Latest Post
Tampilkan postingan dengan label soaljawab. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label soaljawab. Tampilkan semua postingan

Fatwa Ulama: Mencium Mushaf Al Qur’an

Written By Rachmat.M.Flimban on 19 Juli 2017 | 7/19/2017 02:54:00 AM

Fatwa Ulama: Mencium Mushaf Al Qur’an

Bolehkah ber-ta'abbud (mencari pahala) dengan mencium mushaf Al Qur'an sebagaimana kita ber-ta'abbud ketika mencium hajar aswad?

By Yulian Purnama 27 October 2016



Fatwa Syaikh Abdul Karim Al Khudhair

Soal:

Bolehkah ber-ta’abbud (mencari pahala) dengan mencium mushaf Al Qur’an sebagaimana kita ber-ta’abbud ketika mencium hajar aswad?

Jawab:

Mengenai mencium mushaf Al Qur’an, sama sekali tidak ada dalil yang marfu’ dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, juga dari para kibar sahabat Nabi. Berbeda dengan mencium hajar aswad, dalil-dalil tentangnya shahih.

Memang ada atsar dari Ikrimah bin Abi Jahal radhiallahu’anhu dalam Sunan Ad Darimi (3393) bahwa beliau meletakkan mushaf di wajahnya lalu mengucapkan:

كتاب ربي، كتاب ربي

“kitab Rabb-ku, kitab Rabb-ku“.

Namun atsar ini terdapat inqitha’ (keterputusan sanad) antara Abdullah bin Ummu Mulaikah dengan Ikrimah bin Abi Jahal radhiallahu’anhu. Karena Abdullah bin Ummu Mulaikah tidak pernah bertemu dengannya, dan ia bukanlah orang yang diketahui meriwayatkan dari Ikrimah. Oleh karena itu Al Hafidz Adz Dzahabi mengomentari atsar ini dengan berkata: “mursal“.

Andai kita kesampingkan dulu status sanadnya, atsar ini juga tidak menunjukkan bolehnya taabbud dengan mencium mushaf. Paling maksimal kita hanya bisa mengatakan bahwa Ikrimah meletakkan mushaf di wajahnya. Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa mengatakan:

القيام للمصحف وتقبيله لا نعلم فيه شيئًا مأثورًا عن السلف، وقد سئل الإمام أحمد عن تقبيل المصحف فقال: ما سمعت فيه شيئًا، ولكن روي عن عكرمة بن أبي جهل

“Berdiri untuk menghormati mushaf atau mencium mushaf, tidak kami ketahui adanya riwayat shahih dari para salaf. Imam Ahmad pernah ditanya mengenai hal ini ia mengatakan: aku tidak pernah mendengar tentangnya sama sekali, namun diriwayatkan oleh Ikrimah bin Abi Jahal”.

Dan yang juga yang menjadi indikasi kuat lemahnya atsar ini adalah bahwa Ikrimah wafat pada masa khilafah Abu Bakar radhiallahu’anhu. Dan mushaf belum ada ketika itu, yang ada adalah lembaran-lembarang yang ada di tangan para sahabat radhiallahu’anhum. Dan berbeda antara lembaran-lembaran tersebut dengan mushaf, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari.

Adapun mengqiyaskan mencium mushaf dengan mencium hajar aswad, memang tidak diragukan lagi bahwa mushaf adalah Kalamullah dan ia lebih agung dari hajar aswad. Namun masalahnya ia adalah qiyas yang tidak shahih, karena tidak ada qiyas dalam ibadah. Orang yang mencium hajar aswad mencari pahala dengan hal itu, demikian juga orang yang mencium mushaf. Padahal tidak ada qiyas dalam ibadah. Oleh karena itu ketika Umar mencium hajar aswad ia mengatakan:

إني أعلم أنك حجر لا تضر ولا تنفع ولولا أني رأيت النبي - صلى الله عليه وسلم- يقبلك ما قبلتك

“sungguh saya tahu benar bahwa engkau hanyalah batu, tidak memberi manfaat. Andaikan saya tidak melihat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melakukannya, saya tidak akan menciummu” (HR. Bukhari 1597).

Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:

وكل من ألحق منصوصًا بمنصوص يخالف حكمه فقياسه فاسد، وكل من سوّى بين شيئين أو فرق بين شيئين بغير الأوصاف المعتبرة في حكم الله ورسوله فقياسه فاسد

“setiap meng-qiyaskan ibadah yang manshush dengan ibadah yang manshush, lalu menyelisihi hukumnya (yang ditunjukkan oleh nash), maka qiyasnya rusak. Dan siapa yang menyamakan dua hal atau membedakan dua hal padahal tidak ada sifat yang mu’tabar dalam hukum Allah dan Rasul-Nya, maka qiyas-nya rusak”.


Sumber: Ar.islamway.net

Penerjemah: Yulian Purnama

Dinukil dari Artikel Muslim.or.id

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Hukum Membaca al-Quran Tanpa Memahami Maknanya

Written By Rachmat.M.Flimban on 11 Juni 2017 | 6/11/2017 02:29:00 AM


Hukum Membaca al-Quran Tanpa Memahami Maknanya
Tanya Jawab
Oleh Ammi Nur Baits

Membaca Al-Quran Tanpa Mengerti Maknanya
Apakah membaca al-Quran tanpa memahami maknanya bisa mendapat pahala?
Jawab:
Bismillah shalatu adalah salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam janji orang yang membaca al-Quran akan pahala 10 perhuruf. Dalam hadis Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu , Nabi shallallahu' alaihi wa sallam bersabda,
من قرأ حرفا من كتاب الله فله به حسنة والحسنة باشر أمثالها لا أقول الم حرف ولكن ألف حرف ولام حرف وميم حرف
Siapa yang membaca satu huruf dari al-Quran maka dia mendapat satu pahala. Dan setiap pahala itu dilipatkan menjadi 10 kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf, tapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf. ( HR Turmudzi 3158 dan dishahihkan al-Albani)
Hadis ini menyebut pahala membaca al-Quran. Dan yang dzahir, pahala itu hanya dengan membaca, tidak makmanya.
Sementara untuk memahami maknanya, ada tambahan pahala sendiri. Karena berarti dia mengamalkan perintah Allah,
كتاب أنزلناه إليك مبارك ليدبروا آياته وليتذكر أولو الألباب
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan dengan penuh berkah sesuai dengan ayat-ayatnya dan dapatkanlah pelajaran orang-orang yang memiliki fikiran." (QS. Shad: 29)
Dan kadang orang bisa mengerti maknanya hanya dengan pengertian arti teksnya. Meski dia tidak mengerti dari sisi tinjauan nahwu maupun kaidah bahasa. Dia bisa menangis semata dengan mengingat kata. Dan ini sudah bisa disebut mentadaburi al-Qur'an.
As-Shan'ani mengatakan,
إن فهم كثير من الآيات والأحاديث بمجرد قرعها الأسماع لا يحتاج إلى علم النحو ولا الأصول, فترى العامة يسمعون القرآن فيفهمونه بل ربما كان أثره في قلوبهم أعظم من المجتهدين
Memahami kandungan umum dari ayat al-Quran dan hadis saat pertama mendengar, tidak butuh ilmu nahwu dan ushul fiqh. Anda bisa lihat, masyarakat awam mendengar al-Quran dan mereka bisa memahaminya. Bahkan bisa jadi dalam batin lebih besar dibandingkan yang terjadi para ulama mujtahid. ( Ar-Rasail al-Munirah , 1/36)
Demikianlah, Allahu a'lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Disalin Dari Artikel Konsultasisyariah.com Hukum Membaca Al Quran Tanpa Memahami Maknanya

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Apakah dikenakan zakat pada orang yang penghasilannya tidak menentu?

Written By Rachmat.M.Flimban on 10 Juni 2017 | 6/10/2017 03:19:00 AM

Apakah dikenakan zakat pada orang yang penghasilannya tidak menentu?

About Muhammad Abduh Tuasikal, MSc


Pertanyaan:

Bagaimana zakat bagi orang yang penghasilan per bulannya tidak menentu? (Putri dari Bintaro, 0897 9005 ***)

Jawaban:

Perlu diketahui bahwa zakat adalah suatu kewajiban, bagian dari rukun Islam. Pengeluarannya tentu dengan aturan karena perkara wajib seperti ini mesti diatur sehingga tidak merugikan umat. Maka ada syarat yang mesti dipenuhi dalam penunaikan ibadah yang wajib ini. Jika syarat dipenuhi berarti ada zakat. Jika tidak terpenuhi berarti tidak dikeluarkan zakat.

Juga perlu dipahami bahwa zakat itu tidak melihat dari penghasilannya menentu atau tak menentu. Namun kalau kaitannya dengan harta simpanan kita, dilihat apakah sudah memenuhi dua syarat utama yaitu:

  1. Harta itu sudah mencapai nishab (kadar minimal suatu harta terkena zakat).
  2. Harta yang sudah mencapai nishab telah bertahan selama haul (setahun hijriyah).

Ini dua syarat penting yang harus dipenuhi barulah seseorang dikenaik kewajiban zakat.

Kita coba lihat syarat pertama mengenai nishab.

Nishab adalah ukuran minimal suatu harta dikenai zakat. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ ، وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ #1584;َوْدٍ صَدَقَةٌ ، وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ

“Tidak ada zakat bagi perak di bawah 5 uqiyah , tidak ada zakat bagi unta di bawah 5 ekor dan tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.“ (HR. Bukhari, no. 1405; Muslim, no. 979)

Keterangan:

  • Satu uqiyah sama dengan 40 dirham. Jadi nishab perak adalah 5 uqiyah x 40 dirham/uqiyah = 200 dirham (Lihat Syarh ‘Umdah Al-Ahkam, Syaikh Sa’ad Asy Syatsri, 1: 376).
  • Satu wasaq sama dengan 60 sho’. Jadi nishab zakat tanaman adalah 5 wasaq x 60 sho’/wasaq = 300 sho’ (Lihat Syarh ‘Umdah Al-Ahkam, Syaikh Sa’ad Asy Syatsri, 1: 376).

Lihatlah aturan untuk perak, mencapai 5 uqiyah dahulu baru dikenakan wajib zakat. Sedangkan perak di bawah itu, tidak dikenakan zakat. Begitu pula untuk unta, telah mencapai 5 ekor dahulu baru dikenakan zakat. Kalau di bawah 5 ekor, belum dikenakan zakat.

Adapun penghasilan yang tidak menentu, maka tetap dilihat apakah dari simpanan atau tabungan kita ada yang telah bertahan di atas nishab? Karena ada yang punya penghasilan tidak menentu, namun simpanan tabungannya banyak sekali.

Nishab untuk harta simpanan atau tabungan, termasuk dalam hal ini penghasilan dengan menggunakan nishab antara emas dan perak. Yang lebih rendah adalah nishab perak yaitu 595 gram, yang diperkirakan sekitar 5 juta rupiah.

Berarti simpanan mata uang yang sudah mencapai 5 juta rupiah atau lebih dari itu dan bertahan selama haul (setahun hijriyah), dikenai zakat 2,5%.

Kenapa sampai nishab dijadikan syarat dalam menunaikan zakat?

Kata para ulama sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (dalam bahasan nishab zakat), alasannya jelas sekali. Karena sifat zakat adalah menolong atau membantu. Kalau seseorang itu miskin, tentu tidak ada kewajiban untuk membantu. Bahkan orang yang mampu yang seharusnya membantu orang miskin tersebut.

Karena zakat itu diambil dari orang yang mampu dan diserahkan pada orang miskin. Syari’at menjadikan nishab sebagai batasan seseorang disebut mampu. Karena umumnya orang yang memiliki harta di atas nishab dan harta itu sudah bertahan sempurna selama setahun, maka orangnya disebut mampu (ghani).

Mengenai syarat kedua, yaitu mencapai haul telah disebutkan dalam hadits,

وَلَيْسَ فِى مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

“Dan tidak ada zakat pada harta hingga mencapai haul.” (HR. Abu Daud, no. 1573; Tirmidzi, no. 631; Ibnu Majah, no. 1792. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Berarti, jika belum memenuhi haul, maka tidak ada kewajiban zakat. Yang dimaksud haul adalah masa satu tahun hijriyah.

Dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah disebutkan,

اتّفق الفقهاء على أنّ الحول شرط لوجوب الزّكاة في نصاب السّائمة من بهيمة الأنعام ، وفي الأثمان ، وهي الذّهب ، والفضّة

“Para ulama sepakat bahwa haul merupakan syarat wajibnya zakat ketika harta telah mencapai nishab, yaitu pada zakat hewan ternak, zakat mata uang, zakat emas dan perak.”

Kenapa sampai harus menunggu haul?

Karena harta-harta tadi masih mengalami pertumbuhan, seperti pada hewan ternak masih akan punya keturunan dan barang dagangan masih akan berkembang keuntungannya. Dan berkembangnya harta di sini diambil standar haul atau satu tahun. Adapun zakat tanaman ditarik tanpa memperhatikan haul tetapi setiap kali panen. Karena dalam ayat disebutkan,

وَآَتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ

“Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dizakatkan kepada fakir miskin).” (QS. Al-An’am: 141). Lihat penjelasan di Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah dalam index kata ‘haul’.

Kesimpulannya, kalau memiliki penghasilan tidak menentu, maka dilihat apakah memang ada simpanan yang dimiliki yang berada di atas nishab (5 juta rupiah) dan bertahan setahun. Jika memenuhi, maka silakan mengeluarkan zakatnya.

Semoga mendapatkan pencerahan dan menjadi ilmu yang bermanfaat.


Jika ingin buku Panduan Zakat karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, silakan hubungi Toko Online Ruwaifi.Com di kontak WA/ SMS: 085200171222

@ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 22 Ramadhan 1437 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal


Dowload eBook


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Kisah; Ada Apa dengan Serangan Saudi ke Yaman?

Written By Rachmat.M.Flimban on 28 Mei 2017 | 5/28/2017 01:17:00 AM

Ada Apa dengan Serangan Saudi ke Yaman?

Saudi Serang Yaman?

Pak ustadz, bagaimana tanggapan Bapak atas keadaan di Yaman?dimana Arab menyerang Yaman, Israel dan Amerika berada dibalik penyerangan itu pula.. wassalam

Dari Beny Rusbandinar via Tanya Ustadz for Android

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Apa yang terjadi saat ini di Yaman, merupakan kelanjutan dari pemberontakan Syiah Houthi. Hingga tanggal 21 September 2014, ibu kota Yaman, Shan’a jatuh ke tangan Haouthi.

Februari 2015, Presiden Yaman, Abd Rabbuh Mansour Hadi melarikan diri ke Aden dari ibukota Sanaa. Sebelumnya dia telah disandera sebagai tahanan rumah oleh pemberontak Hautsi selama beberapa pekan.

Dan pada Maret 2015, Presiden Mansour Hadi mengumumkan pemindahan ibukota dan menjadikan kota Aden sebagai ibukota negaranya. Dia juga menyatakan bahwa ibukota Sanaa telah menjadi “kota yang diduduki” oleh pemberontak Syiah.

Karena desakan separatis Houthi yang kian kuat, akhirnya beliau mengirim surat ke beberapa negara teluk. Surat yang sangat menyentuh. Presiden Manshur Hadi menceritakan kondisi Yaman yang sudah berada di ambang kehancuran, sehingga membutuhkan pertolongan dari “para saudaranya”. Presiden menuliskan suratnya dengan sapaan “al-Akh” (saudara) bagi para pemimpin negara teluk.

Anda bisa simak suratnya di: http://goo.gl/1UlNx4

Surat itu ditujukan kepada para pemimpin negara teluk, Arab Saudi, Uni Emirat, Bahrain, Oman, Kuwait, dan Qatar. Presiden Mansour mengungkapkan, beliau menulis surat itu dengan penuh kesedihan atas nasib yang menimpa negaranya. Beliau mengutip piagam PBB tentang hak pembelaan diri setiap bangsa, dari gangguan yang mengancam keselamatan negara, dan kesepakatan antar-negara teluk untuk bersama-sama saling melindungi. Atas dasar ini, beliau mempersilahkan para pemimpin negara teluk untuk segara mengatasi pemberontak Syiah Houthi di Yaman dengan kafah wasail (sarana yang memadai).

Bukan Agresi!

Dalam hukum internasional, tindakan agresi itu dianggap sebagai salah satu kejahatan internasional yang paling serius sampai tingkatannya sudah Jus Cogens atau Peremptory Norm (norma tertinggi dalam hukum internasional.

Apa itu agresi?

Pada Resolusi Majelis Umum PBB No. 3314 tahun 1974, yang kemudian dikutip di amandemen Statuta Roma pada Kampala Agreement di Pasal 8, menjelaskan bahwa pengertian agresi adalah:

“…the use of armed force by a State against the sovereignty, territorial integrity or political independence of another State, or in any other manner inconsistent with the Charter of the United Nations.”

Menggunakan kekuatan militer oleh Negara untuk menyerang kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik Negara lain. Atau cara apapun yang yang tidak sesuai dengan piagam PBB.

Artinya ada dua unsur utama dari agresi,

Pertama, penggunaan kekerasan bersenjata

Kedua, melawan kedaulatan, integritas territorial, dan kemandirian politik Negara lain.

Ketika kepala negara telah mengizinkan negara lain, bahkan meminta bantuan negara lain untuk melakukan tindakan apapun dengan sarana yang memadai, tentu tidak disebut agresi. Sehingga jelas, pernyataan kemlu Iran yang menuduh Saudi melakukan ekspansi, sangat tidak benar. Saudi dan negara-negara teluk lainnya, memiliki wewenang yang sah secara hukum untuk melakukan penyerangan ini.

Perang Ideologi Banyak yang punya kepentingan dengan peristiwa ini. Bukan hanya kepentingan Yaman, dan negara teluk. Perang ini mewakili dua ideologi, islam melawan syiah. Kita bisa lihat pro kontra dalam fenomena ini. Tepat setelah negara-negara teluk melakukan membombardir kantong-kantogn syiah Houthi, Menlu Iran langsung membuat pernyataan penolakan. Di saat yang sama, presiden Turki, Erdogan memberikan dukungan moral dan membenarkan tindakan Saudi dan negara teluk lainnya.

Konflik luar negeri, konflik dalam negeri.

Bagi masyarakat Indonesia, semua konflik timur tengah berimbas pada perang media di tanah air. Masing-masing mewakili ideologi yang mereka hasung.

Ketika ribuan kaum muslimin sunni Suriah dibantai oleh rezim Basyar al-Asad yang berideologi Syiah, jangankan situs merdeka, detik saja tutup bicara. Di saat yang sama, pasukan syiah membuat berbagai pembelaan, semacam Muhsin Labib dan Dina Sulaiman.

Sesaat setelah syiah Houthi terpojokkan, sejuta tuduhan dusta untuk Saudi dikerahkan.

Tidak jauh jika kita menyatakan, ini perang ideologi.

Dulu, ketika Romawi dan Persia berperang, terjadi ketegangan antara para sahabat dan orang musyrikin Quraisy. Kaum muslimin lebih berpihak kepada Romawi, karena mereka beragama nasrani yang itu lebih dekat dengan agama samawi. Sementara orang Quraisy berpihak kepada Persia, penganut Majusi penyembah api, karena lebih dekat dengan kesyirikan.

Sekalipun di Mekah tidak terjadi perang fisik, namun ini memicu perang dingin. Hingga Abu Bakr berani melakukan taruhan dengan orang musyrik untuk membuktikan siapa yang menang. Abu Bakr yakin, Romawi akan menang, sebagaimana janji Allah di surat ar-Rum. (Tafsir Ibnu Katsir, 6/298).

Jika anda diberi pilihan, antara muslim ahlus sunah dengan kelompok syiah, kemanakah anda akan berpihak. Keberpihakan anda menentukan ideologi anda.

Perang Media

Syiah memiliki prinsip, lemparkan kebohongan, bela paham Khomaini. Karena mereka memiliki aqidah taqiyah, berbohong demi membela kepentingannya.

Anda bisa baca: Doktrin Aliran Syiah yang Paling Berbahaya

Beberapa hari yang lalu, merdeka membuat pernyataan bahwa dalam invansi Saudi, mereka dibantu Israel untuk menyerang Yaman. Ternyata setelah diusut, sumbernya adalah pernyataan Hassan Zayd, sekutu pemberontak syiah Houthi. Kenapa merdeka, karena situs ini digawangi Faisal Assegaf, syiah tulen.

Tidak jauh berbeda, yang dilakukan detik, untuk menjatuhkan martabat ahlus sunah, tidak segan membuat berita memalukan, Saudi menyerang Yaman, membunuh wanita dan anak-anak..??

Padahal realita di lapangan, pemberontak Houthi menyerang warga pengungsi.

Ada juga yang mencoba dengan sedikit analisis, bahwa misi terbesar Saudi adalah untuk perluasan wilayah dan untuk kepentingan ekonomi. Apa yang hendak direbut Saudi dari Yaman, hingga harus mengeluarkan dana besar untuk melakukan penyerangan udara, sementara negara ini sudah sangat mapan.

Sayangnya, para pendusta itu lebih banyak bicara. Semoga Allah melindungi umat islam dari kedustaan mereka.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Sumber Artikel : Konsultasisyariah.com

Dinukil dari Artikel; Abunamira.wordpress.com

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Khalilullah atau Habibullah

Written By Rachmat.M.Flimban on 13 Mei 2017 | 5/13/2017 02:23:00 AM

Khalilullah atau Habibullah


Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya menyifati Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan habibullah?

Jawaban:

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, tidak diragukan lagi adalah habibullah, beliau mencintai Allah dan dicintai Allah, tetapi ada sebutan lain yang lebih tinggi dari itu yaitu khalilullah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah khalilullah, seperti yang beliau sabdakan,

“Sesungguhnya Allah telah menjadikanku seorang khalil seperti halnya Dia menjadikan Ibrahim sebagai khalil.” (Diriwayatkan Ibnu Majah)

Maka dari itu, siapa yang menyifatinya dengan habib saja, maka dia telah menurunkan beliau dari martabatnya, karena sifat khalil lebih mulia dan lebih tinggi dari habib. Setiap mukmin adalah kekasih Allah (habibullah), tetapi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berada pada martabat yang lebih tinggi dari itu, yaitu khalil, karena Allah telah menjadikannya sebagai khalil (kekasih) seperti Ibrahim. Maka dari itu kami katakan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, karena kata khalil mengandung di dalamnya kata habib, dan khalil puncak dari mahabbah.

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007.

Sumber Artikel; KonsultasiSyariah.com


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Al-Masaa’il : Jihad, Harus Minta Izin Kapada Orang Tua

Written By Rachmat.M.Flimban on 07 Mei 2017 | 5/07/2017 11:59:00 PM

Jihad, Harus Minta Izin Kapada Orang Tua

Oleh

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz


Pertanyaan.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sesungguhnya saya sangat ingin berjihad dan keinginan itu sudah tertanam di lubuk hati saya, saya tidak bisa bersabar lagi, saya telah meminta izin dari ibu saya akan tetapi ia tidak setuju. Hal ini berpengaruh pada diriku dan saya tidak mampu jauh dari jihad. Wahai Syaikh, keinginan saya dalam hidup ini adalah berjihad fii sabilillah akan tetapi ibu saya tidak setuju, berikanlah petunjuk kepadaku, semoga Allah membalas engkau dengan kebaikan ?

Jawaban.

Jihadmu terhadap ibumu merupakan jihad yang besar. Jagalah ibumu dan berbuat baiklah kepadanya kecuali jika diperintah oleh pemimpin untuk berjihad maka pergilah, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Jika kalian diperintah (untuk berperang) maka keluarlah” [Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari]

Dan selama pemimpin tidak memerintahkan kamu maka berbuat baiklah terhadap ibumu, berilah ia kasih sayang dan ketahuilah bahwa berbuat baik kepadanya merupakan jihad yang besar, yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendahulukannya dari jihad fii sabilillah, seperti yang termaktub dalam hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau ditanya :

“Wahai Rasulullah, perbuatan apa yang paling utama ?

Beliau bersabda : ‘Shalat pada waktunya’.

Aku berkata : Kemudian apa ?

Beliau bersabda : ‘Kemudian berbakti kepada kedua orang tua’.

Aku berkata : Kemudian apa ?

Beliau bersabda : ‘Berjihad fii sabilillah’.

Maka aku tidak bertanya lagi kepada Rasulullah jika aku minta tambah maka tentu beliau akan menambahkannya”.

Hadits ini disepakati keshahihannya maka berbakti kepada kedua orang tua lebih diutamakan dari jihad.

Dari Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhu, Ia berkata :

Datang seorang laki-laki kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta izin untuk berjihad, maka beliau bersabda :

“Artinya : Apakah kedua orangtuamu masih hidup ?

Ia berkata : Ya,

Nabi bersabda : “(berbakti) kepada keduanya merupakan jihad”

Hadits ini disepakati keshahihannya.

Pada riwayat yang lain beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‘Kembalilah kepada keduanya lalu minta izinlah, jika mereka mengizinkan maka berjihadlah, jika tidak maka berbaktilah kepada keduanya” [Diriwayatkan oleh Abu Daud]

Sedangkan ini adalah seorang ibu ; maka sayangilah ia , berbuat baiklah kepadanya sampai ia memberikan izin kepadamu. Semua ini hak dalam jihad thalab (mendaftarkan diri untuk ikut dalam peperangan) yang mana pemimpin (walimatul amri) tidak memerintahkanmu berjihad..

Adapun jika datang bencana atas kamu maka belalah dirimu dan saudara-saudaramu fillah. Tidak ada daya dan upaya kecuali milik Allah, begitu pula jika pemimpin memerintahkan kamu untuk berperang maka keluarlah walaupun tanpa ridha kedua orang tua berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu : ‘Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah’ kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu ? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat ? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit” [At-Taubah : 38]

[Syarh kitab Al-Jihad dari Bulughul Maram (kaset yang pertama)]

[Disalin dari kitab Fatawa Al-Aimmah Fil An-Nawazil Al-Mudlahimmah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Terorisme, Penyusun Muhammad bin Husain bin Said Ali Sufran Al-Qathani, Terbitan Pustaka At-Tazkia]

Sumber: Almanhaj.or.id

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Fatwa, Kewajiban Menghentikan Musuh Islam yang Membuat Kekacauan

Kewajiban Menghentikan Musuh Islam yang Membuat Kekacauan

Oleh

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz



Pertanyaan.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Musuh-musuh Allah sangat berkeinginan membuat kekacauan di negeri Islam dengan berbagai cara. Menurut pendapat Anda,upaya apa yang harus dilakukan untuk menghentikan gerakan yang menghancurkan masyarakat Islam?


Jawaban.

Masalah ini bukan suatu hal yang aneh yang dilakukan para propagandis Nashrani dan Yahudi atau yang lain dari golongan-golongan kafir dan aliran-aliran perusak, karena Allah telah berfirman tentang hal ini.

“Artinya : Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” [Al Baqarah :120]

“Artinya : ….Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup…” [Al Baqarah :217]

Oleh karena itu, mereka mengerahkan segenap kemapuan untuk menembus negara Islam dengan berbagai cara, antara lain menghembuskan keragua-raguan dan kemelut berfikir (Ghazwul fikr). Mereka melakukan hal ini tanpa memperdulikan agama. Mereka digerakkan oleh gereja, rasa dengki, dan rasa benci dalam mengerahkan kemampuan dan kesungguhan untuk melakukan perusakan.

Yang harus dikerahkan adalah kesungguhan memberikan arahan serta peringatan kepada para pemimpin dan ulama kaum mulsim serta menghadapi kesungguhan musuh-musuh Islam dengan kesungguhan setimpal, karena umat Islam merupakan umat yang memikul amanat dan menyampaikan dakwah Islam. Apabila kita dapat memenuhi keinginan masyarakat Islam untuk mempersenjatai putra putri kaum muslimin dengan ilmu sejak kecil, maka kita tidak perlu khawatir sedikitpun menghadapi mereka dengan izin Allah, selama putra putri muslim berpegang kepada agama Allah, mengagungkannya, mengikuti syariatnya, dan memerangi apa saja yang bertentangan dengannya. Bahkan sebaliknya, putra-putri Islam akan membuat takut musuh-musuhnya, karena Allah berfirman.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” [Muhammad :7]

“Artinya : .. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan [Ali Imraan :120]

Banyak ayat-ayat yang semakna dengan ayat-ayat ini, faktor yang paling penting untuk menghadapi golongan ini ialah menyiapkan generasi yang memahami Islam secara benar dan menyempurnakan pemahaman generasi ini melalui arahan dan bimbingan dalam keluarga, berbagai cara pengajaran, media-media masa dan pembangunan masyarakat.

Selain itu juga peran pemimpin-pemimpin Islam dalam memberikan arahan dan bimbingan serta menggiatkan amal yang bermanfaat, selalu mengingatkan manusia mengenai hal yang bermanfaat bagi mereka dan membangun aqidah dalam diri mereka. Allah berfirman.

“Artinya : …Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” [Ar-Rad : 28].

Tidak diragukan lagi bahwa mengabaikan cara-cara musuh Islam menembus negeri Islam melalui kebudayaan dan pengetahuan akan menjatuhkan kaum muslimin dari agamanya sedikit demi sedikit sehingga menimbulkan banyak keburukan di tengah mereka dan meluasnya pengaruh musuh-musuh Islam. Oleh karena itu, Allah memerintahkan segolongan mukmin untuk bersabar dan meningkatkan kesabaran berjihad dengan segala cara, sebagaimana difirmankanNya.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung [Ali Imraan : 200]

“Artinya : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” [Al Ankabuut : 69]

Saya memohon kepada Allah dengan namaNya yang indah dan sifat-sifatNya yang Agung untuk memperbaiki keadaan kaum muslim,menjadikan mereka paham terhadap agamanya,menyatukan suara para pemimpin mereka pada kebenaran,dan memberikan teman yang baik bagi mereka.Sungguh Allah itu Maha Pemberi lagi Maha Pemurah.

Semoga sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada pemimpin dan Nabi kita, Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam ,keluarganya dan para shahabatnya serta mereka diberi kesejahteraan yang banyak.

[Majmu’ Fatawaa’ wa Maqaalat Mutanawwi’ah juz 5 hal. 204-205]

[Disalin dari kitab Al Fatawaa Asy Syar’iyyah Fil Masaail Al ‘Ashriyyah min Fatawaa Ulamaa’ Al Balaadil Haraami, edisi Indonesia Fatwa Kontenporer Ulama Besar Tanah Suci, Penyusun Khalid al Juraisy, Terbitan Media Hidayah]

 

Sumber: Almanhaj.or.id


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Hukum Menghidupkan Peninggalan Islam Bersejarah

Written By Rachmat.M.Flimban on 27 April 2017 | 4/27/2017 04:43:00 AM

Hukum Menghidupkan Peninggalan-Peninggalan Islam Bersejarah

Oleh

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz


 

Pertanyaan.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Bagaimana hukum Islam tentang menghidupkan peninggalan-peninggalan Islam bersejarah untuk mengambil pelajaran, seperti; Gua Tsur, Gua Hira, perbukitan Ummu Ma’bad, dan membuat jalan untuk mencapai tempat-tempat tersebut sehingga diketahui jihadnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memberikan kesan tersendiri?

Jawaban.

Memelihara peninggalan-peniggalan dalam bentuk menghormati dan memuliakan bisa menyebabkan syirik (mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala), karena jiwa manusia itu lemah dan cenderung menggantungkan diri kepada yang diduganya berguna, sementara mempersekutukan Allah itu banyak macamnya, dan mayoritas orang tidak mengetahuinya. Orang yang berdiri di hadapan peninggalan-peninggalan tersebut akan melihat orang jahil yang mengusap-usapnya untuk meraih debunya dan shalat di sana serta berdoa kepada orang yang meninggal di sana, karena ia mengira bahwa hal itu bisa mendekatkan dirinya kepada Allah dan bisa menjadi perantara kesembuhannya. Kemudian hal ini ditambah pula dengan banyaknya para penyeru kesesatan, akibatnya mereka semakin menambah volume kunjungannya, sehingga dengan begitu bisa dijadikan pencaharian. Dan biasanya, di sana tidak ada orang yang memberi tahu si pengunjung bahwa maksudnya adalah hanya untuk mengambil pelajaran, tapi malah sebaliknya.

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan lainnya dengan isnad shahih dari Abu Waqid Al-Laitsi, ia berkata, “Kami berangkat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Hunain, saat itu kami baru keluar dari kekufuran. Saat itu, kaum musyrikin mempunyai tempat pohon khusus yang biasa dikunjungi dan menggantungkan senjatanya di sana, tempat itu disebut Dzatu Anwath. Saat itu kami melewatinya, lalu kami berkata, “Wahai Rasulullah, buatkan bagi kami Dzatu Anwath seperti yang mereka miliki.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mahasuci Allah, ini seperti yang diucapkan oleh kaumnya Musa, ‘Buatkan tuhan untuk kami sebagaimana mereka memiliki tuhan-tuhan. Demi Dzat yang jiwaku ditanganNya, (jika demikian) niscaya kalian menempuh cara orang-orang yang sebelum kalian.”[1] Ucapan para sahabat: (buatkan bagi kami Dzatu Anwath seperti yang mereka miliki) adalah serupa dengan ucapan Bani Israil: (Buatkan tuhan untuk kami sebagaimana mereka memiliki tuhan-tuhan). Hal ini menunjukkan, bahwa ungkapan itu bisa dengan makna dan maksud, tidak hanya dengan lafazh.

Jika menghidupkan peninggalan-peninggalan tersebut dan mengunjunginya termasuk yang disyari’atkan, tentulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukannya atau memerintahkannya atau telah dilakukan oleh para sahabat atau telah ditunjukkan oleh mereka, karena mereka adalah manusia yang paling mengetahui syari’at Allah dan paling mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tapi pada kenyataannya tidak ada riwayat yang menunjukkan hal itu dari beliau dan tidak pula dari para sahabat beliau, tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa para sahabat mengunjungi Gua Hira’ atau Gua Tsur atau mendaki perbukitan Ummu Ma’bad atau pohon tempat diselenggarakannya bai’ah, bahkan ketika Umar Radhiyallahu ‘anhu, melihat sebagian orang pergi ke pohon tersebut, di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibai’at di bawahnya, ia memerintahkan untuk menebangnya karena khawatir orang-orang akan berlebihan terhadap tempat tersebut dan melakukan syirik. Dengan begitu diketahui, bahwa mengunjungi peninggalan-peninggalan tersebut dan membuatkan jalan menuju ke sana adalah bid’ah, tidak ada asalnya dalam syari’at Allah. Hendaknya para ulama kaum muslimin dan para penguasanya mencegah terjadinya faktor-faktor yang bisa mengarah kepada syirik ini demi melindungi tauhid. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.


[Disalin dari kitabAl-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Musthofa Aini Lc, Penerbit Darul Haq]



Footnote

[1]. HR. At-Thirmidzi dalam Al-Fitan (2180). Ahmad (2139).

Sumber: Almanhaj.or.id


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Serial 22 Alam Jin, Apakah Jin Bisa Disiksa dengan Api Padahal Jin Tercipta dari Api?

Written By Rachmat.M.Flimban on 14 April 2017 | 4/14/2017 01:24:00 PM

Serial 22 Alam Jin: Apakah Jin Bisa Disiksa dengan Api Padahal Jin Tercipta dari Api?

Apakah jin bisa disiksa dengan api padahal jin tercipta dari api?

By Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.



Sebagian orang menyampaikan syubhat atau suatu kerancuan, “Kalian menyatakan bahwasanya jin itu tercipta dari api. Kemudian kalian juga menyatakan bahwa jin yang kafir akan disiksa di api Jahannam. Begitu pula jin yang mencuri berita langit akan dilempar dengan api. Bagaimana bisa api berpengaruh pada jin sedangkan mereka sendiri tercipta dari api?”

Jawabnya, memang benar asalnya jin itu tercipta dari api. Namun setelah penciptaan tersebut, tidak lagi seperti itu. Ketika mereka sudah menjadi makhluk, keadaannya berbeda dengan api.

Sama halnya dengan manusia, ia awalnya tercipta dari tanah. Namun sesudah itu berbeda dengan tanah. Buktinya saja manusia ketika dipukul dan dilempar dengan tanah, ia akan merasakan sakit. Ketika manusia dikubur dengan tanah pun ia akan mati padahal awalnya ia tercipta dari tanah. Demikian pula yang akan dirasakan oleh jin.

Abul Wafa’ Ibnu ‘Aqil berkata, “Setan dan jin bisa disiksa dengan api sebagaimana manusia bisa disiksa dengan tanang. Intinya, asal dari manusia adalah tanah namun wujudnya saat ini bukanlah tanah secara hakiki. Demikian jin asalnya juga adalah api, bisa berlaku seperti itu.” (Luqthul Marjan fii Ahkamil Jaan, hal. 33).

Jadi sangat mungkin jika jin disiksa dengan api. Sebagaimana manusia saja yang asalnya dari tanah namun ketika dilempar tanah pun terasa sakit.

Jin dan setan memang tercipta dari api, namun saat ini berbeda. Di antara dalil yang mendukung hal ini,

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِى مِنَ الإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ

“Sesungguhnya setan menyusup dalam diri manusia melalui aliran darah.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 3281 dan Muslim no. 2175). Andai saja setan adalah api, maka tentu saja manusia akan terbakar ketika setan menyusup dalam diri manusia.

Syaikh Sholeh Al Munajjid berkata, “Seandainya setan pun wujudnya api saat ini, maka Allah tetap bisa saja menyiksanya. Allah mampu mewujudkan segala sesuatu, tidak ada yang mungkin bisa mengalahkan kehendak Allah.” (Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no 70276)

Adapun dalil yang menyatakan bahwa jin diciptakan dari api adalah firman Allah Ta’ala,

وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ

“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS. Al Hijr: 27).

Begitu pula disebutkan dalam surat Ar Rahman,

وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ

“Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (QS. Ar Rahman: 15).

Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim, dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ
وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ

“Malaikat diciptakan dari cahaya. Jin diciptakan dari nyala api. Adam diciptakan dari apa yang telah ada pada kalian.” (HR. Muslim no. 2996).

Adapun dalil penciptaan manusia dari tanah adalah ayat,

وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ

“Dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah.” (QS. As Sajadah: 7)


Semoga bermanfaat.

Referensi:

‘Alamul Jin wasy Syaithon, Syaikh Prof. Dr. ‘Umar bin Sulaiman bin ‘Abdullah Al Asyqor, terbitan Darun Nafais, cetakan kelimabelas, tahun 1423 H, hal. 58.

Fatwa Al Islam Sual wal Jawab, http://islamqa.com



Sumber Artikel Muslim.Or.Id


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Apakah Dzulqarnain Seorang Nabi?

Written By Rachmat.M.Flimban on 01 April 2017 | 4/01/2017 01:55:00 AM

Apakah Dzulqarnain Seorang Nabi?
Pada suatu kesempatan, Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya mengenai Dzulqarnain yang disebutkan dalam Al Qur'an, apakah ia seorang Nabi?
Bagaimana jawaban beliau, simak artikel berikut...
By Yulian Purnama 7 February 2017


Pada suatu kesempatan, Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya mengenai Dzulqarnain yang disebutkan dalam Al Qur’an, apakah ia seorang Nabi?
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab:
Pendapat yang lebih rajih (kuat) adalah bahwa Dzulqarnain itu seorang Nabi. Inilah pendapat yang lebih kuat. Sebagian ulama memang mengatakan bahwa Dzulqarnain adalah orang yang shalih dan raja yang shalih. Namun zhahir dari ayat-ayat Al Qur’an Al Karim menunjukkan bahwa ia adalah seorang Nabi. Oleh karena itu Allah Jalla wa ‘Ala berfirman:
وَيَسْأَلونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْراً إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سَبَبا
“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: “Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya“. Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu‘” (QS. Al Kahfi: 83-84).
Hingga akhir kisah. Maka dari zhahir konteks ayat-ayat ini, menunjukkan ia adalah seorang Nabi yang menerima perintah-perintah dari Allah ‘Azza wa Jalla.
Allah ‘Azza wa Jalla dalam Al Qur’an, dalam surat Al Kahfi, berfirman:
وَيَسْأَلونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْراً إِنَّا مَكَّنَّا لَهُ فِي الْأَرْضِ وَآتَيْنَاهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ سَبَباً فَأَتْبَعَ سَبَباً حَتَّى إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِنْدَهَا قَوْماً قُلْنَا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِمَّا أَنْ تُعَذِّبَ وَإِمَّا أَنْ تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْناً قَالَ أَمَّا مَنْ ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَى رَبِّهِ فَيُعَذِّبُهُ عَذَاباً نُكْراً وَأَمَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَلَهُ جَزَاءً الْحُسْنَى وَسَنَقُولُ لَهُ مِنْ أَمْرِنَا يُسْراً هذا السياق يقتضي أنه من أمر الله وأن الله أمره بهذا، ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَباً حَتَّى إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَى قَوْمٍ لَمْ نَجْعَلْ لَهُمْ مِنْ دُونِهَا سِتْراً كَذَلِكَ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْراً ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَباً حَتَّى إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِنْ دُونِهِمَا قَوْماً لا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلاً قَالُوا يَا ذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجاً عَلَى أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدّاً قَالَ مَا مَكَّنِّي فِيهِ رَبِّي خَيْرٌ فَأَعِينُونِي بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْماً آتُونِي زُبَرَ الْحَدِيدِ حَتَّى إِذَا سَاوَى بَيْنَ الصَّدَفَيْنِ قَالَ انْفُخُوا حَتَّى إِذَا جَعَلَهُ نَاراً قَالَ آتُونِي أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْراً فَمَا اسْطَاعُوا أَنْ يَظْهَرُوهُ وَمَا اسْتَطَاعُوا لَهُ نَقْباً قَالَ هَذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقّاً
“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah: “Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya”. Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, maka diapun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: “Hai Dzulqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka. Berkata Dzulqarnain: “Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami”. Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu, demikianlah. dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya. Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata: “Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” Dzulqarnain berkata: “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka, berilah aku potongan-potongan besi”. Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain: “Tiuplah (api itu)”. Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu”. Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya. Dzulqarnain berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar”” (QS. Al Kahfi: 83-98).
Dari ayat-ayat ini secara zhahirnya dipahami bahwa semua itu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, konteksnya menunjukkan bahwa Dzulqarnain menerima perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk tersebut dari Allahi Azza wa Jalla. Dan ini adalah ciri seorang Nabi.
Sumber: Fatawa Nurun ‘alad Darbi, https://www.binbaz.org.sa/noor/80
Penerjemah: Yulian Purnama
Sumber Artikel: Muslim.or.id
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Hadits,YANG PERLU ANDA KETAHUI DARI HADITS-6

Written By Rachmat.M.Flimban on 31 Maret 2017 | 3/31/2017 09:08:00 PM

Artikel Hadits :
YANG PERLU ANDA KETAHUI DARI HADITS-6
(Bagaimana Cara Mengenali Seorang Shahabat?)

Tanya:
Bagaimana kita mengenali seorang shahabat?
Jawab:
Kita mengenalinya melalui salah satu dari hal-hal berikut:
1. Tawaatur (Pemberitaan tentangnya secara mutawatir alias mustahil terjadi kebohongan karena banyaknya periwayat terpercaya menyatakan hal itu); apakah ada orang yang meragukan Abu Bakar dan ‘Umar bin al-Khaththab RA sebagai shahabat? Jawabannya, tentu, tidak.!
2. Syuhrah (Ketenaran) dan banyaknya riwayat yang mengisahkannya melalui beberapa hal. Contohnya:
a. Dhimaam bin Tsa’lbah RA yang tenar dengan hadits kedatangannya menemui Nabi SAW
b. ‘Ukasyah bin Mihshan RA yang kisahnya dijadikan permisalan/pepatah (yaitu ucapan Rasulullah SAW, “Sabaqoka ‘Ukaasyah’ ; ‘Ukasyah sudah terlebih dulu darimu-red).*
3. Dimuatnya hal itu dalam hadits yang shahih, seperti ada salah satu hadits menyebutkan bahwa Nabi SAW didatangi oleh si fulan bin fulan atau hadits tersebut bersambung sanadnya kepada seorang laki-laki yang menginformasikan bahwa si fulan termasuk orang-orang yang mati syahid dalam perang bersama Rasulullah SAW. Atau informasi apa saja dengan cara tertentu bahwa orang ini atau itu sudah terbukti Shuhbah-nya (bertemu dan beriman dengan Rasulullah SAW dan mati dalam kondisi itu).
4. Penuturan tertulis dari seorang Tabi’i (generasi setelah shahabat) bahwa si fulan adalah seorang shahabat. Yaitu seperti ia mengucapkan, “Aku mendengar salah seorang shahabat Nabi SAW, yaitu si fulan bin fulan.”
5. Penuturan shahabat itu sendiri bahwa ia bertemu Nabi SAW, seperti perkataannya, “Aku mendengar Nabi SAW bersabda begini dan begitu.” Atau “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menemani (bershahabat) dengan Nabi SAW.” Tetapi hal ini perlu beberapa syarat, di antaranya:
a. Ia seorang yang adil pada dirinya
b. Klaimnya tersebut memungkinkan; bila kejadian ia mengklaim hal itu sebelum tahun 110 H maka ini memungkinkan sedangkan bila ia mengklaimnya setelah tahun 110 H, maka klaimnya tersebut tertolak sebab Nabi SAW telah menginformasikan di akhir hayatnya, “Tidakkah aku melihat kalian pada malam ini? Sesungguhnya di atas 100 tahun kemudian (dari malam ini), tidak ada lagi seorang pun yang tersisa di atas muka bumi ini.” (HR.al-Bukhari, I:211, No.116; Muslim, No.2537; Abu Daud, No.348)
Ini merupakan argumentasi paling kuat terhadap orang yang mengklaim nabi Khidhir masih hidup hingga saat ini segaimana klaim kaum Sufi di mana salah satu dari mereka sering mengaku telah bertemu nabi Khidhir dan berbicara secara lisan dengannya.!?
Intermezzo
Seorang laki-laki India bernama Rotan pada abad VI mengaku bahwa dirinya adalah shahabat Nabi SAW dan dia telah dipanjangkan umurnya hingga tanggal tersebut. Kejadian itu sempat menggemparkan masyarakat kala itu. Maka, para ulama pada masanya atau pun setelahnya membantah pengakuannya tersebut. Di antaranya, al-Hafizh adz-Dzahabi dalam bukunya yang berjudul “Kasr Watsan Rotan.”
* Pepatah tersebut diungkapkan orang Arab untuk menyatakan ketidak beruntungann seseorang dalam memperoleh sesuatu karena sudah ada orang lain yang lebih dahulu memperolehnya. Seperti misalnya, bila ada seseorang memberikan hadiah kepada seseorang yang bisa menjawab pertanyaannya, lalu ada yang menjawabnya sedangkan hadiah itu hanya untuk satu orang saja. Kemudian ada orang lain meminta diberi pertanyaan lagi agar dapat menjawabnya dan memperoleh hadiah. Maka orang yang memberikan itu tadi, mengatakan kepadanya pepatah tersebut. Artinya, terlambat, si fulan sudah terlebih dahulu (kamu sudah keduluan sama si fulan.!!), wallahu a’lam-red
Dikutip dari eBook, pakdenono.com
(SUMBER: Fataawa Hadiitsiyyah, Syaikh Sa’d bin ‘Abdullah Alu Humaid, hal.30-31)
Sumber Artikel; alsofwah.or.id, Situs Dakwah & Informasi Islam

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

 
Support : Blog author | Rachmat.M,MA | Duta Asri Palem 3
Copyright © 2013. HOSE AL ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger