Serial 27 Alam Jin: Jin Ada yang Masuk Surga
Written By Rachmat.M.Flimban on 13 Mei 2017 | 5/13/2017 09:19:00 PM
Jin juga ternyata bisa masuk surga jika mereka beriman dan bertakwa.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ
“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga” (QS. Ar Rahman: 46). Ayat ini tertuju pada manusia dan jin.
Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan, “Ayat di atas berlaku umum untuk manusia dan jin. Ayat tersebut adalah dalil yang mendukung bahwa jin juga masuk surga jika ia beriman dan bertakwa. Oleh karena itu, Allah menjanjikan kepada jin dan manusia dengan balasan seperti itu.” (Shahih Tafsir Ibnu Katsir, 4: 344-345)
Keadaan jin yang beriman di surga sama dengan keadaan manusia yang beriman di surga. Demikianlah pendapat mayoritas ulama yang menyatakan bahwa jin juga masuk ke dalam surga. Jin juga mendapatkan balasan sebagaimana manusia,
فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As Sajadah: 17). Ayat ini ditujukan pada manusia dan jin.
Sedangkan jin kafir akan masuk neraka sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut,
لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS. Hud: 119)
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia” (QS. Al A’raf: 179).
Ibnu Muflih dalam Al Furu’ menyatakan,
الجن مكلفون في الجملة يدخل كافرهم النار، ويدخل مؤمنهم الجنة، لا أنه يصير ترابًا كالبهائم، وثوابه النجاة من النار
“Jin dibebani syari’at secara umum. Yang kafir di antara jin dimasukkan dalam neraka. Sedangkan yang beriman dimasukkan dalam surga. Namun mereka sebenarnya menjadi debu seperti halnya hewan ternak. Balasan dari amalan mereka adalah selamat dari neraka.”
Imam As Suyuthi dalam Al Asybah wan Nazhair menyatakan,
لا خلاف في أن كفار الجن في النار، واختلف هل يدخل مؤمنهم الجنة ويثابون على الطاعة؟ على أقوال أحسنها نعم، وينسب للجمهور
“Tidak ada khilaf di antara para ulama bahwa jin yang kafir akan disiksa di neraka. Sedangkan yang diperselisihkan mengenai jin yang beriman apakah mereka masuk surga karena ketaatan mereka. Pendapat yang paling tepat, iya, mereka masuk surga. Pendapat inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama.”
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Syaikh Musthofa Al ‘Adawiy, terbitan Darul Fawaid, cetakan pertama, tahun 1427 H.
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=50194
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=18484
Selesai disusun ba’da Shubuh di Panggang, Gunungkidul, 2 Rajab 1436 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber Artikel ; Muslim.Or.Id
Serial 26 Alam Jin: Mungkinkah Jin Masuk Islam?
Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya ada jin yang beriman dan ada jin yang kafir yaitu setan. Sebelumnya, setan itu taat pada Allah dan beribadah pada-Nya bersama malaikat, namun kemudian ia kafir.
Ketika setan kafir, ia ridha dengan kekafirannya dan sangat menyukai kejelekan. Setan pun sangat senang dengan kejelekan dan mengajak lainnya untuk berbuat jelek. Ia mengajak demikian karena tabiat asalnya memang jelek seperti itu. Sebab itulah yang membuatnya disiksa sebagaimana disebutkan dalam ayat,
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (82) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (83)
“Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka” (QS. Shad: 82-83).
Lantas mungkinkah setan masuk Islam?
Pembesar setan yaitu Iblis, tentu tidak mungkin diharapkan keislamannya. Karena Allah telah mengabarkan bahwa ia akan tetap dalam kekafirannya. Dalam firman Allah disebutkan,
قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ (77) وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّينِ (78) قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (79) قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ (80) إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ (81)
“Allah berfirman: “Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk, Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.” Iblis berkata: “Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.” Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari Kiamat).” (QS. Shad: 77-81)
Sedangkan jin lainnya, nampak masih bisa diharapkan keislamannya. Dalilnya adalah qorin atau jin yang biasa mengiringi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk Islam.
Dalil yang dimaksud adalah hadits dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ مِنَ الْجِنِّ ». قَالُوا وَإِيَّاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « وَإِيَّاىَ إِلاَّ أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِى عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلاَ يَأْمُرُنِى إِلاَّ بِخَيْرٍ »
“Tidaklah seseorang di antara kalian melainkan ada jin yang selalu menemaninya.” Para sahabat pun bertanya, “Engkau juga seperti itu wahai Rasulullah?” “Iya, aku juga termasuk. Namun Allah telah menolongku, qorin yang biasa menemaniku telah masuk Islam dan ia tidaklah memerintahkanku kecuali pada kebaikan.” (HR. Muslim no. 2814).
Semoga Allah beri kepahaman. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Bookmark:
‘Alamul Jin wasy Syaithon, Syaikh Prof. Dr. ‘Umar bin Sulaiman bin ‘Abdullah Al Asyqor, terbitan Darun Nafais, cetakan kelimabelas, tahun 1423 H.
Selesai disusun selepas ‘Ashar di Panggang, Gunungkidul, 15 Rabi’ul Akhir 1435 H
Sumber Artikel Muslim.Or.Id
Rukun-Rukun Shalat
Written By Rachmat.M.Flimban on 12 Mei 2017 | 5/12/2017 02:55:00 AM
Pertama: Meninggalkannya dengan sengaja. Dalam kondisi seperti ini shalatnya batal dan tidak sah dengan kesepakatan para ulama.
Kedua:
Meninggalkannya karena lupa atau tidak tahu. Di sini ada tiga rincian,
Rukun pertama:
Berdiri bagi yang mampu
Rukun kedua:
Takbiratul ihram
Rukun ketiga:
Membaca Al Fatihah di Setiap Raka’at
Rukun keempat dan kelima:
Ruku’ dan thuma’ninah
Rukun keenam dan ketujuh:
I’tidal setelah ruku’ dan thuma’ninah
Rukun kedelapan dan kesembilan:
Sujud dan thuma’ninah
Rukun kesepuluh dan kesebelas:
Duduk di antara dua sujud dan thuma’ninah
Rukun kelimabelas:
Salam
Fiqh, Bolehkah Anak Kecil Satu Shaf Dengan Orang Dewasa
Written By Rachmat.M.Flimban on 11 Mei 2017 | 5/11/2017 11:55:00 PM
Barometer Akhlak Mulia
Barometer Akhlak Mulia ADAB dan ETIKA Oleh : Ustadz Muhammad Zaen, MA PENDAHULUAN |
Begitu banyak orang keliru menggunakan standar dalam menilai baik-buruknya orang lain. Keramahan, ringan tangan dalam membantu orang lain dan suka nraktir termasuk sebagian standar umum yang sering dikategorikan pertanda kebaikan budi seseorang. Sebenarnya, pola penilaian seperti itu tidaklah mutlak keliru. Hanya saja kurang jeli karena masih menyisakan titik kelemahan. Sebab sangat mungkin, seseorang itu menerapkan dua akhlak (perilaku) yang berbeda pada dua kesempatan yang berbeda. Berakhlak mulia di satu tempat, tetapi tidak demikian di tempat yang lain, tergantung kepentingannya. Lantas, bagaimanakah cara Islam menentukan kemuliaan akhlak dan pribadi seseorang? Apakah barometer bakunya? Tulisan sederhana ini berusaha sedikit mengupas dan mengungkap permasalahan tersebut. ISLAM, AGAMA AKHLAK Di antara tujuan utama Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم diutus, selain untuk menegakkan tauhid di muka bumi, adalah menyempurnakan akhlak umat manusia. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: بُعثْتُ لِأُتَـمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلاَقِ Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. al-Hakim dan dishahihkan oleh al-Albani) Betapa besar perhatian Islam terhadap pembentukan akhlak yang luhur pada umatnya, karenanya tidak hanya menjelaskan hal ini secara global, namun Islam juga menerangkannya secara detail. Islam telah memaparkan bagaimana akhlak seorang Muslim kepada Rabbnya, keluarganya, tetangganya, bahkan kepada hewan dan tetumbuhan sekalipun. Alangkah indahnya petunjuk Islam! Di antara persoalan yang tidak lepas dari sorotannya ialah penjelasan tentang barometer akhlak mulia. Yakni, kapankah seseorang itu berhak dinilai memiliki akhlak mulia. Atau dengan bahasa lain, aspek apakah yang bisa dijadikan 'jaminan' seseorang benar-benar berakhlak mulia pada seluruh sisi kehidupannya? |
Mengingkari Kemungkaran Dengan Demonstrasi dan Pembunuhan
Written By Rachmat.M.Flimban on 08 Mei 2017 | 5/08/2017 05:17:00 AM
Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Ali Al-Ghasun ditanya : Dua tahun yang lalu kami mendengar ceramah sebagian da’i membahas metode-metode dakwah dan cara mengingkari kemungkaran, di dalam metode-metode tersebut mereka masukkan demonstrasi, pembunuhan dan barangkali sebagian mereka memasukkan hal tersebut dalam bab jihad Islam.
Kami mohon penjelasan Anda, apakah hal tersebut termasuk metode-metode dakwah yang syar’i ataukah termasuk bentuk bid’ah yang tercela dan tidak diperbolehkan ?
Kami mohon penjelasan, bagaimana cara bermuamalah yang sesuai dengan syari’at terhadap orang yang mengajak melakukan perbuatan-perbuatan tersebut, dan berpendapat seperti itu serta menyeru kepadanya ?
Jawaban
Alhamdulillah. Telah jelas bahwasanya amar ma’ruf dan nahi mungkar, berdakwah dan memberikan petunjuk merupakan dasar agama Allah (Islam), akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di kitabNya yang mulia.
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. [An-Nahl/16 : 125]
Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Musa dan Harun kepada Fir’aun maka Allah berfirman.
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut. [Thaha/20 : 44]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dengan hikmah serta memerintahkan untuk berdakwah dengan hikmah dan sabar, hal ini terdapat pada Al-Qur’an Al-Karim pada surat Al-Ashr : Bismillahirrahmanirrahim.
وَالْعَصْرِ﴿١﴾إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ﴿٢﴾إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menatapi kesabaran”. [Al-Ashr/103 : 1-3]
Hendaklah seorang da’i di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan penyeru amar ma’ruf dan nahi mungkar senantiasa menghiasi diri dengan kesabaran, mengharapkan pahala serta lapang, menerima apa yang didengar atau apa yang didapatkan ketika berdakwah fi sabilillah.
Adapun manusia yang meniti jalan yang keras -semoga Allah melindungi kita-, menyakiti manusia, menempuh jalan yang penuh kebingungan atau jalan perselisihan dan memecah belah persatuan, semua itu merupakan perkara-perkara syaithaniyah (perilaku setan), juga menjadi dasar pemikiran khawarij, mereka melakukan pembunuhan sebagai cara mengingkari kemungkaran terhadap perkara-perkara yang tidak mereka sukai dan menyelisihi aqidah mereka, menumpahkan darah, mengkafirkan orang serta masih banyak lagi.
Perbedaan cara dakwah para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta pendahulu kita dengan dakwah Khawarij serta orang-orang yang sejalan dengan aqidah mereka adalah bahwasanya para sahabat berdakwah dengan hikmah dan memberikan pelajaran yang baik, menjelaskan kebenaran, sabar, menerima apa yang terjadi, serta mengharapkan balasan dan pahala. Sedangkan metode dakwah Khawarij adalah dengan melakukan pembunuhan terhadap manusia, menumpahkan darah, mengkafirkan, memecah belah persatuan, menghancurkan kesatuan kaum muslimin yang kesemuanya jelas perbuatan yang amat hina dan diada-adakan.
Orang-orang seperti itu sebaiknya dijauhi, menjaga jarak dari mereka, berhati-hati terhadap mereka karena merekalah yang memecah belah kaum muslimin yang merupakan jama’ah penuh rahmat, mereka ini kelompok yang pantas mendapat murka dan siksa -semoga Allah melindungiku-, seandainya penduduk negeri berkumpul melakukan kebajikan, membentuk satu kesatuan maka mereka akan jaya dan berwibawa.
Jika penduduk suatu negeri berpecah belah, saling menghancurkan, berselisih serta saling memusuhi, maka yang demikian ini adalah perkara bid’ah lagi keji dan seperti jalannya orang yang terdahulu. Mereka datang dari kelompok orang-orang yang memisahkan diri dari jama’ah, yang telah membunuh Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu dan para sahabat lainnya yang ikut dalam bai’at ridwan.
Mereka membunuh karena memimpikan kebaikan padahal mereka adalah dedengkotnya keburukan, kebid’ahan, perselisihan dan perpecahan. Merekalah yang telah menghancurkan dan melemahkan kesatuan kaum muslimin. Begitu juga jika mendapati seseorang yang berkata seperti mereka, mengambilnya serta berprasangka baik terhadap mereka (Khawarij), maka wajib untuk menjauhinya karena dia adalah bahaya bagi kaumnya, dan orang-orang yang berada di sekitarnya.
Yang benar, bahwasanya seorang muslim itu harus selalu bekerja keras, mengajak kepada kebaikan dan mengerjakannya dengan sempurna, berkata yang benar, berdakwah dengan lemah lembut, berprasangka baik kepada saudara-saudaranya dan menyadari bahwasanya kesempurnaan merupakan sesuatu yang sulit, dan yang ma’shum hanyalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seandainya mereka lenyap maka tidak akan muncul yang lebih baik dari mereka. Sekiranya manusia-manusia itu lenyap apakah itu para pemimpin, pemegang pemerintahan, penuntut ilmu atau suatu bangsa maka akan muncul yang lebih buruk daripada mereka, karena tidaklah datang suatu masa kecuali lebih buruk dari yang sebelumnya. Siapa saja yang menginginkan agar manusia mencapai tingkat kesempurnaan atau bersih dari segala kesalahan dan kekhilafan maka ia telah sesat dan termasuk Khawarij yang telah memecah belah umat, serta menindas mereka.
Hal inilah yang ditentang oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah terhadap Rafidhah, Khawarij, Mu’tazilah serta seluruh cabang dari keburukan dan kebid’ahan.
(Majalah Safinah An-Najah edisi 2 Januari 1991)
[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Penerjemah Andi Masyudin, Terbitan Pustaka At-Tazkia, Juni 2004]
Sumber: Almanhaj.or.id