrah.
- Allah Ta’ala telah menjaganya dari segala fenomena yang miring. Selain ma’shum dengan cara mendapatkan wahyu, beliau juga telah dijaga oleh Allah Ta’ala dari kesesatan, dari kehendak nafsunya, atau dari tekanan masyarakatnya, hingga beliau terhindar dari pelanggaran itu sebelum terjadi atau sebelum tersentuh.
- Beliau telah hidup pada masa mudanya dengan akhlak yang terpuji, fitrah yang bersih, jauh dari sentuhan berhala, kemusyrikan, dan khurafat, hingga beliau tumbuh dan besar dengan suci bersih, dan terkenal dengan sifat jujur dan amanah. Semua itu sebagai pengantar menuju risalah kenabian yang akan diembannya.
- Adanya sifat-sifat yang terpuji itu dalam diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan‘inayah ilahiyyah (bimbingan Allah), dan eratnya kaitan sifat-sifat tersebut dengan kenabiannya shallallahu ‘alaihi wa sallam, menunjukkan kepada kita tentang pentingnya akhlak tersebut bagi seorang da’i. Oleh karena itu, keistiqamahn da’i dan penjagaannya untuk selalu jujur dan berakhlak mulia adalah sangat penting dalam rangka menjadikan manusia simpati kepadanya, sehingga tidak menemukan pendengki atau pengkritik yang mencibirnya dengan sesuatu dari masa lalunya.
- Sebenarnya mudah bagi Allah untuk melahirkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kondisi tanpa adanya keinginan seperti kebiasaan anak muda dari senda gurau, menganggap enteng masalah aurat, dan sebagainya. Namun, bila itu terjadi, maka bisa saja dipahami bahwa itu adalah sebuah tindakan menjauh dari masyarakat dan termasuk sisi kelemahan sebagai seorang manusia biasa. Lain halnya bila kecenderungan seperti itu memang ada dalam benak sanubarinya, tetapi terjaga dari melakukannya. Di situlah akan nampak keistimewaan kepribadiannya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Ulama mengingkari kebenaran riwayat yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyaksikan acara-acara pertunjukan orang-orang musyrik bersama mereka. Para ulama menyatakan bahwa seperti itu tidak benar.
Penjagaan Allah yang Luar Biasa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi nasehat pada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ
“Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu.” (HR. Tirmidzi, no. 2516 dan Ahmad, 1:293. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih) Yang dimaksud menjaga Allah di sini adalah menjaga batasan-batasan, hak-hak, perintah, dan larangan-larangan Allah. Barangsiapa menjaga diri dengan melakukan perintah dan menjauhi larangan, maka ia akan mendapatkan penjagaan dari Allah Ta’ala. Inilah yang dimaksud al-jazaa’ min jinsil ‘amal, yaitu balasan sesuai dengan amal perbuatan.
Jika seseorang menjaga hak-hak Allah sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka Allah pun akan selalu menjaganya. Bentuk penjagaan Allah ada dua macam, yaitu:
Penjagaan pertama:
Allah akan menjaga urusan dunianya yaitu ia akan mendapatkan penjagaan diri, anak, keluarga, dan harta. Bentuknya di antaranya adalah:
- Penjagaan melalui malaikat Allah
- Penjagaan di kala usia senja
- Penjagaan pada keturunan dan keluarga
- Dirinya dijaga oleh Allah
Di antara bentuk penjagaan Allah adalah ia akan selalu mendapatkan penjagaan dari malaikat Allah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. Ar-Ra’du: 11).
Ada cerita mengenai Al-Qadhi Abu Syuja’ (Ahmad bin Al Husain bin Ahmad Asy-Syafi’i rahimahullah) yang menulis kitab Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib. Perlu diketahui bahwa beliau adalah di antara ulama yang mati pada usia sangat tua. Umur beliau ketika meninggal dunia adalah 160 tahun (433-596 Hijriyah). Beliau terkenal sangat dermawan dan zuhud. Beliau sudah diberi jabatan sebagai qadhi pada usia belia yaitu 14 tahun. Keadaan beliau di usia senja (di atas 100 tahun), masih dalam keadaan sehat wal afiat. Begitu pula ketika usia senja semacam itu, beliau masih diberikan kecerdasan. Tahukah Anda apa rahasianya? Beliau tidak mempunyai tips khusus untuk rutin olahraga atau yang lainnya. Namun perhatikan apa tips beliau, “Aku selalu menjaga anggota badanku ini dari bermaksiat pada Allah di waktu mudaku, maka Allah pun menjaga anggota badanku ini di waktu tuaku.”
Di antaranya kita dapat melihat pada kisah dua anak yatim yang mendapat penjagaan Allah karena ayahnya adalah orang yang sholih. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih.” (QS. Al-Kahfi: 82).
‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz pernah mengatakan, “Barangsiapa seorang mukmin itu mati (artinya: ia selalu menjaga hak Allah, pen), maka Allah akan senantiasa menjaga keturunan-keturunannya.”
Sa’id bin Al-Musayyib rahimahullah mengatakan pada anaknya, “Wahai anakku, aku selalu memperbanyak shalatku dengan tujuan supaya Allah selalu menjagamu.” Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:467.
Jika seseorang berbuat maksiat, maka ia juga dapat melihat tingkah laku yang aneh pada keluarganya bahkan pada hewan tunggangannya. Sebagaimana sebagian salaf mengatakan, “Jika aku bermaksiat pada Allah, maka pasti aku akan menemui tingkah laku yang aneh pada budakku bahkan juga pada hewan tungganganku.”
Ada orang yang ingin diganggu oleh hewan lantas dijaga oleh Allah. Sebagaimana terjadi pada Safinah–bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam–ketika kendaraannya (perahunya) rusak dan ia terdampar di suatu pulau. Ketika itu ia melihat seekor singa. Singa itu malah jalan bersamanya hingga ditunjukkan jalan keluar. Lantas hewan tersebut seperti menyampaikan perpisahan dengannya lantas kembali. Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:468.
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa menjaga (hak-hak) Allah, maka Allah akan menjaganya dari berbagai gangguan.” Sebagian salaf mengatakan, “Barangsiapa bertakwa pada Allah, maka Allah akan menjaga dirinya.
Barangsiapa lalai dari takwa kepada Allah, maka Allah tidak ambil peduli padanya. Orang itu berarti telah menyia-nyiakan dirinya sendiri. Allah sama sekali tidak butuh padanya.” Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:467.
Penjagaan kedua:
Penjagaan yang lebih dari penjagaan pertama, yaitu Allah akan menjaga agama dan keimanannya. Allah akan menjaga dirinya dari pemikiran rancu yang bisa menyesatkan dan dari berbagai syahwat yang diharamkan. Inilah penjagaan yang lebih luar biasa dari penjagaan pertama tadi. Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:468.
Semoga kita senantiasa dijaga oleh Allah ketika kita menjaga aturan-aturan-Nya.
Referensi:
1. Fikih Sirah Nabawiyah. Cetakan kelima, 2016. Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Zaid. Penerbit Darus Sunnah;
2. Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Ibnu Hajar Al-Hambali. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
Sumber Artikel; Rumaysho.Com
Posting Komentar